Pengacara David Tobing Tegaskan Pembangunan Kedubes India Harus Ikut Aturan RI

David M.L Tobing dari kantor pengacara Adams & Co, pengacara puluhan warga RT 002/RW 02 Kelurahan Kuningan Timur yang terdampak proyek Kedubes India angkat bicara soal pembangunan.

oleh Tim News diperbarui 02 Des 2024, 00:29 WIB
Diterbitkan 01 Des 2024, 19:00 WIB
David M.L Tobing dari kantor pengacara Adams & Co, pengacara puluhan warga RT 002/RW 02 Kelurahan Kuningan Timur yang terdampak proyek Kedubes India angkat bicara soal pembangunan.
David M.L Tobing dari kantor pengacara Adams & Co, pengacara puluhan warga RT 002/RW 02 Kelurahan Kuningan Timur yang terdampak proyek Kedubes India angkat bicara soal pembangunan. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi pembangunan gedung apartemen 18 lantai di area Kedutaan Besar atau Kedubes India di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan (Jaksel) rupanya telah memicu polemik panjang selama dua pekan terakhir.

Kasus tersebut kembali ramai diperbincangkan terkait upaya hukum banding yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

Pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebelumnya 29 Agustus 2024, majelis hakim memenangkan gugatan warga seraya memerintahkan Pemprov DKI membatalkan ijin untuk sementara pembangunan Kedutaan India.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menemukan sejumlah kejanggalan dan cacat prosedur yang sangat merugikan hak warga. Paska putusan tersebut, proyek langsung berhenti dan Pemprov melakukan banding ke PTTUN.

Sebelum mengambil keputusan tersebut, majelis hakim PTUN juga melakukan kunjungan ke lapangan, mendatangi lokasi proyek dan berdialog langsung dengan warga sekitar untuk verifikasi dan validasi isi gugatan. Setelah kunjungan itu, hakim semakin yakin untuk memenangkan gugatan warga.

Di tengah proses banding di PTTUN, muncul tuduhan miring terhadap David M.L Tobing dari Adams & Co, pengacara puluhan warga RT 002/RW 02 Kelurahan Kuningan Timur yang terdampak proyek.

Ia disebut menghambat aktivitas perwakilan negara asing dan karena itu dapat merusak nama baik pemerintah Indonesia di hadapan negara sahabat.

"Motivasi utama gugatan warga terhadap Pemprov DKI dan Kedubes India sebenarnya sangat sederhana, yakni mengembalikan proses pembangunan ke dalam koridor hukum yang benar. Semua pihak harus menaati aturan yang berlaku di Republik Indonesia, sekalipun para pihak ini adalah perwakilan negara asing," ujar David, melalui keterangan tertulis, Minggu (1/12/2024).

"Masalahnya sesederhana itu. Andai Pemprov DKI dan Kedubes India memproses izin pembangunan secara benar, maka polemik semacam ini tidak perlu terjadi. Kami tidak ada maksud menghambat pembangunan, apalagi ini terkait kepentingan perwakilan negara asing yang harus kita jaga marwah dan kehormatannya. Tapi, karena ada hak warga yang dilanggar, apa boleh buat, kami harus menggugat," sambung dia.

 

Yang Jadi Pangkal Masalah

Pemanfaatan Tenaga Surya Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif
Teknisi melakukan perawatan panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap yang dibangun sejak 8 bulan lalu ini mampu menampung daya hingga 20.000 watt. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menurut David, pangkal masalahnya adalah izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang tidak dilengkapi dokumen Amdal.

"Izin AMDAL-nya justru diterbitkan belakangan. Ini sudah tidak benar, cacat prosedur. Dan tragisnya, dalam memproses izin Amdal, Pemprov melakukan tindakan manipulatif," ucap dia.

David mengatakan, salah satu kelengkapan izin AMDAL adalah mengantongi izin tertulis dari warga yang tinggal di sekitaran proyek. Maka itu, proses dialog dengan warga menjadi keniscayaan.

"Faktanya, hingga izin PBG dan AMDAL terbit, tidak ada warga sekitar proyek yang diajak ngomong. Nama warga yang mereka klaim sudah ikut audiensi itu justru bukan warga sekitar. Salah satunya satpam kedutaan. Inilah alasan kami melawan dan menggugat," terang dia.

Perlawanan makin solid ketika mantan ketua RT dan ketua RT saat ini juga ikut dalam daftar warga yang mengajukan gugatan. Menurut David, ini membuktikan Pemprov DKI berbuat curang dengan mencatut nama warga dalam dokumen AMDAL.

"Semua sudah dibuktikan di persidangan dan bukti bukti yang kami hadirkan juga sudah terverifikasi. Tidak ada alasan bagi Pemprov DKI dan Kedubes India untuk terus ngotot di kasus ini,” kata David yang merasa sangat yakin majelis hakim PTTUN akan menguatkan putusan PTUN," papar dia.

 

Tetap Kedepankan Komunikasi

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menggelar sidang lanjutan terkait gugatan Tim Hukum PDI Perjuangan (PDIP) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menggelar sidang lanjutan terkait gugatan Tim Hukum PDI Perjuangan (PDIP) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Kamis (1/8/2024). (Foto: Dokumentasi PDIP).

Meski telah memenangkan gugatan di tingkat PTUN, menurut David, warga tetap mengedepankan komunikasi yang konstruktif dan fokus pada solusi. Ia berulang kali menegaskan bahwa warga tidak punya motif untuk menghambat rencana pembangunan Kedubes India.

"Karena masalahnya sederhana, maka solusinya pun sederhana: proses ulang izin pembangunan Kedubes India. Lakukanlah dialog dengan warga, cari titik temu. Yang membuat warga marah dan menggugat adalah proses izin yang manipulatif, jauh dari realitas," terang dia.

Menurut David, bisa jadi solusinya pembangunan Gedung apartemen tidak perlu setinggi 18 lantai. Bisa saja sebagian lantai ke atas dan sisanya ke bawah tanah.

"Bisa juga desain bangunan direvisi agar tetap memberikan kenyamanan bagi warga sekitar," ucap dia.

"Bagi kami, semua masalah pasti ada solusinya. Ini bukan soal menang menangan. Yang penting, prosesnya fair, terbuka dan tidak manipulatif," tandas David.

Infografis langkah Kedubes AS ke Yerusalem
Infografis langkah Kedubes AS ke Yerusalem
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya