Pegawai Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat, Pargono Riyadi dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Selain penjara, penyidik pajak yang sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu didenda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara.
Majelis hakim menyatakan Pargono terbukti bersalah memeras pengusaha Asep Yusuf Hendra Permana sebesar Rp 600 juta.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Aswijon Sata membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2013).
Ia menjelaskan upaya pemerasan itu terjadi ketika Pargono memanggil Asep Hendra terkait masalah pajak PT Prama Cipta Kemilau (PCK) pada bulan Desember 2012. Saat itu, Asep diperiksa mengenai bukti permulaan terhadap PT PCK tahun pajak 2006.
"Padahal terdakwa mengetahui Asep Hendra tidak mungkin statusnya dinaikkan menjadi tersangka karena perkara pajak Asep Hendra bukan wilayah hukum terdakwa (Jakarta), tetapi Garut," ujar hakim anggota Hendra Yospin.
Saat itu, Asep Hendra tidak memenuhi panggilan Pargono. Dia mengirim manajer keuangan PT AHRS, yaitu Sudiarto Budiwiyono untuk mewakilinya. Karena Asep tak datang, Pargono menelpon Sudiarto dan mengeluarkan ancaman.
"Terdakwa telah menyampaikan posisi Asep Hendra bisa ringan atau bisa berat," kata Yospin.
Menerima ancaman itu, masih dalam perbincangan di telepon, Sudiarti meminta agar Asep tidak ditetapkan sebagai tersangka. Pargono pun meminta imbalan Rp 600 juta atas permintaan itu.
"Asep Hendra pernah menolak dengan menanyakan apa kesalahannya karena sudah melakukan pembetulan SPT pajak," jelas Aswijon.
Karena Asep menolak permintaan uang tersebut, Pargono menurunkan jumlah uang yang diminta menjadi Rp 250 juta. Yang kemudian diturunkan lagi menjadi Rp 150 juta. Itu dilakukan lantaran Asep mengaku tak memiliki uang.
Asep menyanggupi permintaan Pargono untuk memberikan uang Rp 125 juta dengan cara membayar bertahap. Pemberian pertama pada 27 Maret 2013 sebesar Rp 50 juta di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Pemberian kedua pada tanggal 9 April 2013 yakni Rp 25 juta. "Uang Rp 75 juta telah diterima terdakwa," imbuh Aswijon.
Majelis hakim menilai, perbuatan Pargono terbukti melanggar Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menurut majelis hakim, permintaan uang Rp 600 juta (oleh Pargono) dengan cara menakut-nakuti Asep Hendra bisa dijadikan tersangka adalah maksud terdakwa untuk menguntungkan diri sendiri (korupsi)," kata Aswijon. (Adi/Sss)
Majelis hakim menyatakan Pargono terbukti bersalah memeras pengusaha Asep Yusuf Hendra Permana sebesar Rp 600 juta.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Aswijon Sata membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2013).
Ia menjelaskan upaya pemerasan itu terjadi ketika Pargono memanggil Asep Hendra terkait masalah pajak PT Prama Cipta Kemilau (PCK) pada bulan Desember 2012. Saat itu, Asep diperiksa mengenai bukti permulaan terhadap PT PCK tahun pajak 2006.
"Padahal terdakwa mengetahui Asep Hendra tidak mungkin statusnya dinaikkan menjadi tersangka karena perkara pajak Asep Hendra bukan wilayah hukum terdakwa (Jakarta), tetapi Garut," ujar hakim anggota Hendra Yospin.
Saat itu, Asep Hendra tidak memenuhi panggilan Pargono. Dia mengirim manajer keuangan PT AHRS, yaitu Sudiarto Budiwiyono untuk mewakilinya. Karena Asep tak datang, Pargono menelpon Sudiarto dan mengeluarkan ancaman.
"Terdakwa telah menyampaikan posisi Asep Hendra bisa ringan atau bisa berat," kata Yospin.
Menerima ancaman itu, masih dalam perbincangan di telepon, Sudiarti meminta agar Asep tidak ditetapkan sebagai tersangka. Pargono pun meminta imbalan Rp 600 juta atas permintaan itu.
"Asep Hendra pernah menolak dengan menanyakan apa kesalahannya karena sudah melakukan pembetulan SPT pajak," jelas Aswijon.
Karena Asep menolak permintaan uang tersebut, Pargono menurunkan jumlah uang yang diminta menjadi Rp 250 juta. Yang kemudian diturunkan lagi menjadi Rp 150 juta. Itu dilakukan lantaran Asep mengaku tak memiliki uang.
Asep menyanggupi permintaan Pargono untuk memberikan uang Rp 125 juta dengan cara membayar bertahap. Pemberian pertama pada 27 Maret 2013 sebesar Rp 50 juta di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Pemberian kedua pada tanggal 9 April 2013 yakni Rp 25 juta. "Uang Rp 75 juta telah diterima terdakwa," imbuh Aswijon.
Majelis hakim menilai, perbuatan Pargono terbukti melanggar Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menurut majelis hakim, permintaan uang Rp 600 juta (oleh Pargono) dengan cara menakut-nakuti Asep Hendra bisa dijadikan tersangka adalah maksud terdakwa untuk menguntungkan diri sendiri (korupsi)," kata Aswijon. (Adi/Sss)