Liputan6.com, Jakarta - BPN Prabowo Sandi menyebut KPU menggelembungkan 22 juta perolehan suara dalam Pemilu 2019. Hal tersebut dimasukkan dalam laporan sengketa hasil Pilpres atau gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPU Pramono Ubaid mengaku heran mengapa keberatan BPN baru dilakukan saat ini, tidak selama rekapitulasi berjenjang.
"Jadi aneh kalau tetiba sekarang menyebut KPU menggelembungkan perolehan suara salah satu paslon. La waktu rekap berjenjang kok nggak ada keberatan sama sekali?" kata Pramono saat dikonfirmasi, Kamis (13/6/2019).
Advertisement
Pramono memastikan, selama rekapitulasi dari tingkat kecamatan hingga nasional KPU tidak pernah menerima laporan keberatan dari pihak BPN.
"Selama dalam proses rekapitulasi berjenjang, baik di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, kami tidak pernah menerima keberatan soal perolehan suara dari salah satu saksi paslon. Rata-rata keberatan muncul dari saksi parpol. Kalaupun ada keberatan dari saksi paslon, tidak pernah menyoal perolehan suara," ucapnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Hak BPN Ajukan ke MK
Dalam rekapitulasi berjenjang, KPU hanya mencatat keberatan terkait jumlah pemilih namun tidak pernah terkait perolehan suara.
"Yang ada hanya menyoal jumlah pemilih, jumlah pengguna hak pilih, jumlah surat suara, jumlah suara tidak sah, dan lain-lain. Hampir tidak pernah menyoal perolehan suara," jelasnya.
Meski mengaku heran, Pramono berpendapat tudingan itu adalah hak BPN untuk diajukan ke MK.
"Tapi oke lah. Namanya juga menggugat. Maka KPU nanti akan membuktikan dalam sidang PHPU di MK bahwa gugatan itu sama sekali tudak berdasar sama sekali, tidak didukung bukti yang relevan," tandasnya.
Advertisement