Liputan6.com, Jakarta: Berhasil mempertahankan prestasi memang menjadi kebanggaan tersendiri. Apalagi bisa mempertahankan medali emas dalam Olimpiade Fisika tingkat Dunia. Itulah yang dicapai Widagdo Setiawan dalam kejuaraan di Taiwan, baru-baru ini. "Bangga karena di saat terakhir mengikuti lomba, saya masih bisa mempertahankan emas," kata Widagdo ketika berbincang-bincang dengan reporter Bayu Sutiyono di Studio SCTV Jakarta, Selasa (12/8) pagi. Ungkapan serupa juga disampaikan orangtua Widagdo, Dharma Setiawan dan Lisa Anggraeni yang turut hadir di studio.
Prestasi serupa juga diraih Widagdo pada Olimpiade di Bali, setahun silam. Memang Olimpiade kali ini adalah yang terakhir bagi Widagdo karena tahun depan, dia bakal melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sedangkan syarat untuk menjadi peserta Olimpiade Fisika adalah siswa sekolah menengah umum.
Ketika ditanya perolehan medali yang berkurang, Widagdo mengakui hasil di Taiwan meleset dari target yang ditentukan, yakni tiga emas. Tapi jumlah penghargaan memang lebih sedikit. Pada lomba di Taiwan, panitia hanya menyediakan 20 medali emas, berbeda dengan 42 emas yang diperebutkan di Bali. "Lagipula tingkat kesulitan soal jauh lebih sulit," kata Widagdo yang akan kuliah di MIT, universitas di Amerika Serikat dengan fasilitas bea siswa ini.
Sebelum mengikuti kejuaraan tersebut, Widagdo dan keempat rekannya dikumpulkan dalam sebuah tempat pelatihan di Tangerang, Banten, sejak September setahun silam. Di sana, mereka digembleng dengan pelajaran wajib yakni fisika selama delapan jam setiap harinya. Bagi para pelajar SMU, Widagdo memberikan tips agar mudah mempelajari Fisika. "Intinya jangan terlalu banyak menghafal rumus. Tapi utamakan mengerti konsepnya. Nanti rumus keluar sendiri," saran Widagdo.
Prestasi Widagdo jelas membanggakan bagi Dharma dan Lisa. Mereka sangat mendukung segala usaha anaknya, termasuk ketika harus berpisah karena Widagdo dikarantina di Tangerang. Dharma dengan senantiasa memberi berbagai buku yang diperlukan. Yang paling penting, suami istri ini bisa memahami kesenangan Widagdo. Menurut Lisa, kepintaran yang diterima Widagdo tak lepas dari kesukaan suaminya yang memang juga jebolan Fisika.(DEN)
Prestasi serupa juga diraih Widagdo pada Olimpiade di Bali, setahun silam. Memang Olimpiade kali ini adalah yang terakhir bagi Widagdo karena tahun depan, dia bakal melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sedangkan syarat untuk menjadi peserta Olimpiade Fisika adalah siswa sekolah menengah umum.
Ketika ditanya perolehan medali yang berkurang, Widagdo mengakui hasil di Taiwan meleset dari target yang ditentukan, yakni tiga emas. Tapi jumlah penghargaan memang lebih sedikit. Pada lomba di Taiwan, panitia hanya menyediakan 20 medali emas, berbeda dengan 42 emas yang diperebutkan di Bali. "Lagipula tingkat kesulitan soal jauh lebih sulit," kata Widagdo yang akan kuliah di MIT, universitas di Amerika Serikat dengan fasilitas bea siswa ini.
Sebelum mengikuti kejuaraan tersebut, Widagdo dan keempat rekannya dikumpulkan dalam sebuah tempat pelatihan di Tangerang, Banten, sejak September setahun silam. Di sana, mereka digembleng dengan pelajaran wajib yakni fisika selama delapan jam setiap harinya. Bagi para pelajar SMU, Widagdo memberikan tips agar mudah mempelajari Fisika. "Intinya jangan terlalu banyak menghafal rumus. Tapi utamakan mengerti konsepnya. Nanti rumus keluar sendiri," saran Widagdo.
Prestasi Widagdo jelas membanggakan bagi Dharma dan Lisa. Mereka sangat mendukung segala usaha anaknya, termasuk ketika harus berpisah karena Widagdo dikarantina di Tangerang. Dharma dengan senantiasa memberi berbagai buku yang diperlukan. Yang paling penting, suami istri ini bisa memahami kesenangan Widagdo. Menurut Lisa, kepintaran yang diterima Widagdo tak lepas dari kesukaan suaminya yang memang juga jebolan Fisika.(DEN)