Tradisi Seru Sambut Imlek, Minum Teh hingga Perang Air

Beda daerah, beda pula tradisi yang dimiliki untuk menyambut Imlek.

oleh Reza Efendi diperbarui 29 Jan 2017, 07:32 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2017, 07:32 WIB
Tradisi Seru Sambut Imlek, Minum Teh hingga Perang Air
Tradisi minum teh warga Medan rayakan Imlek. (Liputan6.com/Reza Efendi)

Liputan6.com, Medan - Bagi sebagian masyarakat Tionghoa, momen Imlek dirayakan dengan beribadah yang dilanjutkan dengan berkumpul bersama sanak saudara. Mereka akan berkumpul baik di rumah sendiri maupun di rumah keluarga yang dianggap paling tua.

Saat berkumpul itu, beragam tradisi digelar. Salah satunya keluarga Bambang Budi Hartono alias Chen Fuk Khun yang bermukim di Jalan Thamrin, Kelurahan Pandau Hilir, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan, Sumatera Utara, yang selalu melakukan tradisi meminum teh.

Di tahun Ayam Api ini, Budi Hartono melaksanakan tradisi minum bersama ketujuh anak beserta cucunya. Mereka melaksanan tradisi tersebut usai sembahyang Imlek dari wihara yang terletak di dekat kediaman mereka.

"Tradisi minum teh ini dilakukan dengan memberikan sulangan secangkir teh kepada orang tua, yaitu ayah dan ibu yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini sebagai simbol memohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan yang diperbuat," kata Budi, Sabtu, 28 Januari 2017.

Tidak hanya menggelar tradisi minum teh, seluruh keluarga Budi juga menggelar ritual mandi bunga tujuh warna. Ritual dilakukan pada sore hari sebelum sembahyang sebagai simbol membersihkan diri dari dosa-dosa yang sengaja ataupun tidak disengaja.

"Tahun ini berkah bagi kami, karena Imlek kali ini seluruh keluarga saya dari Aceh, Jakarta dan ada juga dari Manokwari, Papua bisa berkumpul," ucap dia.

Anak bungsu Budi, Chen Wen Fa alias Toni, menyebut tradisi minum teh saat Imlek dilakukan sebagai bentuk permintaan maaf orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Begitu juga permintaan maaf dari anak kepada orangtua.

"Kita tidak pernah meninggalkan tradisi ini, karena ini merupakan warisan leluhur," kata Toni.

Di tahun Ayam Api ini, lanjut Toni, keluarganya berharap bisa menjadi lebih baik lagi dan mendapatkan keberkahan dari tuhan. "Di tahun Ayam Api ini, menurut menurut kita sebagai keturunan Tionghoa, harus lebih sigap terutama dalam segi menjalankan usaha dan bekerja," ujar dia.

Perang Air

Festival Perang Air
Dalam tradisi Cian Ciu penduduk kota akan saling menyiramkan air ke satu sama lain di sepanjang jalan.

Sementara itu, Kabupaten Kepulauan Meranti menggelar Festival Perang Air atau Cian Cui pada perayaan Tahun Baru Imlek 2568, Sabtu sore.

"Ini tradisi tahunan perayaan Tahun Baru Imlek," kata Camat Tebing Tinggi Rizki Hidayat dalam keterangan tertulis seusai menandai pembukaan festival itu di Jalan Kartini, Selatpanjang, dilansir Antara.

Rizki menjelaskan, Pemkab Kepulauan Meranti bersama Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Riau sudah tiga tahun berpartisipasi menyelenggarakan Festival Perang Air di Kota Sagu, Selatpanjang.

Pelaksana Tugas Kadis Pariwisata Kabupaten Meranti Ismail menyatakan, Festival Perang Air termasuk agenda wisata Provinsi Riau dan akan dimasukkan ke data agenda Kementerian Pariwisata.

Dia berharap, kelak festival itu dipromosikan secara nasional. "Sejak tiga tahun terakhir, kami memprakarsai acara ini dan semakin baik dari tahun ke tahun. Semoga dapat menarik para pelancong baik lokal maupun mancanegara," ujar Ismail.

Menurut Ismail, pada setiap Festival Perang Air di Meranti, ribuan wisatawan lokal dan mancanegara ke Selatpanjang hanya untuk menyaksikan dan ikut saling siram air.

Peserta yang akan ikut dipersenjatai ember berisi air dan pistol air besar. Mereka bebas saling siram dengan setiap orang yang menanti di pinggir jalan dan berpapasan. Baik yang berusia, maupun muda rela berbasah-basahan.

Pada acara ini Etnis Tionghoa dan Melayu berbaur dalam suasana yang akrab. "Kabarnya acara ini hanya ada di Meranti dan negara Thailand," ujar Ismail.

Festival Cian Cui belakangan juga sudah menjadi daya tarik bagi wisatawan dari Malaysia, Singapora, Thailand, Australia dan Tiongkok. Perang air ini merupakan tradisi masyarakat Tionghoa di Selatpanjang.

Tradisi ini akan berlangsung enam hari sejak Imlek hari pertama. Perang air dimulai pukul 15.00 WIB hingga petang, di empat ruas jalan Selatpanjang, yakni Jalan Diponegoro, Jalan Kartini, Jalan Imam Bonjol, dan Jalan A Yani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya