Danau Toba Terkikis, Peraih Kalpataru Kembalikan Piala ke SBY

"Penghargaan-penghargaan yang kami terima tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi akibat kebijak keliru pemerintah."

oleh Edward Panggabean diperbarui 02 Sep 2013, 04:00 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2013, 04:00 WIB
penggiat-toba-130902a2.jpg
Tiga pegiat lingkungan Danau Toba asal Sumatera Utara yang meraih Kalpataru dan Wana Lestari Berencana akan mengembalikan penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Ketiga pegiat itu yaitu Marandus Sirait, Wilmar Eliaser Simanjorang dan Hasoloan Manik.

Ketiganya akan mengembalikan penghargaan itu karena pemerintah di berbagai tingkatan tidak memberikan dukungan lebih lanjut untuk pelestarian alam, salah satunya hutan yang berada di wilayah Samosir dan Toba Samosir yang telah berkurang, menyusul beroprasinya kembali perusahaan bubur kertas yang membutuhkan kayu dari alam di wilayah Danau Toba tersebut.

"Penghargaan-penghargaan yang kami terima tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi akibat kebijak keliru pemerintah. Atas dasar itulah kami akan kembalikan pada hari Selasa 3 September 2013 ke Istana," kata Hasoloan Manik di Kantor Walhi, Jakarta, Minggu (1/9/2013).

Sementara mantan Bupati Samosir Wilmar Simanjorang mengaku, sejak 7 tahun silam berbagai perusahaan mengajukan permohonan Izin Pemanpaatan Kayu (IPK) kepadanya, namun ditolak, lantaran dirinya mengerti manfaat kelestarian lingkungan.

"Saya tahu bahwa hutan semakin menipis. Kondisi ekosistem Danau Toba mengalami kerusakan dalam taraf cukup serius. Itu terlihat dari luas tutupan hutan yang terus berkurang dan kualitas air danau yang telah tercemar," ujar Wilmar.

Dia mengaku permaslahan itu pun sudah disampaikannya kepada pejabat setempat dari Bupati hingga Presiden, bahkan para lembaga penegak hukum Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.

"Kami sudah adukan maslah ini ke Bupati, Presiden SBY, Kementerian LH, Kemenhut, Gubernur Sumut, Kejagung, Mabes Polri, Kapolres Samosir. Menteri LH bilang hentikan itu (penebangan hutan) tapi cuma omong doang," ujar peraih Kalpataru dan Wanalestari itu.

Dia menjelaskan seharusnya dengan Danau Toba telah ditetapkan sebagai kawasan tujuan wisata dan kawasan strategi nasional harus dijaga fungsu kelestariannya. "Kegiatan yang bersifat merusak seperti penebangan hutan harus dihentikan, termasuk pemberian ijin kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan pengerusakan lingkungan," terang dia.

Sementara Marandus Sirait mengungkapkan hutan Telle yang berada di pinggiran Danau Toba, sudah tersisa 800 hektar, padahal hutan itu sangat berharga bagi masyarakat setempat. "Jangan dibandingkan hutan di wilayah Toba dengan Kalimantan. Kami sangat menyesalkan pemberian IPK kepada perusahaan oleh Dinas Kehutanan dan Bupati setempat. Kami harapkan Bupati segera mencabut ijin tersebut," ungkap Marandus.

Menanggapi aduan itu, perwakilan Walhi, Mukri Friatna mengatakan pihaknya mendukung langkah masyarakat dalam menyelamatkan ekosistem Danau Toba dan penyelamatan lingkungan lainnya diberbagai tempat di Indonesia. "Segala bentuk kegiatan yang bersifat merusak harus dihentikan," tegas Mukri. (Eks)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya