MK Harus Pertimbangkan Suara Rakyat Dalam Ambang Batas Parlemen

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah menuai dinamika politik.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 22 Agu 2024, 14:46 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2024, 14:35 WIB
Gedung MK
Suasana di luar Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat saat berlangsungnya sidang sengketa Pilpres 2024. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah menuai dinamika politik.

Praktisi Hukum Nasrullah menilai, harusnya pandangan MK tersebut juga berlaku dalam menjaga suara partai di DPR. Karena ada partai politik tidak bisa menyalurkan aspirasi di DPR lantaran terhalang aturan ambang batas parlemen atau parlementary threshold.

Namun, dia mengungkapkan, MK selalu menolak perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) terkait ambang batas parlemen selalu ditolak.

“Harusnya (pemahaman serupa juga digunakan di DPR), cuman kan PHPU terkait hal tersebut selama ini masih sering ditolak MK, alasannya selalu karena open legal policy atau tujuan penyederhanaan jumlah partai politik,” kata Nasrullah, Kamis (22/8/2024).

Selain itu, dia mengatakan, putusan MK ini juga akan berdampak pada peraturan untuk mengusung presiden di Pemilu 2029 mendatang. Di mana akan timbul pertanyaan perihal partai nonparlemen akan bisa mengusung calon presiden.

Mengacu kepada petusan MK, Nasrullah melihat, ada suara rakyat yang juga terabaikan lantaran partai yang didukung tidak masuk ke parlemen.

“Melalui putusan 60 kemarin, sepertinya kita melihat akan ada prkembangan wacana ke arah sana untuk menyamakan pengaturan presiden treshold, pertanyaan hukum yang akan muncul apakah memungkinkan partai non parlemen kedepannya dapat mencalonkan calon presiden atau seperti apa,” tutupnya.

Parpol Tak Punya Kursi di DPRD Bisa Calonkan Kepala Daerah, Apa Pertimbangan MK?

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Lewat putusan ini, Mahkamah Konstitusi menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.

“Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Putusan MK

Dalam perkara ini, Partai Buruh diwakili Said Iqbal selaku Presiden dan Ferri Nurzali selaku Sekretaris Jenderal. Sementara itu, Partai Gelora diwakili Muhammad Anis Matta selaku Ketua Umum dan Mahfuz Sidik selaku Sekretaris Jenderal.

Lebih lanjut, MK mengatur bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai dengan 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya