Tarif Calo Penerimaan TNI Kodam Wirabuana Mulai Rp 100 Juta

Sindikat percaloan penerimaan prajurit baru TNI Kodam VII Wirabuana raup miliaran rupiah berdasarkan hasil penyelidikan internal.

oleh Eka Hakim diperbarui 01 Sep 2016, 12:31 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2016, 12:31 WIB
Ilustrasi Kasus Suap
Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Makassar - Kasus sindikat percaloan penerimaan prajurit baru TNI 2016 memasuki babak baru. Sidang kehormatan sepuluh orang dari internal Kodam VII Wirabuana Sulawesi Selatan dijadwalkan berlangsung pada Senin, 5 September 2016.

"Kemudian dari hasilnya itu, jika terbukti unsur gratifikasi yang oknum prajuritnya kita tindak secara internal dan akan diberi sanksi berat hingga pemecatan. Sedangkan khusus untuk PNS yang terlibat, kita serahkan ke polisi untuk ditangani," ucap Kepala Staf Kodam VII Wirabuana Mayjen TNI Supartodi saat dihubungi via telepon di Makassar, Sulsel, Rabu 31 Agustus 2016.

Kesepuluh calo yang diperiksa itu, kata dia, merupakan PNS Kodam, prajurit bintara, tamtama dan perwira. Supartodi menyebut sebagian anggota sindikat sudah bertahun-tahun menjalankan praktik percaloan itu.

"Mereka ada yang pemain lama dan juga ada yang baru bergabung dalam sindikat percaloan ini. Intinya semuanya kita tak pandang bulu semuanya, kita sikat," ujar Supartodi.

Dalam kasus dugaan gratifikasi penerimaan calon prajurit baru TNI tersebut, kata Supartodi, pihaknya juga akan menyeret pemberi suap. Sebelumnya, penyidik internal Kodam VII Wirabuana telah mengamankan uang bernilai miliaran rupiah dalam kasus tersebut.

"Uang miliaran yang disinyalir sebagai suap dalam penerimaan prajurit baru TNI kita telah amankan. Nah karena ini kuat unsur gratifikasi, maka selain penerima suap, kita tentunya akan menyeret juga pemberi suap," kata Supartodi.

Supartodi menyatakan, berdasarkan hasil penyidikan internal, besaran suap yang diterima sepuluh pelaku beragam. Sebagai imbalan, para pelaku menjanjikan meloloskan pendaftar dalam seleksi calon prajurit TNI 2016.

"Ada yang memberi uang senilai Rp 100 juta, Rp 110 juta, dan Rp 150 juta. Itu data yang kita temukan dari hasil penyidikan saat ini. Jadi, pelaku modusnya memperkaya diri sendiri," tutur Supartodi.

Pengungkapan kasus tersebut berawal dari adanya orangtua korban yang mengadu membayarkan sejumlah uang yang diminta oleh oknum dalam pengurusan kelulusan anaknya menjadi seorang prajurit TNI pada pendaftaran 2016. Namun, janji tersebut justru tidak ditepati.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya