Liputan6.com, Cirebon - Pembunuhan dua sejoli oleh delapan anggota geng motor masih membawa kekhawatiran bagi masyarakat untuk beraktivitas di Kota Cirebon.
Sepasang kekasih, RS (16) dan VN (16), tewas dengan kondisi mengenaskan setelah diserang oleh 11 pemuda anggota geng motor asal Cirebon, Jawa Barat. Tubuh keduanya ditemukan di jembatan jalan layang Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Cirebon, pada Sabtu, 27 Agustus 2016.
Advertisement
Baca Juga
Kejadian bermula saat kedua korban berboncengan melintasi depan SMP 11 Kalitanjung Cirebon. Saat melintas, sekelompok orang melempari batu kepada mereka yang saat itu juga tengah bersama-sama dengan teman-temannya.
Korban bersama rekan-rekannya sempat melarikan diri. Namun, gerombolan geng motor itu mengejar, lalu menjatuhkan RS dan VN di jalan layang. Setelah terjatuh, mereka lalu disergap.
"Sementara rekan-rekannya berhasil melarikan diri, para pelaku kemudian membawa korban dan dibawa ke TKP awal, Jalan Perjuangan depan SMPN 11 Cirebon," ujar Kapolres Kota Cirebon AKBP Indra Jafar, Kamis, 1 September 2016.
Di tempat gelap, korban RS dikeroyok dan dianiaya. Ia bahkan sempat ditusuk oleh seorang pelaku. Sedangkan teman RS, yakni VN, dicabuli secara bergiliran oleh para pelaku hingga kedua korban meninggal dunia di TKP.
Setelah para anggota geng motor menghabisi korban, mereka membawa jenazah keduanya ke jalan layang Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.
"Korban dibuang mengelabui seakan-akan korban merupakan korban lakalantas," ujar Indra.
Kasus pembunuhan tersebut terungkap setelah proses pemakaman korban. Saat itu, kata dia, polisi curiga karena teman-teman korban sudah lebih dulu datang ke TKP dan melaporkan kejadian itu kepada pihak kepolisian.
"Pihak kepolisian menyimpulkan sementara bahwa korban meninggal bukan karena lakalantas, tetapi merupakan korban pembunuhan. Setelah dilakukan pengembangan dari bukti dan saksi teman-temannya, RS dan VN merupakan korban pembunuhan berencana," ujar Indra.
Dari 11 pelaku pembunuhan berencana tersebut, Polresta Cirebon berhasil menangkap delapan pelaku. Pihaknya masih mengejar tiga anggota geng motor lainnya yang juga terlibat dalam kasus pembunuhan berencana itu.
"Pelaku kami tangkap pada hari Rabu, 31 Agustus 2016 di Jalan Perjuangan Majasem Kampung Situgangga, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon," kata dia.
Meski begitu, pelaku tidak dijerat Pasal 340, melainkan Pasal 338, 351, 170 dan 285 KUHP tentang penganiayaan dan pemerkosaan serta UU Perlindungan Anak.
"Pelaku yang sudah kami tangkap termasuk yang memukuli RS maupun memperkosa VN secara bergantian. Sisa pelaku yang masih buron terus kami kejar sambil dilakukan pengembangan terkait motif pembunuhannya," ucap Indra Jafar.
Keluarga Duga Pembunuhan Dua Sejoli itu Terencana
Keluarga Duga Pembunuhan Dua Sejoli itu Terencana
Air mata kesedihan tak hentinya diteteskan nenek VN saat melihat cucunya sudah tak bernyawa. Stm mencoba ikhlas. Bahkan ia turut memandikan jenazah VN sebelum dimakamkan. Namun, di tengah proses memandikan jenazah VN, sang nenek sempat curiga melihat kondisi tubuh korban yang saat itu diduga meninggal karena kecelakaan.
"Pas saya mandikan kok jenazah cucu saya ada luka aneh. Saya merasa heran masak tabrakan di trotoar dan tiang listrik lukanya seperti itu," ucap sang nenek di Cirebon, Minggu, 4 September 2016.
Sang nenek menyebutkan, saat memandikan ia melihat luka-luka aneh di tubuh VN bagian kaki, kepala, dan muka yang memar gosong seperti bekas pukulan keras. "Di bagian kepala belakang cucu saya jadi lunak," ujar dia.
Kendati demikian, Stm akhirnya mencoba berpikir positif dan meyakini sang cucu benar korban kecelakaan. Namun, selang beberapa waktu kemudian setelah pemakaman, kecurigaan Stm diperkuat dengan temuan baru bahwa VN bersama kekasihnya RS merupakan korban pembunuhan oleh geng motor.
"Saya hanya menangis dan terus menangis kenapa kepergian cucu saya tragis seperti ini. Diperkosa secara bergiliran sampai sempat kritis dan meninggal dunia. Waktu jenazah dibawa ke rumah juga posisi kaki sudah digips," tutur dia.
Dia mengaku tak ada kecurigaan atau firasat tidak enak saat VN pergi meninggalkan rumah. VN, kata dia, sempat meminta uang Rp 10 ribu kepada ayahnya dan Rp 50 ribu kepada kakaknya sebelum keluar rumah.
"Cucu saya itu anak keempat bungsu dari empat bersaudara, yang satunya sudah meninggal," kata Stm.
RS (16) merupakan remaja pria korban aksi brutal geng motor Cirebon yang jasadnya ditemukan bersama VN (16), teman perempuannya. Polisi telah menangkap delapan orang dari 11 tersangka kasus yang kini dilimpahkan penanganannya ke Polda Jawa Barat.
Berdasarkan penelusuran, RS diketahui merupakan anak anggota Sat Narkoba Polresta Cirebon Aiptu Rudiyana.
"Kejanggalan yang awalnya diduga lakalantas itu juga dicurigai oleh rekan-rekan dari Sat Narkoba. Didukung informasi yang kami dapat dari warga maupun teman-teman korban," ujar Kapolres Kota Cirebon AKBP Indra Jafar, Jumat petang, 2 September 2016.
Dia mengatakan, kejanggalan tersebut terlihat saat anggota Sat Narkoba melihat luka-luka yang mencurigakan. Terutama, di bagian pundak dan punggung korban serta tangan yang patah tidak wajar. Menindaklanjuti kecurigaan itu, jajaran Polresta Cirebon pun langsung melakukan penyelidikan.
"Setelah kejadian dan pemakaman, kami lidik selama empat hari. Selanjutnya Rabu setelah yakin kasus pembunuhan kami langsung menangkap delapan tersangka. Tiga di antaranya masih dilakukan pengejaran," ujar Indra.
Saat penangkapan, kata dia, polisi mendapati barang bukti benda tumpul seperti batu, kayu, bambu hingga samurai digunakan pelaku untuk membunuh korban. Pihaknya meminta waktu untuk mendalami motif pembunuhan tersebut.
Polisi menjerat pelaku dengan pasal berlapis, yakni Pasal 338, 170, 351, 285 KUHP dengan minimal hukuman 15 tahun. "Masih kami dalami terkait apakah itu pembunuhan berencana atau bagaimananya. Tolong beri kami waktu," ucap Indra.
Advertisement
Permintaan VN kepada Keluarga
Permintaan VN Kepada Keluarga
Polisi mengautopsi jasad VN (16), remaja putri korban kebrutalan geng motor Cirebon di TPU Cirebon. Keluarga VN tak hadir karena dikhawatirkan histeris. Meski begitu, keluarga mengajukan permintaan khusus kepada tim forensik yang mengautopsi VN.
"Permintaan keluarga, kawat gigi VN minta dilepas dan pelaku dihukum seberat-beratnya," ujar perwakilan keluarga yang juga Ketua RW 11 Samadikun Utara Kota Cirebon, Junaedi, Selasa (6/9/2016).
Selain kawat gigi yang masih menempel di bagian tubuh VN, keluarga juga meminta kontak lensa untuk dilepas. Namun, kontak lensa sudah hancur. Dia mengaku tim dokter forensik bersedia menuruti permintaan keluarga.
Junaedi menyampaikan, permintaan tersebut lantaran pihak keluarga mengaku terus didatangi arwah VN yang tewas mengenaskan itu.
"Pengakuan keluarga sempat didatangi VN dan bercerita tentang kronologis serta permintaan VN agar pemakamannya disempurnakan. Yang masih menempel di bagian tubuhnya agar dilepas," tutur Junaedi.
Sementara itu, Junaedi mengaku melihat langsung proses pengangkatan jenazah VN sebelum diautopsi. Saat diangkat, jenazah masih utuh. Hanya tubuhnya agak lembek karena sudah sembilan hari dimakamkan. Dia mengaku, melihat darah masih keluar dari kain kafan jenazah di bagian kepala.
"Kain putihnya ada darah di bagian kepala," kata Junaedi.
Jenazah Beri Petunjuk?
"Arwah" VN Ceritakan Kronologis Pembunuhan
Dari 11 orang, polisi baru menangkap delapan tersangka pembunuh dua sejoli Cirebon itu. Sementara tiga tersangka lain masih dalam pengejaran aparat.
Banyak isu berkembang yang menyebutkan jika korban VN dan salah satu dari 11 tersangka saling mengenal. Seperti disampaikan Kapolresta Cirebon AKBP Indra Jafar saat itu.
"Yang ramai diperbincangkan di masyarakat dan media sosial ada kemungkinan korban VN dan salah satu pelaku saling kenal. Tapi kami belum bisa menyimpulkan terlebih dahulu," kata Indra Jafar di Cirebon, Jabar, Rabu, 7 September 2016.
Indra mengklaim jajarannya sudah mengumpulkan beberapa bukti lain untuk mengetahui motif yang terjadi pada kasus ini. Termasuk, bukti dari rekaman percakapan maupun aktivitas VN lewat handphone. Penyidik pun akan memanggil dan menjadikan sahabat VN sebagai saksi.
"Indikasi ada patah hati atau cinta segitiga kami belum mengarah ke situ dulu. Yang jelas dokumen lain yang dimiliki VN akan menjadi salah satu penguat terungkapnya kasus ini. Butuh waktu yang cukup lama memang karena korban VN sudah meninggal," tutur Indra.
"Apakah kedua kelompok ini saling mengenal dan latar belakang permasalahannya apa masih kami dalami," ujar Indra.
Seiring berjalannya penyelidikan, seorang sahabat VN tiba-tiba menghubungi keluarga setelah enam hari jasad gadis berusia 16 tahun itu dimakamkan.
"Keluarga sahabat VN tiba-tiba hubungi kami dan meminta kami semua datang ke rumahnya. Ada, kok, rekamannya saat sahabat VN kesurupan dan kami sengaja merekam," sebut WS ayah VN kepada Liputan6.com, Senin, 12 September 2016.
WS mengaku kaget saat keluarga sahabat VN memaksa untuk datang ke rumahnya. Saat berkunjung, tubuh sahabat pun dirasuki VN dan berbicara mengenai kronologi kejadian yang menimpa VN kepada sang ayah.
VN pun terus-terusan memeluk sang ayah erat-erat sambil bercerita dan mengeluh kesakitan. Dia mengungkapkan, saat itu VN bersama RS dikejar geng motor hingga di jalan layang Talun. Di lokasi itu, pelaku memukul RS hingga keduanya jatuh tersungkur.
"Saat dipukul itu RS dan VN mengaku jatuh pingsan. Baru sadar ketika di lokasi pemukulan korban. VN sadar kemudian disiksa pelaku," ujar WS.
Tak lama setelah sadar dari pingsan, kepala bagian belakang VN dibenturkan ke motor pelaku. Penasaran dan belum puas atas penyiksaan kepada VN, pelaku kembali menyiksa korban dengan membenturkan kepala VN ke aspal.
Ia juga mengaku selain dibenturkan, tangan kanannya dipukul pakai balok sampai patah kemudian kakinya dilindas terus menerus sampai robek.
"Ketika saya ingin menjemput VN di RS, kata petugas, jangan dibuka balutan kainnya karena kaki dan tangan digips dan ada jahitan. Saat saya mandikan memang sudah patah dengan asumsi awal lakalantas tunggal. Ternyata pembunuhan," ujar WS sedih.
Advertisement
Satu Pelaku di Bawah Umur
Satu Pelaku di Bawah Umur
Direktur Kriminal Umum (Dirkum) Polda Jabar, Kombes Iman Raharjanto, mengatakan berkas pemeriksaan salah seorang pembunuh sadis anggota geng motor Cirebon terhadap korban RS dan VN sudah lengkap dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bandung untuk diproses selanjutnya.
Namun, Iman menolak menyebutkan identitas maupun inisial pelaku karena alasan undang-undang.
"Yang pasti salah satu pelaku pembunuhan RS dan VN anak usia di bawah umur. Usianya 16 tahun," ujar Iman saat menghadiri talkshow "Strategi Penanganan Geng Motor sebagai Bentuk Perilaku Menyimpang" yang digelar oleh Polres Kabupaten Cirebon, Selasa, 20 September 2016.
Iman menyampaikan mendahulukan pemeriksaan untuk tersangka di bawah umur karena adanya aturan pembatasan waktu pemeriksaan. "Kalau anak di bawah umur ada batasan waktu pemeriksaannya, sehingga lebih didahulukan," kata Iman.
Iman menjelaskan, pelimpahan tersebut agar pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian lebih objektif. Apalagi dalam kasus tersebut, salah satu korbannya adalah putra dari anggota Polresta Cirebon.
Dia mengungkapkan, ketiga pelaku pembunuhan sejoli Cirebon itu diduga sudah keluar dari Cirebon. Kabar lain juga menyebutkan bahwa salah seorang pembunuh sejoli RS dan VN merupakan anak seorang polisi juga.
"Kalau memang pelakunya anak polisi, memang kenapa? Semua pasti dihukum sesuai aturan yang berlaku," kata Iman.
Salah satu anggota geng motor Cirebon pembunuh sejoli, RS (16) dan VN (16), berinisial ST diyakini tidak bersalah. Pengacara ST, Titin Prialianti, meyakini bahwa kliennya yang masih di bawah umur merupakan korban asal tangkap polisi.
"Di BAP juga tidak menyebutkan nama ST. Saya yakin asal tangkap," ujar Titin saat menunggu jalannya sidang putusan di PN Kota Cirebon, Senin (10/10/2016).
Titin menuturkan, saat penangkapan pada 31 Agustus 2016 di depan SMPN 11 Kota Cirebon, ST saat itu sedang mengantarkan motor pamannya, ES, yang baru diisi bensin. Motor tersebut diantarkan atas permintaan ES yang juga ditangkap sebagai tersangka pembunuhan sejoli di lokasi.
"Pukul 17.00 WIB, saksi Aeb menelepon ayahnya RS (salah seorang korban), memberitahu kalau pelaku sedang berkumpul di depan SMPN 11. Setelah itu polisi melakukan penangkapan. Nah, posisi ST sedang mengantarkan motor kepada pamannya yang lagi nongkrong," ujar dia.
Titin menyebut selama proses persidangan berlangsung, hakim tidak pernah menghadirkan saksi kunci Aeb dan Dede yang melihat dan hapal ciri-ciri pembunuh rekan mereka. Hingga sidang vonis kasus pembunuhan sejoli akan diputuskan, keduanya tidak pernah tampak di ruang sidang.
"Saat kejadian dua saksi tersebut sedang ngopi dan penangkapan juga di situ. Tapi, dua orang itu tidak menyebutkan ST terlibat," kata dia.
Untuk mendukung alibi kliennya, ia menghadirkan enam saksi alibi yang mengetahui aktivitas ST pada 27 Agustus 2016 pukul 16.00 WIB sampai keesokan harinya, pukul 03.00 WIB dinihari. Namun, ia menyebut majelis hakim mengabaikan keterangan para saksi yang disampaikan.
"Ketika saksi alibi memberikan penjelasan, hakim ketua mengatakan itu sih waktunya dipas-pasin saja. Padahal dalam persidangan, majelis hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinannya mengenai salah atau tidaknya terdakwa. Itu sudah diatur dalam Pasal 158 KUHAP," tutur Titin.
Namun, akhirnya, ST (15) divonis bersalah. Ia dihukum hukuman penjara 8 tahun. Vonis majelis hakim yang diketuai Etik Purwaningsih dan anggota Suharyanti dan Ina Herlina lebih ringan dua tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum(JPU), yakni 10 tahun.
Majelis hakim menyatakan, terpidana ST bersalah membunuh sesuai Pasal 340 juncto 55 tentang pembunuhan berencana. Dalam amar putusan ST turut serta menganiaya korban RS dan VN.
"Terdakwa divonis 8 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Bandung," ujar Etik saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon, Senin (10/10/2016).
Dalam pembacaan putusan, Etik menyebutkan hal yang memberatkan antara lain aksi terpidana bersama teman-temannya meresahkan masyarakat. Tindakan yang dilakukan ST bersama teman-temannya terbilang sadis, kejam dan di luar rasa perikemanusiaan.
Selain itu, ia dianggap berbelit dalam menjawab pertanyaan majelis hakim. Sedangkan, hal yang meringankan hukuman adalah usia ST masih remaja sehingga masih panjang masa depannya.
Polisi Buktikan Kasus Pembunuhan Dua Sejoli Sudah Terencana
Polisi Buktikan Kasus Pembunuhan Dua Sejoli Sudah Terencana
Pembunuhan Dua Sejoli Cirebon Dirancang Saat HUT RI Majelis hakim menyatakan pembunuhan dan pemerkosaan sejoli RS (16) dan VN (16) di tangan geng motor Cirebon sudah terencana. Hal itu terungkap saat Hakim Ketua PN Kota Cirebon Etik Purwaningsih menjatuhkan vonis kepada ST, salah seorang terpidana pada Senin, 10 Oktober 2016.
Majelis hakim menyatakan ST bersalah dan melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang pembunuhan berencana. Dalam sidang putusan itu, Etik membeberkan fakta adanya rencana pembunuhan yang dimulai dengan konsep untuk menyakiti korban pada 17 Agustus 2016.
Pada 17 Agustus 2016, salah seorang pelaku yang masih buron, yaitu DN menyebarkan pesan pendek kepada anggota Moonraker (geng motor kawanan pelaku) untuk menyerang XTC (geng motor lain) yang menjadi musuh bebuyutannya.
"Selain karena balas dendam, ada cinta segitiga. DN menyukai VN tapi VN menolak. Pesan pendek itu merupakan rencana terkonsep untuk menyakiti korban," ujar Etik.
Dalam rencana itu terdapat pembagian tugas sehingga majelis hakim menilai ST terlibat langsung dalam kejadian itu. Dari fakta tersebut, majelis hakim menolak pembelaan yang dipaparkan kuasa hukum ST.
Advertisement
Para Pelaku Tolak Lakukan Rekonstruksi
Para Pelaku Tolak Lakukan Rekonstruksi
Jajaran Resmob Polda Jabar dan Reskrim Polresta Cirebon menggelar rekonstruksi atas kasus pembunuhan sejoli RS dan VN oleh anggota geng motor Cirebon, Rabu (26/10/2016).
Pantauan di lokasi tempat kejadian perkara (TKP) di Jalan Perjuangan depan SMPN 11 Kota Cirebon, warga memadati area rekonstruksi. Polisi memasang garis pembatas di sepanjang area sejak pukul 09.00 WIB dan menyebabkan arus lalu lintas dialihkan.
Warga yang geram bersama siswa menyoraki dan memaki ke delapan pelaku pembunuh RS dan VN. Sementara itu, belum terlihat keluarga korban hadir menyaksikan rekonstruksi ini.
"Dasar pembunuh kejam. Hukum seberat-beratnya," umpat salah seorang warga yang menyaksikan jalannya rekonstruksi.
Di tengah proses rekonstruksi sempat terjadi insiden kecil. Pelaku sempat akan dipukul oleh warga yang melintas di gang atau TKP 1 sebelum pelaku menghabisi korban. Upaya tersebut dihalau polisi sehingga rekonstruksi tetap berjalan.
Sementara, warga yang geram kepada pelaku langsung diamankan. Proses rekonstruksi dilakukan di empat TKP. Pertama di gang tempat para pelaku berkumpul sebelum melakukan aksinya.
Selanjutnya, di pinggir jalan depan SMPN 11 Kota Cirebon tempat pelaku melempar korban dan mengejar korban di fly over Talun Cirebon. Terakhir, areal persawahan tempat pelaku menghabisi korban.
Saat rekonstruksi berlangsung, tujuh anggota geng motor Cirebon, tersangka pembunuhan sejoli RS dan VN, mendadak mogok melanjutkan rekonstruksi. Dari 28 adegan yang disiapkan Polda Jabar, para pelaku baru memperagakan tujuh adegan.
Penolakan tersebut lantaran para tersangka mendadak tidak mengakui perbuatannya yang telah membunuh dan menyiksa RS dan VN.
"Di tempat rekonstruksi, pelaku malah menolak dan mengubah keterangannya jadi tidak mengakui perbuatannya. Itu sah saja," ujar Kasubdit Jatanras Polda Jabar AKBP Martri Sony, Rabu, 26 Oktober 2016.
Dia menjelaskan, dari empat TKP yang menjadi lokasi rekonstruksi, para tersangka baru beradegan di TKP pertama. Yakni, di gang tempat para pelaku berkumpul sebelum mereka mengejar RS dan VN hingga akhirnya dihabisi.
Bahkan, kata dia, pelaku maupun saksi yang ada di lokasi mengubah keterangan tidak sesuai BAP awal saat rekonstruksi berjalan.
"Di BAP awal, mereka mengakui, termasuk saksi. Tapi saat rekonstruksi mengubah pengakuan. Itu sah saja dan proses hukum tetap berjalan," ujar dia.
Polisi pun tetap melanjutkan proses rekonstruksi dengan melibatkan peran pengganti. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan jaksa dan penasehat hukum atas penolakan yang diajukan tersangka. Polisi berkukuh memiliki alat bukti yang kuat terhadap kasus pembunuhan ini.
"Proses rekonstruksi dan proses hukum tetap berjalan. Kami juga punya bukti kuat yang mengarah kepada proses hukum mereka," ujar dia.
Sementara itu, salah satu pengacara yang mendampingi para tersangka, Jogi Nainggolan, mengakui alasan penolakan kelima tersangka untuk melanjutkan proses rekonstruksi. Menurut Jogi, para tersangka berada di tempat lain saat pembunuhan terjadi.
"Keterangan terakhir yang disampaikan kepada saya di hadapan penyidik adalah mereka tidak pernah melakukan perbuatan keji itu karena saat kejadian mereka sedang berada di tempat lain. Mereka itu lima tersangka yang saya dampingi proses hukumnya," ujar Jogi.