Liputan6.com, Jakarta - Stanley Zhong bukanlah anak berusia 18 tahun pada umumnya. Zhong lulus dari Gunn High School di Palo Alto California, awal tahun ini dengan IPK 4,42, nilai ujian SAT 1590, dan memiliki startup tanda tangan elektronik bernama RabbitSign.
Dia sempat ditolak dan masuk dalam daftar tunggu 16 dari 18 perguruan tinggi yang dia lamar, termasuk MIT dan Stanford.
Baca Juga
Kemudian datanglah Google, yang menawari Zhong pekerjaan sebagai insinyur perangkat lunak L4, satu level di atas level pemula.
Advertisement
Pekerjaan ini bersifat sementara, dan Zhong berencana untuk menghabiskan waktu satu tahun di sana, sebelum melanjutkan ke Universitas Texas.
Meskipun tawaran tersebut mungkin mengejutkan, apalagi jika mengingat jabatannya yang lumayan. Namun, ayah Stanley, Nan Zhong, mengungkapkan kalau ia tidak terkejut mendengar anaknya mendapatkan tawaran dari Google tersebut.
"Saya sudah melihatnya menulis coding sejak ia berusia 10 tahun," kata Nan, melansir CNBC Make It, Rabu (22/11/2023).
"Selama itu, dia telah memberikan saya cukup banyak kejutan sehingga saya tidak lagi terkejut ketika dia mendapatkan pekerjaan di Google. Dia anak yang sangat hebat sepanjang hidupnya."
Nan, yang juga bekerja di Google sebagai manajer rekayasa perangkat lunak, mengatakan bahwa ia tidak pernah memaksa Stanley untuk berlatih coding, atau mendorongnya untuk berprestasi di sekolah.
Â
Â
Tips 1: Berikan Sumber Daya, Bukan Peta Jalan
Aturan No. 1 Nan saat membesarkan putranya yang berprestasi, katanya: Berikan fasilitas yang terbaik tanpa menuntut jalan anak Anda.
Menjadi orang tua yang membebaskan seluruh keputusan anak Anda bukan berarti memutuskan hubungan dengan kehidupan anak, atau gagal menetapkan tanggung jawab batasan. Bagi Nan, ini berarti mengizinkan putranya untuk mengeksplorasi minatnya dengan bebas.
"Jika ada sesuatu yang ingin Stanley jelajahi, kami siap membantu. Jika dia ingin menempuh jalan tertentu, kami akan membantu menerangi jalannya," kata Nan. "Seperti dalam hal seberapa jauh dia ingin melangkah, seberapa cepat dia ingin bergerak di jalur tersebut atau apakah dia ingin mengubah arah dan pergi ke jalur yang lain, itu sepenuhnya tergantung padanya."
Sebagai contoh, Nan menceritakan pengalaman Stanley dengan catur. Stanley memulai pada usia 4 tahun. Pada usia 6 tahun, Stanley memenangkan kejuaraan di Washington untuk kelompok usianya, dan menempati posisi ke-9 dalam kejuaraan nasional berikutnya.
Nan menyewa seorang pelatih untuk Stanley, yang menunjukkan cukup banyak prestasi untuk memperebutkan gelar juara nasional tahun berikutnya. Namun yang mengejutkan semua orang, Stanley tiba-tiba berkata kepada pelatihnya, "Saya pensiun dari catur,"Â
Nan tidak mengerti mengapa anaknya ingin berhenti dari olahraga yang telah ia kuasai selama bertahun-tahun, namun ia tetap mendukungnya.
"Kami menghormatinya," kata Nan. "Dan dia memutuskan untuk melakukan hal lain. Apa pun yang ingin dia kejar, kami menyediakan sumber daya yang dia butuhkan untuk maju dengan cepat,"
Â
Â
Advertisement
Tips 2: Biasakan Berproses, Jangan Manfaatkan Relasi Orang Tua
Nan mengatakan bahwa dia tidak melakukan apa pun untuk membuat anaknya mendapatkan pekerjaan di perusahaannya. "Saya sama sekali tidak memiliki cara untuk membantu ia masuk ke dalam penjaringan karyawan mereka," katanya.
Sebaliknya, perjalanan Stanley menuju Google dimulai lima tahun yang lalu, saat ia meluncurkan RabbitSign. Startup ini menarik perhatian perekrut Google, namun Stanley masih terlalu muda bila dipertimbangkan untuk semua jenis posisi di sana, kata Nan.
Saat Stanley mendekati kelulusan SMA-nya, ia menerima catatan dari perekrut Amazon Web Services, dan teringat akan perekrut Google dari tahun lalu. Ia pun menghubungi kembali, dan meminta proses wawancara baru.
"Stanley beruntung karena apa yang dia lakukan menarik perhatian Amazon Web Services. Dan hal itu membawanya pada pekerjaan di Google," kata Nan.
Maka, bagian dari tugas Nan sebagai seorang ayah adalah membantu putranya mempersiapkan diri dan berproses untuk menghadapi momen-momen keberuntungan di masa depan. Sehingga ketika momen itu datang, Stanley sudah siap menghadapinya.
Sama halnya dengan yang dilakukan Nan, ini 4 hal yang bisa mendorong kesuksesan anak Anda, menurut Richard Wiseman, penulis "The Luck Factor" dan seorang profesor psikologi di University of Hertfordshire Inggris:
- Berani mengambil peluang baru
- Percayai naluri mereka
- Pertahankan pola pikir yang optimis
- Bersikaplah tangguh
Â
Tips 3: Ajari Anak Berjuang Dengan Cara yang Sehat
Strategi Nan juga sejalan dengan penelitian dari pakar pengasuhan anak, Jennifer Breheny Wallace, yang mengatakan bahwa anak-anak berhasil saat dewasa, mereka dibiasakan untuk menjadi pejuang dengan cara yang sehat.
Para pejuang yang sehat (healthy strivers) memiliki motivasi diri untuk sukses, dan tidak percaya bahwa pencapaian mereka menentukan nilai mereka sebagai manusia.
Anda dapat memupuk sifat-sifat tersebut dengan membantu anak-anak merasa bahwa mereka dihargai karena diri mereka sendiri, bukan karena nilai atau penghargaan yang mereka raih, kata Wallace kepada Make It bulan lalu.
Dengan kata lain, anak-anak perlu tahu bahwa mereka berarti.
"Mereka menganggap bahwa dirinya berarti, ini bagai perisai pelindung yang melindungi mereka dari stres, kecemasan, dan depresi," ujar Wallace.
"Bukan berarti para pejuang yang sehat yang saya temui ini tidak mengalami kemunduran atau kegagalan. Namun, hal tersebut bertindak seperti pelampung. Hal itu mengangkat mereka dan membuat mereka lebih tangguh."
Dengan mendukung anak Anda ketika mereka mengalami kesulitan, Anda meyakinkan mereka bahwa mereka dapat bangkit kembali dari kemunduran, kata Wallace.
Kata Nan, "Karena saat ini, menurut saya bagian yang paling membuat frustrasi adalah para orang tua yang merasa gagal mendidikan anaknya, dan anak-anak merasa tidak tahu apa-apa."
Advertisement