Kisah Perjalanan Mantan Pemulung Jadi Politikus

Mantan pemulung ini berhasil menjadi anggota DPRD Makassar selama 2 periode berturut-turut.

oleh Ahmad Yusran diperbarui 13 Feb 2016, 19:45 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2016, 19:45 WIB
Mantan pemulung
Hamzah Hamid, mantan pemulung yang sukses menjadi anggota DPRD Makassar, Sulsel. (Liputan6.com/Achmad Yusran)

Liputan6.com, Makassar - Namanya Hamzah Hamid. Lelaki itu terpilih menjadi anggota dewan sebanyak 2 periode berturut-turut. Ia kini menjabat sebagai Sekretaris Komisi D DPRD Kota Makassar Bidang Pendidikan dan Kesejahteraan.

Penampilannya kini necis. Tapi, siapa sangka jika saat duduk di bangku Sekolah Dasar, ia sempat menjadi pemulung. Pekerjaan itu dilakoni antara 1976 hingga 1978 demi menambah uang saku dan biaya sekolah.

"Sewaktu SD, saya belajar pemulung hanya untuk menambah uang jajan dan sekolah. Dan ketika sudah ketahuan orangtua, saya diminta fokus sekolah untuk menuntut ilmu," kisah Hamzah kepada Liputan6.com, Sabtu (13/2/2016).

Meski tidak lama, ia mengaku mengalami perlakuan tidak enak saat memulung. Tatapan sinis warga sering tertuju padanya karena kostumnya yang compang-camping dan karung di pundak.

Pengalaman itu memicunya untuk serius belajar. Ia berhasil mengenyam bangku kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar dan lolos menjadi pegawai negeri sipil pada 2009.

"Seiring waktu dan panggilan nurani, melihat nasib pemulung yang semakin jauh kodrat status sosialnya di tengah masyarakat, akhirnya saya memutuskan jadi politikus," kata Hamzah.

Menggalang dukungan pemulung, ia mengajukan diri menjadi wakil rakyat melalui partai politik. Dukungan kalangan itu, terutama yang berlokasi di Kecamatan Manggala dan Panakkukang, terbukti ampuh mengantarkannya duduk di kursi anggota DPRD.

Ketua Persatuan Pekerja Pemulung Sampah (P3S) Makassar itu mengatakan, sekalipun sampah kini mulai dilirik investor karena bernilai ekonomi, masih banyak pekerja sampah dan pemulung yang semata-mata mengandalkan sampah hanya untuk menyambung hidup.  

"Kita bisa lihat sendiri, dengan menggeliatnya urban, dan sampah jadi pilihan untuk mencari nafkah biaya hidup dan lainnya," ujar Hamzah.

Karena itu, ia bertekad untuk memperjuangkan kepentingan anak-anak pemulung yang memerlukan kepastian kelanjutan pendidikan. Menurut dia, pendidikan sangat penting bagi kemajuan daerah.

"Saya adalah wakil mereka dan masih prihatin dengan nasib pemulung, khususnya yang anak usia sekolah harus putus pendidikan karena persoalan ekonomi orang tua warga di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa, Antang di Kecamatan Manggala," ucap Hamzah.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya