Pengamat Politik: Pemilu 2019 Rumit, Pemilih Bakal Malas Coblos Caleg

Dengan tingkat rumit itu orang malas cari nama calegnya di Pemilu 2019, tapi potensi langsung cari partai saja untuk dicoblos

oleh Liputan6.comDevira Prastiwi diperbarui 30 Okt 2018, 17:16 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2018, 17:16 WIB
Resmi Kantongi Nomor Urut, KPU Tetapkan Berita Acara ke 14 Parpol
Sebanyak 14 perwakilan partai politik foto bersama usai pengambilan nomor urut peserta pemilu 2019 di kantor KPU, Jakarta, Minggu (18/2). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Populi Center Rafif Imawan memaparkan hasil survei soal elektabilitas partai politik (parpol). Menurutnya, hanya lima parpol yang elektabilitasnya melewati parliamentary threshold sebesar 4 persen.

"Hasil survei kami tidak jauh berbeda dengan hasil survei lain, hanya ada lima partai besar yang berada di atas 4 persen, yaitu PIDP, Gerindra, Golkar, PKB dan NasDem. Di luar itu di bawah 4 persen dari 16 partai yang ada," ujar Rafif di Jakarta.

Menanggapi hal itu, Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti meminta agar lembaga survei bisa menjelaskan kecenderungan pemilih ketika dihadapkan dengan survei, yaitu apakah pemilih tersebut memilih karena figur orang atau berasal dari partai.

"Mungkin kalau bisa lembaga survei dijelaskan kecenderungan pemilih apakah dia pilih figurnya atau partai itu sendiri belum terjelaskan. Kalau di survei bisa jelaskan orang maunya pilih partai atau orang yang di dalam partai itu, mungkin itu bisa menjelaskan nasib parpol di masa depan," ucap Ray.

Dia menilai pentingnya hal ini karena masyarakat cenderung tidak memperhatikan kembali siapa calon legislatif (caleg) yang dipilihnya dan terpenting adalah partai dimana caleg itu berada.

Ray berharap adanya sosialisasi untuk memudahkan masyarakat mengatasi kerumitan ini guna mengenal kandidat caleg.

"Tingkat kerumitan pemilu serentak menjadikan beberapa surat suara yang harus dicoblos, maka ada potensi orang lebih merasa sudah lah pilih partainya aja. Dengan tingkat rumit itu orang malas cari nama calegnya, tapi potensi langsung cari partai saja untuk dicoblos," tuturnya.

"Maka lakukan sosialisasi dibagikan surat suara terlebih dahulu sebelum pemilihan, agar sebelum pencoblosan mereka sudah mengerti, sosialisasi ini disertakan foto meski yang asli nanti tidak ada fotonya, tapi setidaknya mereka kenal caleg ini jadi sudah terekam gitu," sambung Ray.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Ada Kekhawatiran

KPU Tunjukkan Alat Peraga Kampanye Pilpres 2019
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (tengah) menunjukkan desain pasangan capres nomor urut 02 saat rapat di Gedung KPU, Jakarta, Senin (29/10). Rapat dihadiri perwakilan partai politik peserta Pemilu 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ray mengkhawatirkan apabila nama partai yang mendasari masyarakat memilih caleg, nantinya anggota-anggota legislatif yang menjabat hanya karena berada di kubu partai itu atas saja dan bukan karena kredibilitas anggota itu sendiri.

"Kalau itu yang terjadi, orang yang duduk nomor urut atas akan potensi mendapatkan banyak kursi, diuntungkan itu. Karena suara kan dihitung oleh partai bukan caleg. Artinya ke depan kita akan lihat banyak yang masuk ke DPR itu yang memang duduk di nomor urut tinggi (top list)," tegas Ray.

Survei Populi Center dilakukan dalam kurun waktu 23 September sampai 1 Oktober. Jumlah responden sebanyak 1.470 orang dipilih secara acak bertingkat. Margin of error 2,53 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

 

Reporter : Jayanti

Sumber  : Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya