Liputan6.com, Jakarta - Hakim non aktif PN Surabaya, Erintuah Damanik mengaku sempat ingin bunuh diri ketika dia mengakui dirinya terlibat dalam suap kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Hal itu diakui dirinya lantaran terlibat kasus suap suap tiga hakim PN Surabaya.
Pengakuan Erintuah ini diungkapkan saat menjadi saksi untuk terdakwa lainnya Heru Hanindyo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).
Baca Juga
"Apa yang mendorong saudara untuk mengakui semua perbuatan saudara saat itu?" tanya JPU.
Advertisement
"Jadi sebagaimana yang diterangkan oleh Pak Heru, saya pernah mau bunuh diri Pak. Saya mau bunuh diri akhirnya kemudian nggak jadi, terus saya baca Alkitab Pak. Kebetulan saya Nasrani," ujar Erintuah.
Erintuah menceritakan dirinya sempat merenung setelah dirinya menerima suap dan akhirnya tersadar bahwa hal itu adalah perbuatan tercela serta bakal berdampak pada keluarganya.
"Daripada menyembunyikan sesuatu yang busuk tetapi nanti berdampak kepada anak-anak dan istri saya, karena dalam Alkitab saya dikatakan bahwa itu adalah kutuk pak. 'Hentikan kutuk ini sampai di sini, jangan sampai ke anak anak, cucu saya'," ucapnya.
Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur Sempat Ingin Tidak Mau Mengaku Terima Suap
Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik menceritakan rekannya, Heru Hanindyo sempat mengajak untuk melakukan perlawanan ketika mereka ditangkap penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait suap vonis bebas Ronald Tannur. Percakapan antarkeduanya saat berada di ruang tahanan yang sama.
Hal itu diungkapkan Erintuah yang hadir sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Heru Hanindyo pada sidang lanjutan perkara suap vonis bebas Ronald Tannur oleh tiga hakim PN Surabaya di PN Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).
"Apa pembicaraan pada waktu itu terhadap penangkapan ini? Apakah mau mengakui terus terang atau bagaimana?" tanya Jaksa Kejagung.
"Jadi waktu itu Heru menyatakan fight bang ya, fight, fight, dia bilang. Pokoknya jangan mengaku atau nanti kita ngajukan praperadilan karena penangkapan ini tidak sah, karena ini bukan OTT, gitu," cerita Erintuah.
"Terus terhadap penerimaan uang? terdakwa Heru ada menyampaikan?" cecar Jaksa.
"Ya itu, namanya fight pak, fight, jangan mengaku," kata Erintuah.
Setelahnya Hakim Mangapul juga ikut ditangkap dan berbincang dengan Erintuah. Keduanya membahas soal nasib setelah harus berurusan dengan aparat penegak hukum karena terlibat kasus rasuah.
Hanya saja Erintuah mengaku sudah pasrah dan bakal mengakui perbuatannya kepada penyidik Jaksa Kejagung.
"Saya bilang, kebetulan kalau saya sama dia pak, kebetulan dia marga ibu saya, saya bilang, 'le, terserah kalau kau mau ngaku apa tidak silakan, tapi aku akan mengaku karena itu hasil kontemplasi saya dan ini ayat ayat yang saya'. Saya tujukan pak ayat ayat waktu itu, ini ayat ayat nya hasil kontemplasi saya dan saya harus mengaku, saya bilang. Baru kemudian dia ngaku, baru kemudian Mangapul ngaku," pungkas dia.
Advertisement
Ibu Ronald Tannur Akui Bayar Fee Rp 1,5 Miliar ke Pengacara
Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, membantah pernah memberikan suap kepada tiga majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk memvonis bebas anaknya, Gregorius Ronald Tannur. Hal ini diungkapkannya dalam sidang lanjutan suap vonis bebas Ronald Tannur oleh tiga hakim PN Surabaya di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (18/2/2025).
Meirizka awalnya menyatakan adanya fee untuk Lisa Rachmat, yang pada saat itu menjadi kuasa hukum anaknya. Fee tersebut senilai Rp 1,5 miliar.
"Saudara saksi dijelaskan pada pertemuan pertama di kantor bu Lisa bahwa feenya Rp 1,5 miliar?" tanya penasihat hukum Heru Hanindyo di ruang sidang.
"Iya", jawab Meirizka.
Meirizka mengaku uang fee tersebut pada akhirnya dipakai untuk kepengusuran perkara anaknya oleh Lisa. Kepada Meirizka, Lisa mengatakan uang tersebut digunakan untuk membayar pegawai di kantor hukum yang digunakan untuk membela sang anak.
Uang Rp 1,5 Miliar Diberikan Secara Bertahap
Tim kuasa hukum Heru kemudian menanyakan kepada Ibu Ronald Tannur tentang perbedaan pengakuan antara apa yang dijelaskan dengan apa yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Pertanyaannya di BAP itu di chat-chat ibu dijelaskan bahwa bu Lisa itu menyampaikan 'aku enggak ambil fee ini semua buat operasional'. Nah satu sisi ibu menerangkan pertemuan itu dia minta fee,” tanya tim hukum Heru Hanindyo.
“Nah yang mana yang benar? Karena ini bertentangan antara chat Bu Lisa bahwa saya enggak minta fee serupiah pun sama hasil pertemuan ibu?" lanjut tanya.
"Bu Lisa itu dia memang untuk secara pribadi untuk dia, dia enggak minta (fee) karena dia sudah anggap Ronald anaknya dia. Jadi dia tetap minta uangnya (hanya) untuk anak buah atau timnya yang bekerja," jawab Meirizka.
Uang Rp1,5 miliar itu kemudian dibayar kepada Lisa secara bertahap sebanyak empat kali dengan ketentuan tiga kali pembayaran sebelum putusan dan pelunasan pada usai sidang vonis Ronald Tannur.
"Pernah kasih uang cash Rp 2 miliar ke Pak Heru?" tanya kuasa hukum.
Meirizka kemudian menegaskan sama sekali tidak pernah memberikan uang kepada Hakim PN Surabaya, termasuk kepada Heru Hanindyo.
"Ndak Pernah," jawab ibu Ronald Tannur.
"Atau (lewat) bu Lisa?" kata penasihat hukum mendalami.
"Ndak pernah," jawab Meirizka
"Di chat-chat itu atau selama pertemuan ibu, pernah menyebut nama Heru?", cecar penasihat hukum.
"Tidak," jawab ibu Ronald Tannur.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com
Advertisement
