Liputan6.com, Jakarta - Pemilik kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta wajib melakukan pembayaran pajak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No.8 tahun 2010 stdd No.2 tahun 2015.
Sesuai Perda yang berlaku, dasar pengenaan pajak mencakup nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan atau pencemaran lingkungan akibat pengunaan kendaraan bermotor.
Advertisement
Seperti dilansir akun Instagram @humaspajakjakarta, Senin (29/6/2020), pemilik kendaraan juga memberikan SWDKLLJ (sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan).Khusus mobil, biaya dipatok di angka Rp143.000 dan motor Rp35.000.
Sebagai contoh, pemilik motor Ninja 250SL dengan Nilai Jual Kendaraan Bermotor Rp32.800.000 (Kepemilikan Kedua, dengan Bobot Koefisien untuk Jenis Kendaraan tersebut), akan dikenakan pajak progresif.
Berikut cara menghitung pajak. Karena dikenakan tarif pajak progresif kepemilikan kedua, pajak Kendaraan Bermotor 2.5 persen x 1 x 32.800.000 = 820.000. Membayar SWDKLLJ = 35.000. Total Yang Harus Dibayar = 855.000.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Syarat Perpanjangan STNK tahunan
1. STNK Asli + Fotokopi
2. BPKB + Fotokopi BPKB
3. KTP asli + Fotokopi sesuai nama di STNK dan BPKB
Pemilik kendaraan dapat melakukan pengecekan Pajak Kendaraan Bermotor tahunan, memiliki maksimal tunggakan 1 tahun secara online.
Advertisement
Pajak Mobil Berdasarkan Emisi untuk Dukung Industri Otomotif
Pajak kendaraan bermotor yang kini berdasarkan kapasitas mesin bakal diubah. Nantinya, skema Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor akan berdasarkan emisi CO2.
Dengan perubahan skema PPnBM tersebut, mobil yang paling hemat bahan bakar dan menghasilkan polusi yang paling sedikit tidak akan dibebankan pajak yang tinggi. Artinya, mobil listrik yang tidak menghasilkan gas buang akan bebas pajak.
Sementara itu, mobil segmen Low Cost Green Car (LCGC) atau yang lebih dikenal dengan mobil murah ramah lingkungan akan terkena pajak sebesar 3 persen. Sebelumnya, diketahui PPnBM Mobil LCGC adalah nol persen.
Â
Dijelaskan Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak, Yon Arsal, perubahan skema PPnBM tersebut bukan langkah Kementerian Keuangan untuk mengejar pendapatan. Namun, sebagai upaya pemerintah untuk mendukung sektor industri otomotif.
"Sekali lagi, tujuan regulasi itu tidak untuk penerimaan, tapi untuk industri (otomotif)," kata dia, di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (14/3/2019), seperti dilansir bisnis Liputan6.com.
"Kalau yang sebagaimana disampaikan ibu Menteri (Menteri Keuangan Sri Mulyani) di acara DPR kemarin, penerimaan salah satunya bukan alasan kita melakukan perubahan itu," imbuh Yon.
Selanjutnya
Sementara itu, menurut Yon juga, dampak perubahan skema PPnBM tidak akan terlalu berpengaruh pada penerimaan pajak yang sudah ada saat ini.
"Dan dampak ke penerimaan apakah plus atau minus, tidak terlalu banyak pengaruhnya terhadap total penerimaan," kata dia.Â
Advertisement