Ketika Hakim Minta Anak dan Ibu di Garut Damai

Anak Gugat Ibu, permasalahan yang seharusnya bisa selesai sambil makan.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 06 Apr 2017, 16:02 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2017, 16:02 WIB
Ibu Digugat Anak Kandung Dengarkan Putusan Hakim
Titin tak sendirian menjalani hari berat ini. Masih ada 6 anaknya, kerabat, serta sahabat dari Pengajian di Sukarsari yang menemani. (Bima Firmansyah/Liputan6.com)

Liputan6.com, Garut - Sidang lanjutan kasus perdata anak gugat ibu kandung sebesar Rp 1,8 miliar yang terjadi di Kabupaten Garut, kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat. Agenda kali masih melengkapi berkas kedua belah pihak. Sebab pada persidangan sebelumnya, kedua belah pihak belum menyampaikan seluruh buktinya.

Dalam sidang ini, Ketua Majelis Hakim Endratno Rajamai sempat memberi nasihat. Dia melihat, bahwa seharusnya persoalan ini bisa segera diselesaikan dengan cepat secara musyawarah kekeluargaan.

"Ini kan persoalan kecil, apalagi menyangkut keluarga kan bisa diselesaikan di belakang rumah sambil makan," ujar dia dalam persidangan di ruang sidang Kartika, PN Garut, Jawa Barat, Kamis (6/4/2017).

Menurut dia, sesuai dengan kaidah sidang kasus perdata di pengadilan, sebelum sidang dilanjutkan untuk agenda selanjutnya, pihak majelis hakim selalu menawarkan jalan damai bagi kedua belah pihak. "Apalagi ini perdata bukan pidana, kan ini masalahnya sangat mudah sekali, bisa diselesaikan secara kekeluargaan," ujar dia.

Untuk itu, agar kedua belah pihak mengetahui duduk perkaranya, pengadilan meminta kedua pihak bisa menghadirkan saksi kunci atau prinsipal di muka persidangan.

"Anda siap untuk menghadirkan tergugat yang tengah sakit?" ucap majelis hakim bertanya kepada penasihat hukum tergugat Johan yang diikuti jawaban kesiapan pihak tergugat menghadirkan saksi prinsipal Amil yang saat ini tengah berbaring sakit di rumah sakit.

Ia beralasan, perlunya pengadilan menghadirkan saksi prinsipal. Sebab, hingga kini, kedua belah pihak berkukuh pada pendapatnya dan hanya menguasakan persoalan sidang pada kedua kuasa hukum pihak yang berperkara. Sementara, ihwal kronologi kasus hanya saksi prinsipal yang mengetahui seluk-beluk kasus itu.

"Mereka (Saksi Prinsipal) yang lebih tahu, kalaupun saksi dari pihak luar tetap masih menyangkut keluarga," kata dia.

Pengacara penggugat, Yopi Siregar mengakui hingga kini pihaknya belum bisa menghadirkan kliennya selaku saksi prinsipal dengan alasan banyak agenda. "Saksinya kan sibuk banyak kegiatan," kata dia seusai sidang.

Yopi menyatakan sebenarnya pihak penggugat telah memberikan jalan islah kepada tergugat dengan satu syarat mengakui sisa uang yang diberikan pihak tergugat dan membayarnya.

"Pihak kami hanya minta mengakui dan membayar sisanya, itu saja, kami sebenarnya telah membantu ternyata setelah 16 tahun tidak diakui bagaimana sakitnya," ujar dia.

Alasan Tergugat Tolak Islah

Asep Rohaendi, tergugat dua yang dihadirkan dalam sidang enggan mengakui dan menerima permintaan islah dari pihak penggugat. Aasannya, ia tidak merasa telah menerima uang sebesar Rp 40 juta sesuai dengan penjelasan pihak kuasa penggugat.

"Berat buat kami kami kalau harus mengakui ada uang 20 juta lainnya seolah-olah jumlahnya Rp 40 juta, yang ada adalah transfer Rp 21,5 juta, itu pun bukti transferannya kami yang serahkan ke dia (penggugat), karena dia tidak punya bukti," kata dia.

Asep mengakui gugatan yang dilayangkan Handoyo semata karena desakan ekonomi. Sebab, pada awalnya, ia dikenal sebagai pengusaha sukses sebagai pemborong. Namun, kondisinya kini tengah terpuruk.

"Rumah saja sekarang tidak punya karena ngontrak, apalagi anaknya kuliah, dia ke kakak saya minta rumah (sengketa) dijual, namun ditolak hingga akhirnya memusuhi kakak saya," tutur dia.

Kuasa hukum pihak penggugat Johan Jauhari mengatakan pihak tergugat siap menghadirkan saksi kunci sesuai dengan permintaan majelis hakim.

"Hari ini pun kami siap (menghadirkan), Amih sangat senang rindu untuk ketemu anaknya," ujar dia seusai sidang.

Saran Majelis Hakim

Sebelumnya, pihak majelis hakim pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat, menyarankan Handoyo Adianto untuk berdamai atau mencabut gugatannya kepada Siti Rokayah, 83 tahun.

Handoyo bersama istrinya Yani Suryani, menggugat ibu kandungnya yang bernama Siti Rokayah sebesar Rp 1,8 miliar. Gugatan ini karena masalah utang Asep Ruhendi anak Siti ke enam kepada Handoyo sebesar Rp 21,5 juta, pada 2001 lalu.

Dalam sidang sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Endratno Rajamai menyarankan agar persoalan utang piutang antara tergugat dengan Asep Ruhendi, anak Siti keenam kepada Handoyo sebesar Rp 21,5 juta, pada 2001 itu dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, itu akan lebih baik. Apalagi, para pihak yang terlibat masih memiliki hubungan darah atau keluarga.

Dia mengaku pernah menangani kasus utang piutang yang lebih besar dari kasus ini. Namun dapat diselesaikan dengan cara yang lebih baik.

Endratno meminta agar para penasihat hukum lebih proaktif dalam mendampingi para kliennya. Selain itu juga para penasihat hukum diharapkan memberikan saran yang lebih baik lagi.

Sidang akan dilanjutkan Kamis pekan depan dengan agenda menghadirkan masing-masing dua saksi prinsipal dari pihak tergugat dan penggugat dalam kasus perdata anak gugat ibu kandung ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya