Liputan6.com, Jakarta - Perseteruan dualisme kepemimpinan di Palang Merah Indonesia (PMI) antara dua tokoh senior Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK) dan Agung Laksono, semakin memanas. Perebutan jabatan Ketua Umum ini bahkan sudah bergulir hingga ke ranah hukum.
Kisruh ini bermula saat Jusuf Kalla ditetapkan kembali sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029 melalui hasil Musyawarah Nasional (Munas) XXII PMI yang berlangsung pada 8-9 Desember 2024 di Jakarta.
Advertisement
Baca Juga
Dalam sidang pleno kedua pada malam Minggu, 8 Desember 2024, laporan pertanggungjawaban JK diterima, dan ia ditetapkan secara aklamasi untuk melanjutkan kepemimpinannya di periode mendatang.
Advertisement
Namun, keputusan tersebut mendapat perlawanan oleh kubu Agung Laksono yang kemudian mendeklarasikan kepemimpinannya melalui Munas tandingan. Agung Laksono mengklaim bahwa ia mendapat dukungan dari lebih 20 persen anggota PMI dan melaporkan hasil Munas tandingannya ke Kementerian Hukum pada 9 Desember 2024.
Dalam laporannya, Agung menegaskan bahwa pemilihan dirinya sebagai Ketua Umum sudah mengikuti prosedur organisasi sesuai Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PMI.
Kisruh ini kemudian tidak hanya berhenti di meja Munas, tetapi juga merambah ke ranah hukum. Jusuf Kalla melaporkan Agung Laksono ke pihak kepolisian dengan tuduhan mendirikan PMI ilegal, yang menurut JK merupakan bentuk pengkhianatan terhadap organisasi kemanusiaan terbesar di Indonesia. Sebaliknya, kubu Agung mengklaim mendapat dukungan mayoritas dari peserta Munas untuk melangkah maju.
Guru Besar Ilmu Administrasi Pembangunan Kesehatan Universitas Indonesia Prof. Ede Surya Darmawan, menyarankan agar dualisme kepemimpinan di Palang Merah Indonesia (PMI) diselesaikan melalui mediasi tanpa melibatkan cara-cara politik, seperti menggelar Munas tandingan.
“Kalau isunya karena Pak Jusuf Kalla sudah sekian tahun mengelola, itu kan mestinya dibicarakan baik-baik. Dan saya kira, misalnya ini, kementerian yang bersangkutan yang berhubungan—apakah kanalitas Kemensos, Kemenkes, atau Kemenko PMK? Terus, BNPB juga ikut, kan, begitu,” kata Ede kepada Liputan6.com, Jumat (13/12/2023).
Ia menyayangkan adanya dualisme ini, yang menurutnya bukan langkah elegan, meskipun secara undang-undang dan AD/ART tidak ada aturan spesifik terkait pemilihan ketua umum.
“Kalau itu (tidak adanya aturan dalam pemilihan) menjadi isu, apalagi ini kan ibaratnya kita lembaga nirlaba, lembaga non-profit, kan, gitu, ya. Yang memang seperti data yang ada, itu ada resesi, ada kekuatan. Tapi, apa sih yang mau dicari?” jelas Ede.
Lebih lanjut, Ede mengatakan, kalaupun ada faktor performa selama kepemimpinan Jusuf Kalla yang menjadi penyebab perselisihan ini, misalnya jika misi utama PMI dianggap tidak tercapai. Hal itu seharusnya ada review atau pengulasan terkait kinerja dan faktor-faktor lain yang relevan.
“Seharusnya, lembaga negara itu barangkali juga melakukan review. Karena ini kan penting banget, ya. Ada review yang bisa dilakukan. Apakah itu Kemenko PMK, Kemenkes, Kemensos, BNPB, kalau memang berhubungan, ya, barangkali bersama-sama,” sarannya.
Di sisi lain, Ede juga menyoroti kemungkinan adanya daya tarik popularitas dan ketenaran yang melekat pada jabatan tersebut, sehingga memicu perebutan posisi.
“Ada potensi barangkali suatu hal yang bisa menarik perhatian, kemudian ada pihak lain yang memanfaatkan. (Faktor) itu yang tentu saja sangat disayangkan,” katanya.
Untuk itu, ia mengingatkan bahwa fenomena dualisme ini dapat merusak tata kelola PMI di seluruh Indonesia dan bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap organisasi tersebut.
“Ini lembaga yang walaupun non-pemerintah, itu mewakili representasinya negara, gitu. Jadi, kalau memang sudah seperti itu, ya, sudah. Ya, artinya legowo aja. Tapi kalau tujuannya nanti ada perubahan pengaturan, Undang-Undang Kepala PMI diubah boleh banyak, ya. Nggak usah ribut, bikin aja sendiri. Jadi, itu kan seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) jadinya,” jelas Ede.
Ke depan, Ede berharap masalah ini segera diselesaikan, dan kedua tokoh nasional yang berseteru dapat menjadi teladan bagi masyarakat. Ia menekankan pentingnya kebesaran hati semua pihak dalam menghadapi situasi ini.
“Kita ingin teladan ini barangkali menunjukkan kelegowoannya, keluasan, dan kejembaran hatinya. Atau Pak Jusuf Kalla juga suatu saat bisa mengatakan saya sudah (cukup menjabat sebagai ketum PMI), silakan diubah anggaran dasarnya (dan menentukan) seseorang hanya boleh sekian periode,” tuturnya.
Ede menambahkan bahwa PMI membutuhkan pemimpin yang tidak hanya berfokus pada pelayanan dalam negeri, tetapi juga mampu membawa organisasi ini dikenal secara global sebagai bagian dari diplomasi kesehatan yang bermanfaat.
“Kita juga sangat membutuhkan tokoh-tokoh yang bisa membawa kedamaian, bukan membuat perpecahan,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra mengaku cukup terkejut dengan adanya polemik dualisme kepemimpinan PMI antara Jusuf Kalla dan Agung Laksono.
Menurutnya, kisruh kepemimpinan di PMI ini menjadi fenomena baru. Apalagi sosok yang memperebutkan adalah tokoh besar.
"Palang Merah Indonesia ini adalah organisasi kemanusiaan. Dia non-pemerintah dan fokus pada upaya untuk menghimpun peran masyarakat dalam penyelamatan jiwa, terutama melalui donor darah. Sehingga menjadi tanda tanya juga ketika kita menemukan adanya figur yang juga ingin menjadi ketua.," ujar Hermawan kepada Liputan6.com, Jumat (13/12/2024).
Ia menilai kisruh dualisme di tubuh Palang Merah Indonesia kemungkinan tidak murni didasari oleh motif kemanusiaan. Ia menduga adanya intrik politik di balik perebutan posisi ketua PMI tersebut.
"Mungkin saja ada sesuatu yang berkaitan dengan intrik politik di balik itu. Tapi ini fenomena baru juga, karena PMI bukanlah organisasi politik atau profit,” imbuhnya.
“Rasanya perebutan kepemimpinan di PMI ini bukan karena bisnisnya menurut saya, tetapi lebih kepada profil dari figur yang ingin betul-betul tampil pada aspek kemanusiaan saja,” lanjutnya.
Untuk itu, ia tak memungkiri bahwa langkah-langkah yang diambil oleh beberapa tokoh untuk merebut kepemimpinan PMI masih kental dengan nuansa politik.
“Terlepas dari cara politik untuk merebut kepemimpinan itu, tetapi rasa-rasanya ada keinginan seolah-olah di luar partai politik atau jabatan politik menjadi juga figur sentral di PMI,” jelasnya.
Ia menyoroti bahwa PMI seharusnya tetap menjadi wadah murni kemanusiaan, terlepas dari ambisi figur-figur besar. Menurutnya, organisasi seperti PMI yang fokus pada penyelamatan jiwa, terutama melalui donor darah dan bantuan bencana, tidak seharusnya menjadi ajang pertarungan politik.
Hermawan menekankan bahwa profil tokoh besar di PMI seharusnya menjadi pendorong terciptanya jejaring lebih luas untuk kegiatan kemanusiaan. Ia berharap bahwa polemik yang terjadi tidak mengaburkan fokus utama PMI sebagai organisasi independen yang mengedepankan kepentingan masyarakat.
"Kehadiran tokoh-tokoh itu mestinya sumber daya jejaring sebesar-besarnya untuk kemanusiaan. Walaupun PMI itu punya sumber pendanaan yang saya jelaskan dari layanan, walaupun dari global, tetapi sesungguhnya tidak ada yang bisa digarap secara politik atau secara bisnis di PMI, melainkan betul-betul untuk membantu sisi kemanusiaan dan membantu negara justru. Dari perspektif non-pemerintah," pungkasnya.
SK Kemenkum Jadi Penentu
Adapun Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai bahwa munculnya dualisme kepemimpinan di Palang Merah Indonesia (PMI) mengundang banyak tanda tanya. Pasalnya, selama ini PMI dikenal sebagai organisasi yang tenang dan minim gejolak.
"PMI selama ini adem, nyaris tanpa kegaduhan, tanpa gejolak, dan tanpa hiruk-pikuk. Tapi tiba-tiba muncul kubu lain di luar Jusuf Kalla, yang saya kira memunculkan banyak pertanyaan," ujar Adi Prayitno kepada Liputan6.com, Jumat (13/12/2024).
Ia menyayangkan terjadinya dualisme ini, namun menurutnya kedua kubu harus tetap bersaing untuk membuktikan siapa yang lebih legitimate, sah, dan absah dalam memimpin organisasi.
“Ya tentu keduanya saling klaim siapa yang paling legitimate, siapa yang paling sah, dan siapa yang paling absah gitu,” tuturnya.
Menurut Adi, penentuan legitimasi dalam dualisme kepemimpinan PMI kemungkinan besar akan bergantung pada keputusan dari Kementerian Hukum (Kemenkum).
“Tentu ke depan, penentu siapa yang paling legitimate adalah SK Kemenkum,” tutup Adi.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Idrus Marham turut menyoroti dualisme Palang Merah Indonesia (PMI) yang melibatkan perseteruan antara Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla alias JK dan Agung Laksono. Keduanya dinilai tidak menjadi contoh yang baik.
“Jadi ini kan mantan-mantan Ketua Umum seperti itu. Tau lah yang baik. Ya pasti ada nilai-nilai Partai Golkar,” tutur Idrus di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis 12 Desember 2024.
Idrus mengulas, nilai-nilai dari Partai Golkar antara lain adalah solidaritas sosial, kebersamaan, distribusi posisi dan pesan, serta yang lain sebagainya.
“Dan karena itu kalau ada hal-hal seperti itu dalam sebuah lini yang begitu, tetapi catatan kami sebagai generasi berikutnya adalah berikanlah contoh yang baik kepada generasi ini. Ya berikan contoh yang baik,” jelas dia.
“Nah apakah itu contoh yang baik? Menurut kami itu adalah contoh yang tidak baik. Yang tidak boleh kita contoh. Karena itu tidak mencerminkan nilai-nilai Partai Gorkar,” sambungnya.
Sesama kader Partai Golkar, Idrus menilai Jusuf Kalla dan Agung Laksono mesti sedari awal membangun pembicaraan dengan baik.
“Ya jangan terjadi seperti itu dan apalagi terjadi tuntut-menuntut sampai kepada hukum. Sekali lagi, cara-cara seperti ini tidak mencerminkan nilai-nilai Partai Golkar dan tidak patut dicontoh oleh generasi-generasi pelanjut Partai Golkar,” Idrus menandaskan.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, memilih untuk tidak memberikan komentar terkait kisruh dualisme kepemimpinan Palang Merah Indonesia (PMI) yang melibatkan dua tokoh senior Partai Golkar, Jusuf Kalla dan Agung Laksono.
"No comment," ujar Bahlil singkat usai memberikan pidato dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Anggota DPR RI dan DPRD Fraksi Partai Golkar (FPG) periode 2024-2029 di Jakarta pada Rabu, 11 Desember 2024.
Advertisement
Agung Laksono Siap Duduk Bareng JK soal Dualisme PMI
Politikus senior Partai Golkar, Agung Laksono, mengaku siap untuk duduk bersama dengan Jusuf Kalla (JK) untuk membicarakan masalah dualisme kepemimpinan di Palang Merah Indonesia (PMI).
Agung juga siap menjadwalkan waktu kapan saja bertemu dengan JK yang merupakan koleganya di Partai Golkar.
"Kalau saya anytime (bertemu JK)," kata Agung Laksono ditemui usai acara HUT ke-60 Partai Golkar, SICC Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis 12 Desember 2024.
Meski begitu, mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat itu mengaku belum sempat bertemu Jusuf Kalla dalam kesempatan acara puncak perayaan HUT ke-60 Golkar. "Protokolernya ada kan," ujar eks ketua umum Partai Golkar ini.
"Belum (bertemu sampai saat ini bersama JK)," sambungnya.
Lebih lanjut, Agung Laksono menegaskan masih tidak mau mengalah dengan JK soal urusan kursi ketua umum PMI. Menurutnya, JK sudah tiga kali berturut-turut menjadi ketua umum PMI, sehingga tidak seharusnya maju lagi.
"Ya kalau menurut saya, lebih baik adalah, kan Pak JK sudah 3 periode ngapain jadi masuk ke 4," kata Agung.
Maka, Agung Laksono menilai sangat wajar jika dirinya meminta ada perubahan kepemimpinan di tubuh PMI. "Saya kira wajar lah, ada perubahan," ujar Agung.
Di sisi lain, ia menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah apakah mau menerima hasil munas tandingan yang menghasilkan dirinya menjadi ketua umum PMI, atau munas yang memilih JK.
"Saya serahkan pada pemerintah. Karena kewajiban kami sudah selesai. Jadi acara munaslub itu harus melaporkan dulu seluruh proses kejadian, seluruh jadwal dan acara rumah tangganya sudah sesuai atau tidak. Kan nanti dinilai oleh pemerintah. Saya yakin sih secepatnya," kata Agung Laksono.
Munas Tandingan Agung Laksono Ilegal
Sementara itu, Mantan Sekretaris Jenderal PMI, Sudirman Said mengatakan, munas tandingan PMI versi Agung Laksono telah mengabaikan tujuh prinsip gerakan kepalangmerahan internasional, yakni kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kesukarelaan, kemandirian, mesatuan, dan kesemestaan.
"Aturan dan kesepakatan di dalam gerakan kepalangmerahan, di setiap negara hanya mengenal satu organisasi kepalangmerahan. Setiap negara bisa memilih apakah Palang Merah, atau Bulan Sabit Merah," kata Sudirman dalam keterangan tertulis, Senin 9 Desember 2024.
Dia menjelaskan, Indonesia telah memilih bentuk Palang Merah, dan telah diformalkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018. Dengan demikian, munas tandingan versi Agung Laksono merupakan tindakan melanggar hukum.
"Dengan demikian, setiap ada inisiatif untuk membentuk organisasi atau mekanisme dan kepengurusan tandingan, dapat dikategorikan sebagai tindakan ilegal," ungkapnya.
Ketua Institut Harkat Negeri ini berujar, prinsip kesatuan dalam palang merah mengandung makna bahwa di setiap negara hanya ada satu organisasi kepalangmerahan.
Organisasi ini harus terbuka dan dapar melayani seluruh masyarakat di wilayah negara tersebut.
"Dengan demikian bila ada pihak yang membentuk kepengurusan tandingan, apalagi melalui proses yang tidak punya landasan hukum, itu maknanya mereka tidak memahami tujuh prinsip gerakan kepalangmerahan," ucap Sudirman.
Menurutnya, gerakan kepalangmerahan merupakan gerakan universal di seluruh dunia. Oleh sebab itu, sebagai bangsa yang beradab, Sudirman menyayangkan kejadian semacam munas tandingan terjadi di tubuh PMI.
"Bila kejadian seperti munas tandingan dibiarkan, kita akan dipermalukan di mata dunia," kata dia.
Respons Pemerintah soal Kisruh Dualisme PMI
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan siap memediasi kubu Jusuf Kalla alias JK dan Agung Laksono terkait kisruh dualisme Palang Merah Indonesia (PMI). Sejauh ini, dia mengaku belum menerima Surat Keputusan (SK) terkait kepengurusan ataupun Ketua Umum (Ketum) periode 2024-2029.
“Sampai hari ini saya belum terima ya. Dua-duanya terkait dengan kepengurusan PMI,” tutur Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa 10 Desember 2024.
“Namun demikian, tentu kami akan memverifikasi kalau memang permohonan itu sudah ada. Dari sisi AD/ART-nya, prosedur pelaksanaannya, kami akan teliti secermat mungkin terkait pengesahan,” sambungnya.
Menurut Andi, kisruh dualisme organisasi apapun akan dijembatani oleh Kementerian Hukum lewat mediasi, termasuk urusan PMI.
“Semua yang kami lakukan di Kementerian Hukum sebelum ambil keputusan terkait dualisme kepengurusan, terutama terkait perkumpulan, badan usaha, dan organisasi profesi, semua dilakukan dengan proses mediasi,” jelas dia.
Yang pasti, lanjutnya, Kementerian Hukum masih menunggu surat permohonan dari PMI terkait SK kepengurusan.
“Permohonannya sampai hari ini saya belum terima,” Andi menandaskan.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan tidak akan ikut campur dalam urusan internal Palang Merah Indonesia (PMI). Pernyataan ini sekaligus membantah tudingan bahwa ia mendukung kubu Agung Laksono dalam konflik kepemimpinan PMI.
"Tidak ikut campur urusan organisasi di luar Kemenkes," ujar Menkes Budi di Istana Kepresidenan pada Selasa, 10 Desember 2024.
Budi memaparkan bahwa PMI adalah mitra kerja Kemenkes. Organisasi tersebut punya aturan organisasi sendiri yang harus dihargai dalam setiap pengambilan keputusan internal organisasi.
"Nggak ada. PMI itu adalah mitra kerja Kemenkes dan punya aturan organisasi sendiri yang kita hargai," katanya menepis tudingan tersebut.
Budi menjelaskan juga bahwa pemilihan Ketua Umum PMI adalah hak organisasi tersebut, bukan Kementerian Kesehatan.
"Kita menyerahkan itu kepada PMI. Yang milih juga bukan menteri, yang milih adalah ketua-ketua wilayah PMI," tambahnya mengutip Antara.
Advertisement
5 Fakta Terkait Kisruh Dualisme Ketua Umum PMI JK dan Agung Laksono
Berikut sederet fakta terkait kisruh Jusuf Kalla (JK) dan Agung Laksono yang sama-sama mengklaim sebagai Ketua Umum PMI dihimpun Tim News Liputan6.com:
1. Jusuf Kalla Terpilih Kembali Jadi Ketua Umum PMI Periode 2024-2029
Jusuf Kalla atau JK kembali ditetapkan sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) periode 2024-2029. Penetapan tersebut melalui mekanisme aklamasi dalam Musyawarah Nasional (Munas) XXII PMI yang digelar pada 8-9 Desember 2024 di Jakarta.
Keputusan ini diumumkan dalam Sidang Pleno Kedua pada Minggu malam 8 Desember 2024, setelah laporan pertanggungjawaban Jusuf Kalla diterima secara bulat oleh mayoritas peserta Munas.
Pada sidang pleno ketiga yang digelar Senin pagi 9 Desember 2024, keputusan tersebut secara resmi disahkan. Momen penetapan ini ditandai dengan simbolis ketok palu, yang mengukuhkan Jusuf Kalla sebagai ketua umum PMI.
"Seluruh peserta Munas memutuskan Jusuf Kalla untuk kembali memimpin PMI pada periode 2024-2029," ujar Ketua Pimpinan Sidang Adang Rochjana.
Dalam pernyataannya setelah ditetapkan sebagai ketua umum PMI, Jusuf Kalla menyampaikan apresiasi kepada para peserta Munas.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta Munas yang mempercayakan saya untuk kembali memimpin PMI di periode 2024-2029," kata Jusuf Kalla, Senin 9 Desember 2024.
2. JK Laporkan Agung Laksono ke Polisi, Diduga Gegara Bikin PMI Tandingan
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) periode 2024-2029 Jusuf Kalla (JK) mengklaim telah melaporkan Agung Laksono ke polisi atas dugaan mendirikan PMI tandingan. JK menyebut, tindakan Agung Laksono tersebut ilegal dan melawan hukum.
"Itu ilegal dan pengkhianatan. Kita harus lawan karena dia buat bahaya untuk kemanusiaan," ujar JK ketika diwawancarai pada Senin 9 Desember 2024.
Wakil Presiden ke 10 dan 12 RI itu juga menegaskan, bahwa tindakan Agung Laksono tersebut sudah dilaporkan kepada pihak berwajib.
"Sudah dilaporkan ke polisi bahwa tindakan ilegal dan melawan hukum karena tidak boleh begitu," jelas JK.
3. Kritik Keras kepada Agung Laksono
Senada dengan Jusuf Kalla, Ketua Bidang Hubungan Internasional PMI periode 2019-2024 Hamid Awaluddin juga memberikan kritik keras terhadap tindakan Agung Laksono.
Hamid menjelaskan bahwa langkah pendirian PMI tandingan bertentangan dengan konstitusi organisasi.
"Begitu Pak Yusuf Kalla terpilih secara aklamasi, Saudara Agung Laksono membuat atau mendirikan PMI Tandingan. Secara konstitusi organisasi, ini adalah inkonstitusional. Kedua, apa yang ditunjukkan oleh Pak Agung Laksono cs, itu refleksi dari jiwa tidak kesatria," kata Hamid Awaluddin.
Hamid juga menjelaskan bahwa Agung Laksono sebelumnya maju sebagai bakal calon Ketum PMI, namun tidak memenuhi batas minimal dukungan sebesar 20 persen.
"Karena beliau maju dan dicalonkan oleh beberapa pengurus, tetapi tidak memenuhi batas minimal endorsement, yakni 20 persen, sementara beliau hanya dapat 6 persen. Sehingga persyaratan masuk ke arena kontestasi, beliau tidak penuhi. Itulah sebabnya Pak JK dinyatakan secara aklamasi terpilih," jelas Hamid.
4. Agung Laksono Gelar Munas Tandingan
Agung Laksono, mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat menggelar munas tandingan yang berlangsung bersamaan dengan Munas PMI versi JK.
Ia mengklaim mendapat dukungan lebih dari 20 persen anggota PMI, jumlah minimal yang disyaratkan untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum.
Pada Senin 9 Desember 2024, Agung menyerahkan laporan hasil munas versinya ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Ia menegaskan bahwa proses tersebut sesuai dengan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) PMI.
"Ini sudah kami serahkan kepada Kemenkumham. Dari situlah yang punya kewenangan, karena ada SK dari Kemenkumham," ungkap Agung.
Namun, klaim Agung dibantah keras oleh kubu JK, yang menyebut munas tandingan tersebut ilegal dan tidak sesuai prosedur organisasi.
5. Agung Laksono Beberkan Alasan Ingin Ambil Alih PMI dari Tangan JK
Politikus senior Partai Golkar Agung Laksono masih ogah mengalah dengan Jusuf Kalla (JK) soal urusan kursi ketua umum Palang Merah Indonesia (PMI).
Menurut Agung, JK sudah tiga kali berturut-turut menjadi ketua umum PMI, sehingga tidak seharusnya maju lagi.
"Ya kalau menurut saya, lebih baik adalah, kan Pak JK sudah 3 periode, ngapain jadi masuk ke 4," kata Agung ditemui usai menghadiri HUT ke-60 Partai Golkar di SICC Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis 12 Desember 2024.
Maka itu, mantan ketua umum Partai Golkar ini menilai sangat wajar jika dirinya meminta ada perubahan kepemimpinan di tubuh PMI.
"Saya kira wajarlah, ada perubahan," ujar Agung Laksono.
Di sisi lain, ia menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah apakah mau menerima hasil munas tandingan yaang menghasilkan dirinya sebagai ketua umum PMI atau munas yang memilih JK sebagai ketua umum.
"Saya serahkan pada pemerintah. Karena kewajiban kami sudah selesai. Jadi acara munaslub itu harus melaporkan dulu seluruh proses kejadian, seluruh jadwal dan acara rumah tangganya sudah sesuai atau tidak, kan nanti dinilai oleh pemerintah. Saya yakin sih secepatnya," ucap Agung.
Infografis 5 Peran Strategis PMI
Advertisement