HEADLINE: Polemik Larangan Skuter Listrik di Jalanan, Bagaimana Aturannya?

Secara umum penggunaan skuter listrik merujuk UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Regulasi spesifik terkait skuter listrik akan selesai akhir 2019.

oleh Arief AszhariLiputan6.comDian Tami Kosasih diperbarui 15 Nov 2019, 00:00 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2019, 00:00 WIB
Pemprov DKI Siapkan Regulasi Penggunaan Skuter Listrik
Pengguna jalan mengendarai otopet atau skuter listrik di Jakarta, Rabu (16/10/2019). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan akan memasukkan skuter listrik ke dalam jenis kendaraan ramah lingkungan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Skuter listrik sedang menjadi sorotan berbagai pihak di Jakarta. Hal tersebut diakibatkan penyalahgunaan oleh pengendaranya, seperti melintas di jembatan penyeberangan orang (JPO).

Dalam potongan gambar yang diunggah oleh akun media sosial milik Dinas Bina Marga DKI memperlihatkan adanya kerusakan lantai kayu JPO.

Bekas ban skuter tampak terlihat jelas membekas di atas lantai. Karena itu, Dinas Bina Marga mengimbau kepada masyarakat agar tidak melintasi JPO saat mengendarai skuter listrik. 

Selain itu, dua pengendara skuter listrik tewas setelah tertabrak mobil di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Minggu, 10 November 2019. Kejadian ini sempat viral setelah kakak dari salah satu korban menceritakan tewasnya sang adik saat menggunakan Grabwheels atau skuter listrik.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menyatakan skuter listrik hanya diperbolehkan melewati jalur sepeda yang telah disediakan. Kendaraan listrik ini dilarang melewati jembatan penyeberangan orang (JPO) hingga trotoar.

"Mereka bisa masuk di jalur sepeda, atau di kawasan yang diperbolehkan oleh pengelola contohnya Gelora Bung Karno (GBK)," kata Syafrin saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 13 November 2019.

Dengan adanya larangan terhadap skuter listrik tersebut, anggota Dishub dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) telah melakukan penjagaan di sejumlah titik.

Selain itu, kata dia, bila ingin melewati JPO, skuter listrik harus dimatikan atau tidak boleh dikendarai.

"Begitu di JPO, mereka (skuter listrik) tidak boleh dikendarai, harus dituntun," ucap Syafrin.

 

Infografis Polemik Skuter Listrik Mengaspal di Jalanan Jakarta
Infografis Polemik Skuter Listrik Mengaspal di Jalanan Jakarta. (Liputan6.com/Triyasni)

Pelarangan Skuter Listrik

Selain JPO dan trotoar, skuter listrik juga dilarang melintas di kawasan car free day (CFD) atau hari bebas kendaraan bermotor. Dishub DKI menyebutkan alasan larangan tersebut.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menyebut skuter listrik tersebut berbasis listrik dan bertolak belakang dengan tujuan dari penyelenggaraan CFD atau Pergub Nomor 12 tahun 2016 tentang Pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor.

"Hanya tiga yang boleh di car free day, jalan kaki, sepeda, dan seni budaya. Beda loh skuter ada mesinnya, kan enggak boleh," kata Syafrin. 

Pergub Masih Dikaji 

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menyatakan aturan atau regulasi untuk skuter listrik akan selesai akhir 2019. Saat ini, rujukan penggunaan skuter listrik masih menggunakan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Syafrin mengatakan, dalam Pergub itu akan berisi mengenai peringatan dan aturan penggunaan skuter listrik.

"Tahun ini kami siapkan. Kami harapkan sudah ditandatangani oleh Pak Gubernur," kata Syafrin saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (13/11/2019).

 

Belum Bisa Ditertibkan

Menanggapi polemik keberadaan skuter listrik, Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar melakukan koordinasi dengan pihak terkait.

"Hari ini, kalau tidak salah Korlantas Polri sedang melaksanakan rapkor dengan Kemenhub untuk membahas kendaraan bermotor listrik, dan kami meminta salah satu yang dibahas adalah otopet listrik tersebut," jelas Kompol Fahri saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (14/11/2019). Harus ada aturan yang diterbitkan.

"Ada dua hal yang harus dibahas, sebenarnya tiga hal tapi yang satu memang ranahnya Korlantas Polri. Pertama, terkait masalah status skuter listrik ini, apakah ini termasuk kendaraan bermotor atau bukan, karena kewenangannya berbeda," tegasnya.

Selanjutnya, ranah Polda Metro Jaya terkait pembahasan seperti klasifikasi jalan yang boleh atau tidak boleh dilintasi para pengguna skuter listrik ini.

"Nanti, dishub yang dapat mengeluarkan larangan, imbauan, atau rambu. Selanjutnya, kita membahas sistem keamanan baik keamanan dari spesifikasi kendaraan, misalkan harus dilengkapi lampu dan spesifikasi lampunya juga sudah ditentukan, atau sistem keamanan pengendara itu apakan diwajibkan atau diharuskan menggunakan helm atau deker (pelindung kaki dan tangan)," pungkasnya.

Tindakan Preventif

Dilansir Merdeka.com, Fahri menyampaikan pihak kepolisian saat ini belum bisa melakukan tindakan untuk menertibkan skuter listrik.

"Aturan itu bisa ditertibkan kalau ada aturan yang jelas," sambung Fahri.

Namun, lanjutnya, meski belum ada aturan yang mengatur penggunaan skuter listrik, polisi tetap melakukan tindakan preventif kepada para pengemudi skuter.

"Tapi bukan berarti saat ini polisi tidak melakukan tindakan, ada tindakan polisi adalah tindakan preventif mengimbau sifatnya edukasi, mengimbau tapi tindakannya tegas," tegas Fahri.

Indonesia Belum Siap

Trainer Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, menyatakan fungsi jalan berbeda-beda. Sehingga jalan untuk pejalan kaki (trotoar) dan pengguna kendaraan, baik itu kendaraan motor atau skuter listrik dan sepeda harus dibedakan.

"Jadi, mereka (pengguna skuter listrik) tidak boleh mengambil jatah pejalan kaki. Bahkan, sekarang ada yang menggunakan di jembatan penyebrangan orang (JPO). Kelihatannya sih sama saja, tapi itu merusak, dan balik lagi ke etika," jelas Sony saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (14/11/2019).

Menurut Sony, meskipun alasannya skuter listrik ini kecepatannya rendah, tetap saja tidak bisa serta merta mengambil hak pejalan kaki untuk menggunakan trotoar. "Terlebih, belum semua penyewa skuter listrik tersebut paham dengan benar pengoperasian kendaraan itu." 

"Itu yang jadi masalah. Seharusnya, orang tua juga memberikan pembekalan. Meskipun hanya seperti otopet, tetap itu bahaya. Jika sudah sampai 30 km/jam, itu bahaya," tegasnya.

"Jadi menurut saya, fasilitasnya memang harus disiapkan terlebih dahulu, bukan di trotoar atau bahkan mengambil hak pejalan kaki. Kemudian, barengi dengan aturan-aturan hukum. Tidak sekedar bikin, rambu-rambu tidak ada, aturan belum jelas, Indonesia belum siap untuk itu," pungkasnya.

Pengamat Transportasi dan Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas mengungkap hal senada. Skuter listrik atau Grabwheels belum cocok digunakan di jalan raya. Terlebih, jika kendaraan yang disewakan Rp5 ribu per 30 menit ini, dijadikan sebagai moda transportasi oleh masyarakat di kota besar, seperti Jakarta.

"Penggunaan skuter listrik (Grabwheels) ini menjadi fenomena baru. Itu juga terjadi di negara maju. Perbedaannya, di negara maju perilaku pengguna jalannya sudah tertib, jadi bisa menghargai pengendara skuter listrik tersebut," jelas Darmaningtyas, saat dihubungi Liputan6.com, melalui sambungan telepon, Kamis (14/11/2019).

Lanjutnya, berbeda dengan para pengguna jalan dan kondisi lalu lintas di Indonesia yang masih kacau. Jika para pengendara skuter listrik ini menggunakan kendaraan tersebut di jalan raya, bakal menimbulkan ancaman baik bagi pengguna jalan lain, atau  si pengguna skuter listrik tersebut.

"Makanya, kalau di Indonesia, (skuter listrik) lebih cocok sebagai alat transportasi untuk tempat rekreasi dan olahraga. Misalkan, digunakan di Monas, TMII, atau GBK. Kalau digunakan di jalan raya agak rawan," tegasnya.

Langkah Lanjutan Grab

Grab sebagai penyedia jasa penyewaan skuter listrik mengambil beberapa langkah menyikapi perkembangan yang ada.

"Grab berkomitmen untuk terus meningkatkan keamanan penggunaan GrabWheels melalui edukasi kepada pengguna dan bekerja sama dengan pihak terkait dalam upaya menjaga keselamatan," ujar CEO of GrabWheels, TJ Tham.

Ia menyebutkan Grab juga bekerja sama dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan juga Dinas Bina Marga untuk melakukan beberapa hal menyangkut tata tertib penggunaan skuter listrik di Jakarta.

Apabila ada pelanggaran, Grab memberi notifikasi melalui aplikasi kepada pengguna dan memberikan petunjuk penggunaan. Menaruh rambu-rambu larangan dan petunjuk di dekat area parkir dan juga JPO. Di JPO sendiri, pengguna diperbolehkan membawa skuter listrik, namun tidak boleh mengendarainya.

Seluruh tim GrabWheels yang ada di area parkir di area JPO akan mengedukasi pengguna terkait aturan ini dan juga aturan keselamatan lainnya, terutama di pukul 10 malam hingga 2 pagi sesuai dengan kesepakatan bersama Bina Marga.

Regulasi Skuter Listrik di Berbagai Negara

Persoalan penggunaan skuter listrik telah lebih dulu menerpa sejumlah negara. Skuter listrik beberapa kali terlibat kecelakaan dan bahkan menyebabkan kematian.

Untuk mengantisipasinya, beberapa negara telah menetapkan aturan penggunaan skuter listrik. Berikut regulasi penggunaan kendaraan listrik di sejumlah negara:

1. Inggris

Di Inggris, skuter listrik termasuk ke dalam kategori light electric vehicles yang tidak dikenakan pajak. Namun, dilansir The Sun, kendaraan ini dilarang untuk digunakan di semua jalan, jalur sepeda, dan trotoar. Skuter listrik hanya diperbolehkan digunakan di properti pribadi dengan seizin pemilik properti tersebut.

Bagi yang melanggar peraturan ini maka akan dikenakan denda sebesar 300 poundsterling atau sekitar Rp5,4 juta dan pengurangan enam poin dari Surat Izin Mengemudi (SIM).

Salah satu kecelakaan yang melibatkan skuter listrik di Inggris menimpa seorang presenter TV dan Youtuber berusia 35 tahun, Emily Hartridge. Ia tertabrak truk saat sedang menggunakan skuter listrik tidak jauh dari rumahnya di Battersea, London Utara dan dinyatakan meninggal dunia.

2. Singapura

Pada 5 November 2019, Singapura resmi melarang kendaraan listrik digunakan di jalur pejalan kaki seperti dilansir Channel News Asia. Tak hanya skuter listrik, kendaraan lain yang termasuk motorised personal mobility device seperti hoverboards dan unicycles akan turut dikenakan aturan tahun depan. Penetapan peraturan ini dipicu meningkatnya kecelakaan yang melibatkan skuter listrik.

Pelanggar akan dikenakan tindakan tegas dengan pemberian denda 2.000 dolar Singapura atau sekitar Rp20 juta dan/atau penjara selama tiga bulan. Hingga akhir tahun, aturan ini masih dalam tahap sosialisasi dan baru diterapkan secara tegas pada tahun 2020.

"Mulai 1 Januari 2020, kami akan memberlakukan peraturan yang tegas. Mereka yang tertangkap mengendarai skuter listrik di jalur pejalan kaki akan dikenakan denda 2.000 dolar Singapura dan/atau penjara selama tiga bulan," ucap Lam Pin Min selaku Senior Minister of State for Transport Singapura.

Meskipun dilarang di jalur pejalan kaki dan jalan raya, namun skuter listrik di Singapura masih boleh digunakan di jalur sepeda dan Park Connector Networks.

Pada September lalu, seorang pesepeda berusia 65 tahun bernama Madam Ong Bee Eng meninggal di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan dengan pengguna skuter listrik di kawasan Bedok.

3. Swedia

Dilansir BBC, The Swedish Transport Agency melarang penggunaan skuter listrik dengan tenaga di atas 250 Watts dan kecepatan di atas 20 km/jam untuk melaju di jalur sepeda. Skuter listrik yang memiliki kemampuan tersebut hanya diperbolehkan digunakan di area terbatas.

Skuter listrik juga harus dilengkapi dengan rem, bel, lampu depan dan belakang, reflektor, dan apabila pengendara lebih muda dari 15 tahun maka diwajibkan untuk menggunakan helm.

4. Jepang

Di Jepang, skuter listrik yang memiliki kemampuan kecepatan di atas 9 km/jam termasuk dalam kategori kendaraan bermotor. Karena itu skuter listrik membutuhkan surat izin, registrasi, pelat nomor, lampu sein, kaca spion dan segala hal yang dibutuhkan seperti kendaraan bermotor pada umumnya seperti dilansir Asia Nikkei.

Apabila tidak memiliki persyaratan tersebut maka skuter listrik hanya boleh digunakan di properti pribadi.

5. Prancis

Pada September 2019 Prancis melarang penggunaan skuter listrik di trotoar dikarenakan mengganggu aktivitas pejalan kaki. Dilansir BBC, penggunaan skuter listrik di trotoar akan dikenakan denda sebesar 135 Euro atau sekitar Rp2 juta.

Skuter listik boleh digunakan di jalan dan jalur sepeda dengan batas kecepatan puncak 25 km/jam. Apabila kecepatan melebihi 25 km/jam maka akan dikenakan denda sebesar 1.500 Euro atau sekitar Rp23 juta. Selain itu, terdapat pula beberapa regulasi seperti minimal usia pengendara 12 tahun, dilarang membonceng penumpang, dan larangan parkir sembarangan. Membonceng penumpang dan parkir sembarangan akan dikenai denda sebesar 35 Euro atau sekitar Rp542 ribu.

Hingga Juli 2020, semua skuter listrik di Prancis harus memiliki lampu depan dan belakang, reflektor, bel, dan sistem pengereman.

Salah satu kecelakaan yang melibatkan skuter listrik di Prancis menimpa seorang pria berusia 25 tahun dan seorang wanita. Mereka berdua ditabrak mobil saat menggunakan skuter listrik di kota Bordeaux. Akibat peristiwa ini, pria tersebut meninggal dunia dan sang wanita terluka parah.

Tips Mengendarai Skuter Listrik

Grab Indonesia melalui media sosialnya mencoba memberikan tips terkait penggunaan skuter listrik yang benar. Tak bisa sembarangan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pengendara terkait tata cara penggunaan dan keselamatan berkendara.

1. Hanya untuk Satu Orang

Skuter listrik harus dikendarai orang dengan usia minimal 18 tahun, tidak dalam pengaruh alkohol dan berat maksimal 100 kilogram. Pengendara juga harus menggunakan helm, baju berwarna terang dan sepatu tertutup.

2. Terkait Cara Berkendara

Pengendara hanya perlu mengayuh dan menekan tombol hijau untuk menambah kecepatan. Untuk berhenti atau mengurangi kecepatan, tekan tombol berwarna merah atau menggunakan rem kaki di bagian belakang dan rem tangan. Jangan injak sepatbor untuk melambat untuk model skuter yang terbaru.

3. Cek Sebelum Berangkat

Jangan lupa cek cuaca, cek skuter listrik yang meliputi gas, rem, level baterai, lampu dan bel. Perhatikan tempat parkir di area tujuan dan memperhatikan keadaan sekitar.

4. Berkendara dengan Aman

Batas kecepatan saat berkendara ialah 15 km/jam. Dahulukan pejalan kaki dan perhatikan rambu lalu lintas. Tetap berkendara di sisi jalan, jangan hilang fokus serta melawan arus.

5. Tuntun Skuter Listrik

Saat ada turunan curam, jalan tak rata dan genangan air segera tuntun skuter yang digunakan. Selalu parkirkan kendaraan di tempat yang sudah disediakan.

Wajib Pakai Helm

Dijelaskan Sony Susmana, Trainer dari Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), meskipun skuter listrik berbeda dengan motor bensin atau motor listrik sekalipun, pada prinsipnya pengguna harus memakai perlengkapan berkendara yang aman.

"Harus seperti pengguna sepeda motor pada umumnya, pakai helm, sarung tangan, dan juga sepatu," jelas Sony saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (14/11/2019).

Lanjutnya, karena skuter listrik tidak ada suaranya, pasti akan bersinggungan dengan mobil, pejalan kaki, ataupun motor. Jadi, pengguna harus lebih sering berkomunikasi, dan pastinya mengatur jarak dan kecepatan.

"Wajib sering lihat speedometer (kalau ada), karena kalau motor biasa kan semakin ngebut suaranya semakin kencang, tapi kalau kendaraan listrik tidak ada suaranya," tegasnya.

Sementara itu, baik motor ataupun skuter listik, pastinya diciptakan dengan bobot yang lebih ringan dibanding sepeda motor konvensional. Jadi, harus diperhatikan juga bobot pengendara. 

Reporter: Ika defianti, Khema Aryaputra

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya