Geopark Berusia 300 Juta Tahun Terancam Penambang Emas Liar Rakus

Meski menjadi ladang ilmu bagi para peneliti, Geopark Merangin belum juga diakui UNESCO.

oleh Bangun Santoso diperbarui 09 Jan 2017, 11:30 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2017, 11:30 WIB
Penelitian Geopark Merangin
Sejumlah peneliti Unesco saat berkunjung ke Geopark Merangin, Desember 2015. (Bangun Santoso/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jambi - Sudah setahun berlalu sejak para peneliti dan petinggi Geopark Global Network (GGN) United Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) berkunjung ke bumi Merangin, Provinsi Jambi.

Tepatnya pada Desember 2015, sejumlah peneliti UNESCO dipimpin salah satu petinggi GGN, Guy Martini turun langsung untuk melihat salah satu taman bumi terindah di Indonesia dan disebut tertua di Asia, yakni Geopark Merangin.

Geopark Merangin resmi menjadi anggota geopark nasional pada 25 September 2013 bersama lima kawasan lain, yaitu Danau Toba (Sumatra Utara), Gunung Rinjani (Nusa Tenggara Barat), Raja Ampat (Papua), Kawasan Kars Sewu (Jawa Tengah) dan Green Canyon (Jawa Barat).

Kunjungan sejumlah peneliti dari UNESCO merupakan tindak lanjut dari usulan yang diajukan Pemkab Merangin dan Pemprov Jambi agar Geopark Merangin masuk dalam GGN dan diakui secara internasional sebagai warisan dunia.

Guy Martini yang sudah puluhan tahun meneliti berbagai taman bumi di dunia pun mengakui dan mengagumi jika Geopark Merangin bahkan lebih dari sekedar taman bumi.

"Namun juga sebagai tempat migrasi peradaban manusia," ujar Guy Martini di Merangin, Rabu, 16 Desember 2015 lalu usai berkunjung ke Geopark Merangin.

Dalam kesempatan itu, agar diakui oleh UNESCO, perlu banyak pembenahan yang harus dilakukan. Menurut dia, Pemkab Merangin harus memetakan wilayah geopark baru yang lebih terarah.

Selain itu, Pemkab Merangin juga diminta menggali potensi geopark agar bisa dikembangkan. Seperti potensi geologi, alam, sejarah, budaya, ekonomi dan sosial.

Ahli geopark asal Prancis itu juga menyarankan agar Pemkab Merangin membuat perencanaan program sesuai dengan potensi daerah, serta kegiatan edukasi.

Kemudian, Pemkab Merangin juga diminta untuk membuat produk unggulan. Selain itu, juga harus membuat logo atau ikon Geopark Merangin agar mudah dikenal masyarakat luas.

Terancam Tangan Jahil Penambang Liar

Bebatuan Geopark Merangin
Bebatuan tua diperkirakan berumur jutaan tahun banyak terdapat di kawasan sungai Geopark Merangin. (Bangun Santoso/Liputan6.com)

Sejak masuk jajaran geopark nasional, taman bumi seluas 20.360 kilometer persegi ini tercatat sudah dua kali gagal diajukan ke UNESCO. Banyaknya "tangan-tangan" jahil terutama aktivitas penambangan emas liar di Merangin disebut-sebut salah satu faktor Geopark Merangin gagal diakui UNESCO.

Wakil Bupati Merangin Khafied Moein mengatakan, usai peneliti Unesco turun ke Merangin, Pemkab Merangin terus berbenah. Salah satunya masalah infrastruktur mulai dari jalan, jembatan dan yang paling besar adalah pembangunan museum pusat informasi geopark yang berlokasi di daerah Ujung Tanjung, Merangin.

"Untuk peningkatan jalur akses menuju geopark terus di koordinasikan dengan Pemprov Jambi," ujar Khafied saat dihubungi di Bangko, ibu kota Kabupaten Merangin, Senin (9/1/2017).

Sebagaimana arahan peneliti UNESCO, Pemkab Merangin juga terus memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan geopark. Pemberdayaan itu meliputi adat istiadat hingga kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Meski sempat gagal, Khafied mengaku tak putus asa agar Geopark Merangin diakui dunia. Ia menyatakan, sekitar Maret atau April 2017 ini, Bupati Merangin Al Haris berkesempatan memenuhi undangan di London (Inggris).

Undangan tersebut merupakan kesempatan bagi Bupati Merangin mempresentasikan progres pengembangan Geopark Merangin di depan UNESCO.

"Tahun ini penentuannya di London. Mudah-mudahan bisa," ucap Khafied mengakhiri.

Ladang Ilmu Evolusi Bumi

Museum Geopark Merangin
Sarana informasi geopark ada di Museum Geopark Merangin tepat berada di jalur masuk menuju kawasan geopark. (Bangun Santoso/Liputan6.com)

Geopark Merangin diperkirakan berumur 300 juta tahun. Karena itu, tempat tersebut menjadi ladang riset utama para geolog dunia dalam mempelajari evolusi bumi. Untuk menuju kawasan ini diperlukan waktu sekitar enam jam perjalanan darat dari Kota Jambi.

Di dalam kawasan Geopark Merangin cukup banyak peninggalan fosil kayu, tumbuhan, serta kerang-kerangan yang tercetak membatu di batu endapan lava dan abu vulkanik gunung purba.

Fosil-fosil di Merangin itu tersebar di sepanjang Sungai Batang Merangin dan Mengkarang. Fosil-fosil tersebut juga terdapat di dalam tanah.

Geopark Merangin terbagi atas empat bagian. Yakni, Paleobotani Park Merangin, Highland Park Kerinci, Geo-Cultural Park Sarolangun, dan Godwana Park Pegunungan Bukit Tiga Puluh yang masuk wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat di Jambi.

Paleobotani Park Merangin terbagi atas tiga zona. Yakni, zona tangkapan (gerbang utama) di kawasan Kota Bangko, Ibu Kota Kabupaten Merangin, zona inti geoconservation, bioconservation, cultural, dan conservation serta zona penyangga yang merupakan daerah sepanjang daerah aliran sungai (DAS).

Luas Paleobotani Park Merangin adalah 1.551 kilometer persegi yang terbagi atas dua zona. Zona pertama disebut geoconservation yang terbagi menjadi dua blok.

Yakni, kawasan Jambi Flora yang meliputi Desa Air Batu hingga Desa Biuku Tanjung serta kawasan Kars Sengayau di Sungai Manau dan Kars Jangkat. Kars Sengayau meliputi 13 gua yang pernah ditempuh masyarakat setempat selama 12 hari.

Zona kedua disebut bioconservation. Yakni, kawasan hutan lindung dan hutan adat di Merangin. Salah satunya, Hutan Adat Guguk di Desa Guguk, Kecamatan Renah Pembarap. Hutan Guguk memiliki luas sekitar 690 hektare.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya