Geger Pencatutan KTP untuk Calon Independen Pilkada Jakarta, Bawaslu Diminta Bertindak Cepat dan Tegas

Dia menegaskan, harus diingat bahwa data dukungan yang diberikan oleh paslon perseorangan harus benar-benar diperoleh langsung dari warga.

oleh Tim News diperbarui 16 Agu 2024, 21:11 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2024, 19:54 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 (Liputan6.com / Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua The Constitutional Democracy Initiative (CONSID) Kholil Pasaribu menilai pencatutan data penduduk berupa fotokopi KTP-el yang banyak dikeluhkan warga Jakarta terkait pemberian dukungan kepada pasangan calon (paslon) kepala daerah di Pilkada DKI Jakarta, adalah perbuatan yang tidak bisa dibenarkan. Bila tindakan tersebut terbukti, patut dipertanyakan kebenaran jumlah dukungan pasangan calon perseorangan yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta.

"Seorang penduduk haruslah dengan kesadaran dan sukarela memberikan fotokopi KTP-el dan pernyataan dukungan kepada balon perseorangan. Sehingga jika ada penduduk yang merasa tidak pernah menyerahkan KTP-el dan memberikan dukungan kepada balon perseorangan, berhak menolak memberikan dukungan dan dukungannya dinyatakan Tidak memenuhi Syarat (TMS). Seiring dengan itu bisa mempersoalkan dari mana balon paslon perseorangan mendapatkan fotokopi KTP-el yang berisi data-data kependudukan yang bersifat pribadi tersebut," kata dia dalam keterangannya, Jumat (16/8/2024).

Dia menegaskan, harus diingat bahwa data dukungan yang diberikan oleh paslon perseorangan harus benar-benar diperoleh langsung dari warga. Sebab penggunaan dokumen yang tidak benar bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pilkada yang diancam dengan sanksi pidana.

"Dan KPU harus hati-hati memperlakukan setiap dokumen dan tidak melakukan manipulasi hasil pemeriksaannya. Tindakan manipulasi oleh penyelenggara juga merupakan tindak pidana dalam pilkada yang diancam dengan pidana," ujar dia.

Karena itulah peran KPU dalam melakukan verifikasi jumlah dukungan baik pada tahap verifikasi administrasi (vermin), terlebih lagi verifikasi faktual (verfak) menjadi sangat krusial. KPU dengan kewenangan yang dimilikinya bisa menentukan kebenaran data dan pernyataan dukungan Memenuhi Syarat (MS) atau TMS.

"KPU harus cermat dan jujur dalam memberikan status terhadap hasil verifikasi terutama yang faktual. Jika saat verifikasi faktual ditemukan ada warga yang merasa tidak pernah memberikan data tersebut harus diberikan status TMS. Petugas pengawas juga harus tegas dan memastikan kerja verifikasi faktual oleh KPU sesuai dengan tata cara dan prosedurnya," ujarnya.

 

Verfak Tahapan Paling Rawan Terjadinya Manipulasi

Dia mengungkapkan, bahwa harus diakui tahapan verifikasi faktual ini adalah tahapan paling rawan terjadi manipulasi status dukungan. Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas pemilu harus bisa menjangkau sampai tahap penginputan data hasil verfak ke dalam sistem oleh petugas KPU.

"Jika itu tidak bisa diawasi, maka celah terjadinya kecurangan manipulasi status dukungan tetap terbuka lebar," ujar dia.

Karena itulah jika melihat banyaknya keluhan warga Jakarta yang merasa tidak pernah memberikan KTP-el sebagai bentuk dukungan kepada balon paslon perseorangan perlu disikapi secara sangat serius. Apa yang terjadi di Jakarta sangat besar peluangnya terjadi di daerah lain di mana ada balon perseorangan.

"Ada dua hal besar yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh. Pertama soal KTP-el warga yang merasa tidak pernah memberikannya untuk dijadikan syarat pemenuhan dukungan calon perseorangan kepala daerah. Ini patut diduga ada pengambilan secara tidak sah dokumen identitas penduduk dan penggunaannya. Ini merupakan ranah pidana yang penyelesaiannya harus tegas, transparan dan adil. Lemahnya perlindungan data pribadi telah terbukti merugikan masyarakat," terang Kholil.

Kedua, kebenaran hasil verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU terhadap dukungan yang diberikan di mana warga tersebut merasa tidak pernah menyerahkan fotokopi KTP-el. Terhadap dua hal itu maka Pertama, setiap warga yang ber-KTP Jakarta harus memeriksa data dirinya melalui link info pemilu apakah masuk memberikan dukungan atau tidak. Kedua, saat yang sama jika ditemukan data dirinya diambil, bisa melaporkan kepada pihak kepolisian terhadap dugaan pencurian data pribadi.

Ketiga, warga Jakarta bisa melaporkan segera ke badan pengawas pemilu terhadap adanya pelanggaran yang dilakukan oleh KPU dalam melakukan verifikasi. Keempat, dalam situasi seperti ini badan pengawas pemilu harus mengambil langkah yang lebih progresif dengan membuka posko pengaduan di setiap jenjang pengawasan. Hasil pengawasan atau temuan yang diperoleh haruslah segera diproses mengingat waktu pendaftaran balon kepala daerah sudah semakin dekat.

"Bawaslu harus bertindak cepat dan tegas merespons setiap laporan dan temuan. Jangan bersikap pasif menunggu laporan datang dan memprosesnya secara biasa-biasa saja. Di sinilah fungsi pengawasan melekat Bawaslu bekerja. Keadilan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi dalam pilkada harus ditegakkan secara sungguh-sungguh," dia menandaskan.

Infografis Kilas Balik Satgas Nusantara Amankan Pilkada hingga Pilpres. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kilas Balik Satgas Nusantara Amankan Pilkada hingga Pilpres. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya