Polisi Usut Dugaan Korupsi Proyek Modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI

Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes Pol Arief Adiharsa mengungkap adanya ketidakberesan pelaksanaan proyek pembangunan pabrik gula sejak awal.

oleh Ady Anugrahadi Diperbarui 20 Feb 2025, 15:29 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2025, 15:29 WIB
Ilustrasi Polisi Polri. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)
Gedung Mabes Polri. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri mulai bergerak mengusut dugaan korupsi proyek modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commisioning (EPCC) tahun 2016.

Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes Pol Arief Adiharsa mengungkap adanya ketidakberesan pelaksanaan proyek sejak awal.

Dia membeberkan, anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto Lumajang kurang dan tak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak sampai kontrak ditandatangani.

Kemudian Direktur Utama PTPN XI berinisial DP dan Direktur Perencanaan & Pengembangan Bisnis berinisial AT ternyata sebelum lelang sudah ‘kongkalikong’ dengan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam biar menang tender sebagai penyedia untuk proyek pekerjaan konstruksi terintegrasi EPCC pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto Lumajang PTPN XI tahun 2016.

Dia mengatakan, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT meminta panitia lelang untuk membuka lelang sedangkan HPS masih di-riview oleh tim konsultan PMC.

"Panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya 1 PT WIKA yang memenuhi syarat. Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri," katanya dalam keterangannya tertulis, Kamis (20/2/2025).

Dia menyebut, kontrak pun diobok-obok, dan tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat/RKS dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan juga pembayaran letter of credit atau LC ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement yang menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses GCG.

Kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera dikontrak karena kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai dengan Maret 2017.

"Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar," ucapnya.

Proyek Mangkrak

Atas penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya akhirnya berimplikasi mengakibatkan proyek sampai saat ini mangkrak dan uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.

"Penyidik pun sudah mengirimkan surat ke BPK untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka," katanya.

Proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commisioning (EPCC) tahun 2016 sudah direncanakan di tahun 2014. Proyek ini sebagai tindak lanjut program strategis BUMN didanai oleh PMN yang dialokasikan pada APBN-P tahun 2015. Nilai kontrak proyek pengadaan tersebut sebesar Rp 871 miliar.

Di mana berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan adanya perbuatan melawan hukum pada proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan maupun pembayaran yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga mengakibatkan proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara.

Infografis Korupsi Kepala Daerah Terus Berulang
Infografis Korupsi Kepala Daerah Terus Berulang. (Liputan6.com/Triyasni)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya