Pemilik akun twitter @benhan, Benny Handoko, didakwa mencemarkan nama baik politisi Golkar M Misbakhun melalui jejaring sosial. Benhan pun terancam pidana maksimal 6 tahun penjara.
"Terdakwa telah menyebar informasi atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan," kata Jaksa Fahmi Iskandar saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2013).
Jaksa Fahmi menyatakan peristiwa berawal pada Sabtu 8 Desember 2012 pukul 02.55 WIB. Saat itu Benny Handoko berkicau menanggapi isu yang beredar di tanah twitter terkait Misbakhun yang dipojokkan salah satu media karena dianggap membongkar korupsi bailout Bank Century.
"Dan seterusnya ditanggapi oleh @ovili: @benhan @Triomacan 2000 'koreksi can, Sri itu bukan korupsi tapi Merampok seperti Garong sejenisnya," ucap jaksa dalam dakwaan setebal 3 halaman.
Atas kicauan itu, Benny melalui akun @benhan menganggap kicauan itu tak lucu dan ironis. Benhan kemudian menulis tweet tentang Misbakhun sebagai tanggapan atas kronologi peristiwa itu, dalam tulisan yang terdakwa buat pada akun twitter-nya. "Kok bikin lawakan ga bisa lebih lucu lagi. Misbakhun kan termasuk yang ikut 'ngrampok' Bank Century...aya aya wae..."
Tak berhenti di situ, Benny kembali meneruskan kicauannya di twitter dengan kalimat lain. Ia juga menyebut Misbakhun adalah pemilik akun anonim penyebar fitnah dan pernah menjadi PNS di Ditjen Pajak di era paling korup.
JPU menuturkan, saat berkicau soal Misbakhun itu akun @benhan memiliki 46 ribu follower. Selanjutnya, salah satu follower Benny berakun @ovili meneruskan (mention, red) kicauan @benhan ke akun twitter @misbakhun milik Misbakhun.
"Selanjutnya saksi korban, Muhammad Misbakhun, meminta klarifikasi melalui twitter kepada terdakwa (Benny, red)," ucap Fahmi.
Sebenarnya, lanjut Jaksa Fahmi, Misbakhun sudah meminta Benny meminta maaf sehingga urusan tak perlu diperpanjang. Namun, lanjut Fahmi, permintaan klarifikasi itu tak ditanggapi Benny. Bahkan pria kelahiran 8 Maret 1979 itu malah menyamakan rampok dengan garong dan sejenisnya.
"Terdakwa tak mau meminta maaf dan terus menghina saksi korban (Misbakhun, red)," ujar Fahmi. "Sementara saksi korban (Misbakhun, red) dalam putusan peninjauan kembali di Mahkamah Agung, Juli 2012, dinyatakan tidak terbukti memalsukan dokumen letter of credit Bank Century sebagaimana dakwaan."
Karena ulah Benny itu Misbakhun merasa difitnah dan dipojokkan. Selanjutnya, mantan anggota DPR dari Fraksi PKS itu pada 10 Desember 2012 melaporkan Benny ke Polda Metro Jaya.
Pada persidangan yang dipimpin hakim Suprapto itu, JPU menjerat Benny dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukumannya adalah enam tahun penjara.
Menanggapi surat dakwaan itu, Benny awalnya mengaku tak paham. Ketua majelis pun meminta JPU menjelaskan isi dakwaan hingga akhirnya Benny mengaku paham. "Saya paham, Yang Mulia," ucap Benny dari kursi pesakitannya.
Dalam kesempatan itu, Benny didampingi empat pengacara akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada persidangan selanjutnya pekan depan. Alasannya, karena ancaman hukuman di UU ITE itu bertentangan dengan ancaman hukuman di KUHP yang maksimal hanya 14 bulan penjara.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Suprapto mengingatkan Benny untuk bersikap kooperatif dan hadir tepat waktu pada persidangan selanjutnya pada Rabu 9 Oktober pekan depan. "Karena tidak ditahan, terdakwa (Benny, red) tolong yang kooperatif," pungkas hakim Suprapto sebelum sidang ditutup. (Ary/Ism)
"Terdakwa telah menyebar informasi atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan," kata Jaksa Fahmi Iskandar saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2013).
Jaksa Fahmi menyatakan peristiwa berawal pada Sabtu 8 Desember 2012 pukul 02.55 WIB. Saat itu Benny Handoko berkicau menanggapi isu yang beredar di tanah twitter terkait Misbakhun yang dipojokkan salah satu media karena dianggap membongkar korupsi bailout Bank Century.
"Dan seterusnya ditanggapi oleh @ovili: @benhan @Triomacan 2000 'koreksi can, Sri itu bukan korupsi tapi Merampok seperti Garong sejenisnya," ucap jaksa dalam dakwaan setebal 3 halaman.
Atas kicauan itu, Benny melalui akun @benhan menganggap kicauan itu tak lucu dan ironis. Benhan kemudian menulis tweet tentang Misbakhun sebagai tanggapan atas kronologi peristiwa itu, dalam tulisan yang terdakwa buat pada akun twitter-nya. "Kok bikin lawakan ga bisa lebih lucu lagi. Misbakhun kan termasuk yang ikut 'ngrampok' Bank Century...aya aya wae..."
Tak berhenti di situ, Benny kembali meneruskan kicauannya di twitter dengan kalimat lain. Ia juga menyebut Misbakhun adalah pemilik akun anonim penyebar fitnah dan pernah menjadi PNS di Ditjen Pajak di era paling korup.
JPU menuturkan, saat berkicau soal Misbakhun itu akun @benhan memiliki 46 ribu follower. Selanjutnya, salah satu follower Benny berakun @ovili meneruskan (mention, red) kicauan @benhan ke akun twitter @misbakhun milik Misbakhun.
"Selanjutnya saksi korban, Muhammad Misbakhun, meminta klarifikasi melalui twitter kepada terdakwa (Benny, red)," ucap Fahmi.
Sebenarnya, lanjut Jaksa Fahmi, Misbakhun sudah meminta Benny meminta maaf sehingga urusan tak perlu diperpanjang. Namun, lanjut Fahmi, permintaan klarifikasi itu tak ditanggapi Benny. Bahkan pria kelahiran 8 Maret 1979 itu malah menyamakan rampok dengan garong dan sejenisnya.
"Terdakwa tak mau meminta maaf dan terus menghina saksi korban (Misbakhun, red)," ujar Fahmi. "Sementara saksi korban (Misbakhun, red) dalam putusan peninjauan kembali di Mahkamah Agung, Juli 2012, dinyatakan tidak terbukti memalsukan dokumen letter of credit Bank Century sebagaimana dakwaan."
Karena ulah Benny itu Misbakhun merasa difitnah dan dipojokkan. Selanjutnya, mantan anggota DPR dari Fraksi PKS itu pada 10 Desember 2012 melaporkan Benny ke Polda Metro Jaya.
Pada persidangan yang dipimpin hakim Suprapto itu, JPU menjerat Benny dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukumannya adalah enam tahun penjara.
Menanggapi surat dakwaan itu, Benny awalnya mengaku tak paham. Ketua majelis pun meminta JPU menjelaskan isi dakwaan hingga akhirnya Benny mengaku paham. "Saya paham, Yang Mulia," ucap Benny dari kursi pesakitannya.
Dalam kesempatan itu, Benny didampingi empat pengacara akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada persidangan selanjutnya pekan depan. Alasannya, karena ancaman hukuman di UU ITE itu bertentangan dengan ancaman hukuman di KUHP yang maksimal hanya 14 bulan penjara.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Suprapto mengingatkan Benny untuk bersikap kooperatif dan hadir tepat waktu pada persidangan selanjutnya pada Rabu 9 Oktober pekan depan. "Karena tidak ditahan, terdakwa (Benny, red) tolong yang kooperatif," pungkas hakim Suprapto sebelum sidang ditutup. (Ary/Ism)