Jejak Nyata Bhinneka Tunggal Ika di Kesultanan Banten

Terapkan Bhinneka Tunggal Ika, Sultan-Sultan Banten mencontoh nabi ketika memimpin Madinah.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 29 Nov 2016, 06:02 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2016, 06:02 WIB

Liputan6.com, Serang - Siapa bilang Banten tak mengenal Bhineka Tunggal Ika? Sejak di bawah kepemimpinan Sultan Maulana Hasanudin, masyarakat Banten telah belajar untuk hidup saling menghargai dan menghormati kepada mereka yang berbeda budaya, agama, sosial, negara, dan daerah.

"Kebhinekaan ini, ketunggalikaan ini, sudah ada sejak zaman sultan, bukan sekarang saja. Masuknya orang dari mana-mana, itu kan keberagamaan, budaya, agama, kesenian, itu diterima (di Banten)," kata Tubagus (Tb) Abbas Wasse, Ketua Pemangku Adat Kesultanan Banten, saat ditemui di kediamannya yang berada tepat di belakang Masjid Agung Kesultanan Banten, Senin, 28 November 2016.

Pria berumur 54 tahun itu bercerita, salah satu contoh toleransi yang diajarkan para Sultan Banten adalah keberadaan Vihara Avalokitesvara yang hanya berjarak 1 km dari Masjid Agung Banten dan berdirinya Masjid Pecinan.

"Kalau Sultan tidak mengajarkan kebhinekaan, tidak akan ada itu gereja, tidak ada itu vihara. Kami diajarkan egaliter, terbuka. Mungkin berbicara paling aman, di Banten ini paling aman bagi yang berbeda agama dan berbeda budaya karena dari dulu kita sudah diajarkan (toleransi)," kata Abbas.

Pria yang juga menjabat Ketua Kenadziran atau Keturunan Kesultanan Banten itu menyatakan para Sultan Banten mengadopsi gaya kepemimpinan Rasulullah ketika memimpin Kota Madinah. Kota tempat hijrah Nabi itu dihuni penduduk berbagai macam agama, budaya, dan sosial, tapi dapat hidup berdampingan dengan aman dan damai.

"Karena Sultan terusan dari para anbiya, pewaris dari para nabi. Pedomannya Alquran dan Hadis. Jadi yang mayoritas itu melindungi minoritas, dan kami keturunannya diajarkan seperti itu," kata dia.

Bahkan menurut Abbas, pada saat perayaan hari besar warga Tionghoa, para orang tuanya pun akan berziarah ke makam para Sultan Banten sebagai tanda rasa hormat dan saling menghargai antarumat beragama yang berbeda budaya.

"Kami (Kesultanan Banten) dengan ketua vihara juga komunikasi. Kalau ada keramaian China, Imlek atau apa, kalau orang-orang China yang sudah tua, mereka datang ke klenteng, tidak afdol kalau tidak ziarah ke makam Sulthan," tutur Abbas.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya