Teluk Benoa Bali Masih 'Panas'

Analisa dampak lingkungan reklamasi Teluk Benoa dibahas, para aktivis terus menolak.

oleh Dewi DiviantaYudha Maruta diperbarui 30 Jan 2016, 05:06 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2016, 05:06 WIB
20160129-Teluk Benoa
Demo menolak reklamasi Teluk Benoa (Liputan6.com/dewi Divianta)

Liputan6.com, Denpasar - Pro dan kontra rencana reklamasi Teluk Benoa, Bali, masih meruncing. Pada Jumat 29 Januari 2016, aktivis yang tergabung dalam Forum Bali Tolak Reklamasi untuk kesekian kalinya kembali berunjuk rasa.

Kali ini, jumlah massa aktivis hingga ribuan orang mendatangi gedung Kantor Gubernur Bali di Renon, Denpasar. Aksi ini digelar saat sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif di Bali menggelar rapat pembahasan analisis dampak lingkungan rencana kegiatan revitalisasi Teluk Benoa dan kegiatan tambang dalam menunjang revitalisasi teluk benoa.

Selain membentangkan spanduk bernada penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa dengan kedok revitalisasi, mereka juga meminta dengan tegas pemerintah mencabut Perpres Nomor 51 tahun 2004 yang menjadi landasan hukum rencana tersebut.

"Dari mana pun ras kalian kita orang Bali, mari kita tunjukan niskala (batiniah) tidak akan diam mereka yang menerima suap akan menerima akibatnya," teriak salah satu aktivis dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kuta.

Sambil menggelar berbagai atraksi seni, mereka juga mendukung sejumlah ahli lingkungan yang turut berbicara dalam rapat tersebut. "Kita datang untuk mendukung kawan-kawan kita ahli-ahli kita di dalam gedung," teriak koordinator aksi, Wayan Suardana.

Dari ribuan massa tersebut ada dua orang yang sedikit berbeda keadaan fisiknya dari massa lainnya. Dia adalah Wayan Dama dan Made Agus yang berasal dari Kabupaten Gianyar.

Saat berbincang dengan Liputan6.com di sela aksi demo, Wayan Dama mengaku sejak dari awal rencana reklamasi dirinya sudah menolak. Dirinya tidak gentar dengan keadaan fisiknya yang harus menggunakan kursi roda.

"Dari awal saya menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Walau dengan kondisi seperti ini, saya wajib menjaga tanah leluhur saya dari tangan-tangan yang ingin merusak Bali," kata Dama di depan Kantor Gubernur Bali, Jumat 29 Januari 2016.

Dama meminta kepada Pemerintah supaya mendengarkan aspirasi masyarakat Bali agar membatalkan Perpres 51 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 45 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita.

"Walaupun akan menyerap tenaga kerja, reklamasi Teluk Benoa harus dibatalkan. Pemerintah harus segera mencabut Perpres 51 Tahun 2004," tegas Dama.

Dalam waktu yang bersamaan satu pleton Dalmas Polresta Denpasar, berjaga membentuk barikade dengan tameng di pintu masuk kantor gubernur, untuk mengamankan pengunjuk rasa.

Lebih dari 2 tahun rencana reklamasi Teluk Benoa dibahas. Selama itu juga, masyarakat Bali, khususnya warga Benoa, tak henti-hentinya mendengungkan penolakan reklamasi di atas laut seluas 700 hektar itu.

Tri Hita Karana

Sementara itu, rencana revitalisasi Teluk Benoa disebut menerapkan nilai Tri Hita Karana sekaligus akan dijadikan model pembangunan di Bali berbasis Tri Hita Karana.

Filosofi Tri Hita Karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia. Ketiga hubungan itu meliputi hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam sekitar yang saling terkait satu sama lain.

"Ini pertama kali ada rencana pembangunan di Bali yang melibatkan Yayasan Tri Hita Karana untuk mensurvei dan me-review kesesuaian filosofi Tri Hita Karana dalam pembangunan revitalisasi Teluk Benoa," demikian disampaikan I Gusti Ngurah Wisnu Wardana, Ketua Yayasan Tri Hita Karana, Bali, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

"Pertama aspek spiritual, ini terkait harmoni. Kedua, aspek sosial ekonomi, ini terkait dengan toleransi dan ketiga aspek palemahan, ini terkait gotong royong sesama masyarakat," urai Wisnu.

Dia mengatakan Yayasan Tri Hita Karana merupakan lembaga independen yang netral, tidak terlibat pada pro dan kontra revitalisasi Teluk Benoa.

"Kalau nanti hasilnya sudah sesuai nilai Tri Hita Karana, sesuai adat istiadat, mengapa ditolak? Padahal banyak pembangunan yang dilaksanakan mengabaikan Tri Hita Karana", ungkap Wisnu.

Direktur PT Tirta Wahana Bali International, Leemarvin Lieano, mengatakan, pihaknya akan mengedepankan dan mempertahankan aspek Tri Hita Karana dalam pembangunan revitalisasi Teluk Benoa.

"Kami berkomitmen menjaga dan melestarikan nilai luhur, adat istiadat dan budaya Bali dalam pembangunan di Teluk Benoa," tutur dia.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya