Orangtua Kesulitan Biaya, Bayi Andrian Tertahan 48 Hari

Sang ibu meninggal dunia karena sakit darah tinggi saat Andrian memasuki usia 1 bulan dan masih dirawat di inkubator di RSUD Ponorogo.

oleh Zainul Arifin diperbarui 05 Jun 2016, 21:05 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2016, 21:05 WIB
Bayi Andrian
Sang ibu meninggal dunia karena sakit darah tinggi saat Andrian memasuki usia 1 bulan dan masih dirawat di inkubator di RSUD Ponorogo. (Liputan6.com / Zainul Arifin)

Liputan6.com, Ponorogo - Bayi malang itu bernama Andrian Dwi Nugroho, anak pasangan Tukirin dan Fita Indrawati warga RT 1 RW 4 Desa Kapuran, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Bayi yang lahir dengan bobot 1 kilogram ini akhirnya bisa pulang setelah sempat tertahan 48 hari di rumah sakit lantaran sang ayah tak mampu membayar biaya perawatan.
 
“Alhamdulillah, Dinsos Jatim akhirnya serahkan bayi Andrian ke keluarganya setelah tertahan di RS Ponorogo,” cuit akun @pakdekarwo1950 milik Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, Minggu (5/6/2016).
 
Kepala Dinas Sosial Jawa Timur, Sukesi, membenarkan kabar bayi Andrian yang tertahan di RSUD Ponorogo karena orang tua si bayi tak memiliki biaya perawatan. Seluruh biaya ganti perawatan itu ditanggung oleh Dinas Sosial Ponorogo.
 
“Bayi itu sudah bisa keluar dari rumah sakit dan diantar ke orang tuanya kemarin malam,” kata Sukesi.
 
Nasib bayi Andrian yang tak bisa dibawa pulang orang tuanya lantaran kendala biaya ini mencuat di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Kejadian ini bermula saat sang ibu, Fita Indrawati, melahirkan di RSUD Ponorogo pada 18 April lalu. Bayi laki-laki itu memiliki berat badan 1 kilogram, masuk kategori gizi buruk.

Pihak rumah sakit memutuskan merawat bayi Andrian di inkubator sampai bisa dinyatakan sehat. Malangnya, sang ibu meninggal dunia karena sakit darah tinggi saat Andrian memasuki usia 1 bulan dan masih dirawat di inkubator di RSUD Ponorogo.
 
Biaya perawatan Andrian di rumah sakit itu Rp 500 ribu per hari. Tukirin, bapak bayi Andrian hanyalah seorang buruh biasa. Selama masa perawatan, total biaya yang harus dibayar Tukirin untuk perawatan anaknya sebesar Rp 15,5 juta. Tukirin tak mampu membayar biaya perawatan itu dan tak bisa membawa anaknya pulang meski bayi Andrian sudah dinyatakan sehat dengan berat mencapai 1,25 kilogram.
 
Ditambah lagi bayi mungil itu dan bapaknya tak masuk daftar Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN), Jaminan Kesehatan Daeah (Jamkesda), Program Keluarga Harapan (PKH) Pemprov Jawa Timur maupun Kartu Indonesia Sehat (KIS).
 
“Kabar ini kemudian didengar oleh Gubernur Soekarwo dan memerintahkan kami untuk menanganinya,” ujar Sukesi.
 
Dinas Sosial Jawa Timur kemudian berkoordinasi dengan Dinas Sosial Ponorogo untuk membantu pemulangan bayi Andrian ke keluarganya. Selanjutnya, Dinas Sosial Ponorogo membantu bayi Andrian agar bisa pulang saat itu juga sekaligus menanggung seluruh biaya perawatan setelah berita ini mencuat.
 
“Akhirnya bayi itu bisa pulang setelah seluruh biaya diselesaikan Dinas Sosial yang melaporkan kabar ini ke Bupati Ponorogo. Jadi, bayi ini sudah dipulangkan ke keluarganya sejak Sabtu 4 Juni kemarin,” ucap Sukesi.
 
Dinas Sosial Ponorogo juga diminta memasukkan keluarga Tukirin ke daftar PBI JKN agar mendapatkan KIS. Serta membenahi rumah keluarga Tukirin dan warga lain di sekitar rumah Tukirin yang masuk kategori tidak layak layak huni.
 
“Saya meminta Pemkab Ponorogo sekaligus untuk mendata warga lain yngg rumahnya tidak layak huni seperti pak Tukirin. Agar bisa direkomendasi ke Gubernur Soekarwo untuk mendapat program bantuan rumah tak layak huni,” papar Sukesi.
 
Nikmah, seorang pekerja sosial di Ponorogo mengatakan, kasus bayi Andrian ini sudah didampingi oleh Satuan Bhakti Pekerja Sosial Perlindungan Anak (Sakti Peksos PA) Kementerian Sosial.
 
“Pak Tukirin ini dari keluarga tak mampu, kesulitan untuk membiayai biaya perawatan Andrian. Tapi alhamdulillah kemarin sudah diselesaikan dan bayi Andrian bisa dibawa pulang,” kata Nikmah saat dikonfirmasi.
 
Menurut dia, di Ponorogo cukup banyak kasus kelahiran bayi dengan gizi buruk hingga gangguan kesehatan lainnya. Kebanyakan berasal dari keluarga miskin sehingga penanganannya lambat. Sayangnya, instansi terkait lamban dalam mengatasi masalah ini.
 
“Banyak kasus anak dengan gizi buruk di Ponorogo, terutama di kawasan miskin,” tutur Nikmah.
 
Kepala Dinas Sosial Ponorogo, Sumardi tak dapat dikonfirmasi. Telepon selulernya tak aktif saat coba dihubungi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya