Aturan Devisa Hasil Ekspor 100 Persen Wajib Tersimpan Setahun Berlaku 1 Maret 2025

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah akan segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 22 Jan 2025, 05:00 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2025, 05:00 WIB
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerima kunjungan dari Duta Besar Australia untuk RI, Y.M. Penny Williams, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2025. (Foto: ekon.go.id)
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: ekon.go.id)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah akan segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).

Melalui revisi tersebut, pemerintah menetapkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100 persen wajib disimpan di dalam negeri selama setahun. Aturan itu pun mulai berlaku pada 1 Maret 2025 mendatang.

"Terhadap kebijakan ini, pemerintah akan segera merevisi PP Nomor 36 dan akan diperlakukan per 1 Maret tahun ini," tutur Airlangga Hartarto di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Airlangga menyebut, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, dan bea cukai akan mempersiapkan sistem untuk penerapan DHE 100 persen disimpan di dalam negeri selama setahun ini.

"Dan oleh karena itu nanti kami akan juga memberikan sosialisasi kepada para stakeholder," jelas dia.

Aturan DHE itu berlaku untuk semua eksportir, termasuk BUMN. Penerapannya dimaksudkan agar dunia ekspor Indonesia sebanding dengan nefara lain yang sudah mewajibkan eksportir menyimpan DHE di dalam negeri.

"Ya tentu kita comparable dengan negara lain, apakah itu Malaysia atau Thailand," ungkapnya.

Pemerintah melalui Bank Indonesia sendiri menyiapkan berbagai intensif bagi eksportir yang menyimpan DHE 100 persen di dalam negeri, salah satunya pajak penghasilan 0 persen atas pendapatan bunga pada instrumen penempatan DHE.

"Kalau reguler biasanya kena pajak 20 persen, tetapi untuk DHE 0 persen," kata Airlangga.

Lebih lanjut, eksportir dapat memanfaatkan instrumen penempatan DHE sebagai agunan back to back kredit rupiah dari bank maupun Lembaga Pengelola Investasi (LPI), untuk kebutuhan rupiah di dalam negeri.

"Kemudian untuk foreign exchange swap antara bank dan BI, eksportir dapat meminta bank untuk mengalihkan valas DHE yang dimiliki eksportir menjadi swap jual BI dalam hal eksportir membutuhkan rupiah untuk kegiatan usaha di dalam negeri," Airlangga menandaskan.

 

Pengusaha Harap Revisi Kebijakan Devisa Hasil Ekspor Tak Memberatkan Eksportir

50 Bulan Beruntun, Neraca Perdagangan RI Surplus
Surplus yang didapat pada periode Juni 2024 berasal dari nilai transaksi ekspor yang mencapai 20,84 miliar dolar AS, serta impor sebesar 18,45 miliar dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Anggota Luar Biasa (ALB Asosiasi, Himpunan, Gabungan, dan Ikatan) menggelar FGD mengenai Rencana Perpanjangan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor. Hasil FGD ini menyimpulkan bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) perlu untuk direvisi. 

Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita, menjelaskan bahwa kebijakan DHE yang sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun perlu dievaluasi karena tidak efektif dalam implementasinya meskipun bertujuan baik untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar.

"Kami melihat bahwa PP No. 36 Tahun 2023 kurang efektif dalam tahapan implementasi jika tujuannya untuk memperkuat nilai tukar Rupiah," ujar Suryadi dalam keterangan tertulis, Rabu (15/1/2025).

Faktanya, setahun terakhir rupiah masih terus menghadapi pelemahan. Selain itu, sektor swasta juga terus menerus menghadapi tantangan terhadap arus kas operasional perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global.

"Terlebih lagi, tidak seluruh perusahaan juga dapat memperoleh kemudahan akan kredit perbankan domestik sehingga mencari pendanaan dari luar negeri," tambah Suryadi.

Suryadi lebih lanjut menjelaskan bahwa berbagai perusahaan yang turut terdampak oleh kewajiban yang terdapat dalam aturan PP No. 36 Tahun 2023 tentang DHE ini menghadapi banyak tantangan dalam mengatur operasional usaha dan kesehatan arus kas perusahaan.

Selain kewajiban DHE, perusahaan-perusahaan ini juga memiliki kewajiban dalam membayar pajak, royalti, serta beban usaha lainnya sehingga menekan margin keuntungan (margin of profitability).

Kadin Indonesia serta para asosiasi dunia usaha berharap agar revisi kebijakan dan aturan terkait DHE nantinya tidak memberatkan para eksportir, terlebih terdapat usulan untuk menaikan DHE dari 30% menjadi 50% atau 75% dalam 1 tahun, sehingga memberatkan arus kas perusahaan.

"Jika kebijakan ini terus dilakukan, kami melihat kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional akan menurun, dimana dampaknya ini juga dirasakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, kami berharap agar pemerintah mempertimbangkan pengecualian bagi eksportir yang telah memenuhi kewajiban pajak dan mengonversikan devisa ke dalam rupiah,” tambah Suryadi.

Infografis

Infografis Prabowo Bidik Pertumbuhan Ekonomi Tembus 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Prabowo Bidik Pertumbuhan Ekonomi Tembus 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya