Dikabulkannya peninjauan kembali (PK) yang diajukan koruptor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sudjiono Timan oleh Mahkamah Agung (MA) menuai kritik karena terdapat kejanggalan. Salah satu kejanggalan adalah soal status ahli waris Sudjiono, yakni istrinya yang mengajukan PK tersebut.
Istri Sudjiono dianggap bukan ahli waris, sebab suaminya yang buron itu belum meninggal dunia. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP, bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli waris jika terpidana sudah meninggal dunia.
Menanggapi hal itu, Ketua Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Alvon Kurnia Palma melihat, sebagai kuasa hukum Sudjiono, Hasdiawati yang mendampingi istri Sudjiono tak mungkin tidak mengetahui adanya ketentuan tersebut. Sehingga ada kesan Hasdiawati sengaja untuk meminta istri Sudjiono mengajukan PK.
"(Kuasa hukumnya) Sengaja, masa tidak tahu soal Pasal 263 ayat 2 KUHAP itu. Dia kan pengacara," kata Alvon dalam keterangan tertulis, Rabu (4/9/2013).
Jika melihat status Hasdiawati sebagai pengacara itu, Alvon menilai, maka ada sesuatu di balik pengajuan PK itu. "Motifnya mungkin untuk mengkaburkan posisi kasus untuk bisa diajukan PK," ujar dia.
Selain itu, menurut Alvon, ada kejanggalan lain dalam masalah ini. Salah satunya terkait majelis hakim PN Jakarta Selatan yang meneruskan PK Sudjiono ke MA.
"Sejak dari kasus ini diperiksa oleh hakim atau majelis hakim di PN Jaksel, apakah diperkenankan atau tidak? Kemudian saat berkas ini sudah dilimpahkan oleh PN ke MA terutama oleh Djoko Sarwoko dan diendapkan. Kemudian ini ditunjuk ketua tim hakim agung dan putusan. Itu keanehan-keanehan menurut saya," papar Alvon.
Sebelumnya, salah satu anggota majelis PK, Hakim Agung Sri Murwahyuni memberikan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan anggota majelis PK lainnya dalam putusan PK Sudjiono itu. Salah satu alasan Sri dissenting adalah soal status ahli waris istri Sudjiono.
Sebab dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP, bahwa yang bisa mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya jika terpidana itu sudah meninggal dunia.
Sebelumnya, MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan Sudjiono Timan. Padahal koruptor dana BLBI itu dalam tingkat kasasi oleh MA divonis 15 tahun penjara.
Sebagai informasi, Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Dalam perkara korupsi BLBI, Sudjiono dinilai telah merugikan Negara sebesar US$ 120 juta dan Rp 98,7 juta. (Mut/Ism)
Istri Sudjiono dianggap bukan ahli waris, sebab suaminya yang buron itu belum meninggal dunia. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP, bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli waris jika terpidana sudah meninggal dunia.
Menanggapi hal itu, Ketua Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Alvon Kurnia Palma melihat, sebagai kuasa hukum Sudjiono, Hasdiawati yang mendampingi istri Sudjiono tak mungkin tidak mengetahui adanya ketentuan tersebut. Sehingga ada kesan Hasdiawati sengaja untuk meminta istri Sudjiono mengajukan PK.
"(Kuasa hukumnya) Sengaja, masa tidak tahu soal Pasal 263 ayat 2 KUHAP itu. Dia kan pengacara," kata Alvon dalam keterangan tertulis, Rabu (4/9/2013).
Jika melihat status Hasdiawati sebagai pengacara itu, Alvon menilai, maka ada sesuatu di balik pengajuan PK itu. "Motifnya mungkin untuk mengkaburkan posisi kasus untuk bisa diajukan PK," ujar dia.
Selain itu, menurut Alvon, ada kejanggalan lain dalam masalah ini. Salah satunya terkait majelis hakim PN Jakarta Selatan yang meneruskan PK Sudjiono ke MA.
"Sejak dari kasus ini diperiksa oleh hakim atau majelis hakim di PN Jaksel, apakah diperkenankan atau tidak? Kemudian saat berkas ini sudah dilimpahkan oleh PN ke MA terutama oleh Djoko Sarwoko dan diendapkan. Kemudian ini ditunjuk ketua tim hakim agung dan putusan. Itu keanehan-keanehan menurut saya," papar Alvon.
Sebelumnya, salah satu anggota majelis PK, Hakim Agung Sri Murwahyuni memberikan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan anggota majelis PK lainnya dalam putusan PK Sudjiono itu. Salah satu alasan Sri dissenting adalah soal status ahli waris istri Sudjiono.
Sebab dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP, bahwa yang bisa mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya jika terpidana itu sudah meninggal dunia.
Sebelumnya, MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan Sudjiono Timan. Padahal koruptor dana BLBI itu dalam tingkat kasasi oleh MA divonis 15 tahun penjara.
Sebagai informasi, Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Dalam perkara korupsi BLBI, Sudjiono dinilai telah merugikan Negara sebesar US$ 120 juta dan Rp 98,7 juta. (Mut/Ism)