Legislator Terpidana Korupsi Dana Bansos Masih Ngantor, Kok Bisa?

Padahal, MA telah menjatuhi hukuman pidana lima tahun penjara atas kasus korupsi dana bansos yang menjerat anggota DPRD Makassar tersebut.

oleh Eka Hakim diperbarui 04 Agu 2017, 07:30 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2017, 07:30 WIB
Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi Korupsi

Liputan6.com, Makassar - Anggota DPRD Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), berinisial MS, ternyata masih bebas beraktivitas. Padahal, Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhi hukuman pidana lima tahun penjara atas perkara korupsi dana bansos (bantuan sosial) yang menjerat sang legislator.

Putusan MA bernomor 2703 K/Pid.Sus/2015 yang resmi diputus pada Kamis, 16 Juni 2016, melalui pengumuman laman resmi MA itu bahkan tak bisa dijadikan dasar untuk mengeksekusi terpidana MS, meski sudah bersifat inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Salahuddin mengatakan bahwa pihaknya hingga saat ini belum menerima putusan MA tersebut secara utuh dari pihak Pengadilan Negeri Makassar. Kendati, ia mengakui bahwa putusan terhadap terpidana korupsi dana bansos itu sudah terbit melalui pengumuman di laman resmi MA.

"Saya cek dulu ke JPU-nya, apakah sudah menerima salinan putusan dari panitera pengadilan tingkat pertama dalam hal ini Pengadilan Negeri (PN) Makassar atau belum? Dan kita ini butuh dokumen putusan secara utuh," ucap Salahuddin via pesan singkat kepada Liputan6.com, Kamis, 3 Agustus 2017.

Dari data yang dihimpun Liputan6.com melalui laman resmi MA, sidang vonis perkara MS yang dipimpin oleh ketua majelis hakim, Salman Luthan dan hakim anggota, yakni Syamsul Rakan Chaniago dan MS Lumme, memutuskan bahwa MS telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Atas perbuatannya, ia divonis pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta. Dengan ketentuan, bila pidana denda tersebut tidak dibayar, ia dikenakan pidana pengganti berupa pidana enam bulan kurungan.

Selain itu dalam putusan MA tersebut, MS juga dijatuhi hukuman tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 230 juta. Dengan ketentuan, jika ia tidak membayar uang pengganti tersebut, dalam waktu sebulan sejak putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa. Harta dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Jika ia tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti itu, maka akan diganti dengan pidana penjara selama setahun. Terakhir, MA memerintahkan MS segera ditahan.

Menuai Kritik

Belum dieksekusinya MS menuai kritikan keras dari kalangan penggiat antikorupsi di Sulsel. Salah satunya dari lembaga binaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad yang bernama Anti-Corruption Committe (ACC) Sulawesi.

Kadir Wokanubun selaku Sekretaris Anti-Corruption Committe (ACC) Sulawesi mengatakan, putusan yang sudah setahun terbit dan resmi diumumkan melalui laman resmi MA, tapi rilis putusan diakui belum diterima itu merupakan hal yang aneh.

"Kami menilai ada sesuatu di balik ini. Putusan sudah satu tahun, namun rilisnya belum diterima," kata Kadir saat ditemui di ruangan kerjanya, Kamis, 3 Agustus 2017.

Padahal, imbuh dia, dalam Surat Edaran MA Nomor 01 Tahun 2011 tentang Perubahan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2010 tentang Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan telah diatur khususnya tertera pada poin 2.

Kadiri menjelaskan, pada poin 2 Surat Edaran MA tersebut berbunyi bahwa untuk perkara pidana, pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja sejak putusan diucapkan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya, penyidik, dan penuntut umum.

"Jadi dalam kasus ini sangat patut dicurigai. Karena ada modus terpidana korupsi biasanya bermain dengan oknum untuk membuat skenario putusan yang sudah diterbit agar ditahan dahulu dengan tujuan agar upaya eksekusi tidak langsung dilaksanakan atau mengulur upaya eksekusi," sebut Kadir.

Kronologi Kasus

Untuk diketahui, MS tersandung kasus korupsi dana bansos Sulsel. Namun, tahun 2015, ia divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Makassar.

Atas putusan bebas tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) melawan dengan mengajukan upaya kasasi ke MA. Alhasil, pada 16 Juni 2016, MA mengabulkan permohonan kasasi JPU dengan menjatuhkan vonis penjara lima tahun penjara terhadap MS melalui laman resminya.

MA berpendapat bahwa MS telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh penuntut umum dalam dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam proyek penyaluran dana bansos di mana MS diketahui sebagai salah seorang yang memasukkan proposal untuk pembangunan kelas baru sekolah tsanawiyah sebuah yayasan yang dibuat oleh kepala sekolahnya kepada Sekretariat Daerah Provinsi Sulsel. Buat mendapatkan dana bansos, ia mengajukan anggaran sebesar Rp 300 juta. Namun, belakangan, anggaran yang disetujui sebesar Rp 230 juta.

Setelah cair, MS bukan menggunakan dana bansos sebagaimana tujuan penggunaannya. Ia justru menggunakan dana bansos untuk kepentingan pribadinya. Atas korupsi dana bansos itu negara dirugikan sebesar Rp 230 juta.

Saksikan video menarik di bawah ini:

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya