Solusi Kapolda Papua bagi Eks Karyawan Freeport Korban PHK

Sekitar 8.100 eks karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktor masih memiliki anggapan mereka diberhentikan alias PHK secara sepihak.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Agu 2017, 11:30 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2017, 11:30 WIB
Karyawan PT Freeport Indonesia
Unjuk rasa mantan karyawan PT Freeport Indonesia di cek point 28 Kota Timika, Papua. (Foto: Polda Papua/Liputan6.com/Kathrina Janur)

Liputan6.com, Jayapura - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar menyarankan, ribuan karyawan PT Freeport Indonesia dan perusahaan subkontraktornya yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan selama ini menyatakan mogok kerja di Timika, agar menempuh jalur hukum.

Saat menggelar konferensi pers bersama Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Mayjen TNI George Elnadus Supit bertempat di Kuala Kencana, Senin, 21 Agustus 2017, Kapolda mengatakan bahwa sekitar 8.100 eks karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktornya masih memiliki anggapan bahwa mereka diberhentikan alias PHK secara sepihak oleh perusahaan.

"Mereka memiliki anggapan bahwa ada hak-hak mereka sebagai pekerja yang belum terpenuhi oleh perusahaan dalam konteks hubungan industrial. Kalau memang seperti itu, silakan tempuh jalur hukum, jangan tempuh jalur di luar hukum," ucap Boy, seperti diwartakan Antara, Selasa (22/8/2017).

Menurut Kapolda Papua, mekanisme penyelesaian masalah hubungan industrial melalui jalur hukum jauh lebih bermartabat daripada menggelar aksi kekerasan atau anarkistis seperti perusakan dan pembakaran fasilitas dan kendaraan milik perusahaan, maupun kendaraan milik karyawan yang sedang bekerja.

Polisi pun tidak akan membiarkan mereka bertindak seperti itu lagi. Terutama, imbuh Boy, bila mereka masih ada niatan untuk kembali memblokade jalan, menutup, dan merusak fasilitas perusahaan.

"Kepolisian dibantu oleh TNI akan berupaya maksimal untuk tidak memberikan kesempatan sedikit pun kepada mereka untuk melakukan tindakan-tindakan anarkistis," Boy menegaskan.

Mantan Kadiv Humas Polri itu menekankan pula, aksi anarkistis oleh ribuan mantan karyawan PT Freeport dan perusahaan subkontraktornya di Timika pada Sabtu, 19 Agustus 2017, telah mencederai perasaan warga Kota Timika, yang merindukan kedamaian dan kerukunan.

Kapolda juga meminta dukungan dari segenap tokoh masyarakat, para kepala suku, dan ketua paguyuban di Mimika, agar dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat setempat.

"Kami sangat mengharapkan dukungan dari para tokoh dalam proses penegakan hukum yang kita laksanakan agar kita semua bisa mengeliminasi segala keinginan atau tindakan-tindakan yang melampaui batas," Kapolda Papua mengimbau.

Adapun Wakil Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) Georgorius Okoare menyayangkan terjadinya tindakan anarkistis oleh para mantan karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktor pada Sabtu, 19 Agustus 2017, sehingga membuat kondisi keamanan warga Timika menjadi terganggu.

"Kepada para karyawan, kami minta jangan lagi mengganggu aktivitas masyarakat. Semua datang mencari kehidupan yang lebih baik di Timika. Tidak boleh membuat kerusuhan. Saya minta SPSI tolong memperhatikan hal ini," ujar Georgorius.

Pengurus Pusat Penyelenggara Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Papua John Faidiban mengatakan, masyarakat mendukung penuh aparat keamanan untuk mengambil tindakan tegas kepada pihak atau kelompok yang memicu terjadi kerusuhan di Timika.

Terkait kerusuhan yang terjadi di Check Point 28 areal PT Freeport Indonesia di Distrik Narama, Kabupaten Mimika, pada Sabtu, 19 Agustus 2017, polisi telah menetapkan enam orang sebagai tersangka.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya