Taksi Online Berpotensi Halangi Orang Punya Mobil?

Masyarakat lebih memilih 'taksi online' saat bepergian.

oleh Yongki Sanjaya diperbarui 18 Jun 2016, 14:05 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2016, 14:05 WIB
Taksi online
Foto: The Economist

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan layanan transportasi berbasis aplikasi semakin tumbuh pesat. Aplikasi seperti Uber memudahkan pengguna yang ingin bepergian tanpa perlu repot mengemudi.

Kemunculan layanan transportasi berbasis aplikasi rupanya tidak lagi hanya mengusik pengemudi taksi konvensional, namun mulai mengarah ke pabrikan kendaraan. Bagaimana tidak, masyarakat lebih memilih 'taksi online' saat bepergian ketimbang membeli mobil sendiri.

Melalui video yang dilansir The Economist dijelaskan bila inovasi digital mulai mengganggu berbagai industri, mulai dari musik sampai otomotif. Perusahaan start up memberi segala kemudahan akses kepada penggunanya, yang tidak ditawarkan perusahaan raksasa konvensional.

Dalam kasus transportasi berbasis aplikasi juga menguntungkan para operator penyedia kendaraan sekaligus pengemudi. Mereka kadang bisa mendapat uang tips besar dari pengguna yang berbaik hati.

Perusahaan otomotif dihadapkan pada situasi ikut arus dengan beradaptasi menyediakan layanan sejenis atau berpegang pada prinsip awal. Pilihan terakhir bisa berujung pada kebuntuan dan bisa semakin menghancurkan masa depan pabrikan otomotif.

Volkswagen Group misalnya, perusahaan otomotif Jerman ini mengucurkan dana sebesar US$ 300 juta untuk mengakuisisi Gett, penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi terbesar di luar Amerika Serikat (AS). VW melihat potensi layanan taksi online seperti Uber Black dengan kendaraan kelas atas.

Adanya layanan taksi online yang dimiliki pabrikan otomotif turut membantu penjualan kendaraan. VW menawarkan paket khusus seperti bundling asuransi mobil dan servis termasuk harga pembelian yang dapat dibayar secara kredit oleh operator.

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya