Elektabilitas Petahana di Bawah 50 Persen, PAN: Pertanda Baik untuk Prabowo-Sandi

Dalam survei Kompas, Jokowi-Ma'ruf mengalami tren penurunan, sedangkan Prabowo-Sandi menunjukkan tren kenaikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Mar 2019, 06:06 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2019, 06:06 WIB
Temui F-PAN, Masyarakat Keluhkan Penambangan Gunung Gede dan Merdeka Banten
Ketua F-PAN DPR Yandri Susanto saat menerima Gerakan Aliansi Menolak Pertambangan Gunung Gede dan Merdeka Banten di Jakarta, Rabu (20/3). Masyarakat berharap permasalahan Gunung Gede dan Gunung Merdeka cepat terselesaikan. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengomentari hasil survei Litbang Kompas yang menyatakan elektabilitas capres-cawapres Jokowi dan Ma'ruf Amin cenderung menurun. Yandri menilai penurunan elektabilitas itu adalah peringatan untuk Jokowi-Ma'ruf.

"Bayangkan seorang petahana sudah di angka di bawah 50 persen. Itu artinya menurut saya sih lampu kuning buat Pak Jokowi dan pertanda baik buat Pak Prabowo," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/3/2019).

Dalam survei Litbang Kompas disebut Jokowi-Ma'ruf mendapatkan persentase 49,2 persen sedangkan Prabowo-Sandi 37,4 persen. Jokowi-Ma'ruf mengalami tren penurunan dan Prabowo-Sandi mengalami tren kenaikan.

Meski mengalami tren kenaikan, Yandri menegaskan tim pemenangan Prabowo-Sandi akan tetap berusaha menaikkan elektabilitas jagoannya. Salah satunya dengan cara menggerakkan para relawan.

"Grup-grup relawan, masyarakat, saya jujur hari ini saya melatih relawan hampir 16 ribu, setelah saya tanya mungkin yang mendukung Pak Jokowi itu hanya 10 orang yang lainnya Prabowo-Sandi, itu tanpa saya kondisikan," ungkapnya.

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi ini menegaskan, pihaknya akan tetap waspada pada setiap hasil survei. Sebab, keputusan akhir terlihat setelah proses pemilihan di TPS berlangsung.

"Artinya tentu dengan hasil survei ini kami tetap akan waspada, tetap akan konsolidasi kepada rakyat, tidak akan terlena, karena sesungguhnya fakta yang akan kita hadapi adalah di TPS nanti, bukan hasil survei atau analisis-analisis hari ini," ucapnya.

 

Survei Kompas

Peluk Hangat Jokowi - Prabowo Akhiri Debat Perdana Pilpres 2019
Capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi-Ma'ruf Amin bersalaman dengan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno usai debat perdana Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Seperti dikutip Merdeka.com dari Harian Kompas Rabu (20/3/2019), berdasarkan survei terbaru Litbang Kompas elektabilitas Jokowi dan Prabowo saat ini lebih tipis dibandingkan survei Litbang Kompas Oktober 2018.

Elektabilitas Jokowi dan Prabowo saat ini hanya selisih 11,8 persen. Jokowi-Maruf mendapat perolehan suara 49,2 persen, sedangkan Prabowo-Sandi 37,4 persen. Sebanyak 13,4 persen masih merahasiakan pilihannya.

Metode pengumpulan pendapat menggunakan wawancara tatap muka sejak tanggal 22 Februari-5 Maret. Survei ini diikuti 2.000 responden yang dipilih secara acak dengan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Tingkat kepercayaannya 95 persen dengan margin of error penelitian plus/minus 2,2 persen.

Sebelumnya pada Oktober 2018 lalu, Litbang Kompas juga telah merilis elektabilitas dua pasangan capres. Saat itu, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebanyak 52,6 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga 32,7 persen. Sebanyak 14,7 persen masih merahasiakan pilihannya. Saat itu, selisih suara keduanya masih 19,9 persen.

Disebutkan pula, penyebab menurunnya elektabilitas Jokowi-Ma'ruf karena sejumlah hal. Seperti perubahan pandangan atas kinerja pemerintah, berubahnya arah dukungan kalangan menengah atas, membesarnya pemilih ragu pada kelompok bawah dan persoalan militansi pendukung yang berpengaruh pada penguasaan wilayah.

 

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka.com.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya