Kisah Mereka yang Setia pada Batu Akik

Setelah demam batu akik mereda, masih ada yang setia berburu batu alam dengan karakteristik yang makin spesifik.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 10 Sep 2017, 16:02 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2017, 16:02 WIB
Kisah Mereka yang Setia pada Batu Akik
Setelah demam batu akik mereda, masih ada yang setia berburu batu alam dengan karakteristik yang makin spesifik. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Demam batu akik mereda. Dampaknya, sejumlah pedagang batu di sekitar Pasar Loak Cilaki Bandung bermuram durja. Salah satunya Bambang (52) yang menyebut kejayaan batu akik hanya tinggal kenangan.

Ditemui Liputan6.com, Bambang menuturkan, sejak dua tahun terakhir peminat batu akik mulai berkurang. Pendapatan yang biasanya diperoleh Rp 1-2 juta per hari kini anjlok hingga berkisar Rp 300-500 ribu.

"Kalau dibandingkan dengan tiga tahun lalu, omzetnya memang turun drastis. Sekarang ini dapat omzet Rp 1 juta saat weekend saja sudah bagus," kata Bambang, Jumat, 8 September 2017.

Saat batu akik menjadi primadona, Bambang bahkan sampai bisa membuka empat lapak batu akik di Bandung. Kini, dia hanya memiliki satu lapak saja di kawasan Batununggal.

"Kalau di pasar loak ini cuma mengisi waktu saja. Siang sampai malam, saya ke toko lagi," katanya.

Bambang berjualan batu akik di pagi hari. Sebab, beberapa langganannya masih sering datang untuk sekadar mencari ring pengikat batu cincin atau mencari batu akik yang langka.

"Kalau jualan ngandalin langganan. Sekarang yang beli terlihat mereka yang pengemar setia, bukan yang ikut-ikutan seperti waktu booming dulu," ujar pria asal Garut ini.

Serupa dengan Bambang, Rifki (26), penjual batu akik lainnya mengakui hal serupa. Biasanya, Rifky membawa dua tiga kodi batu akik dari Sukabumi. Sekarang, menjual satu kodi saja sudah untung.

"Omzetnya bisa Rp 500 ribu, kadang lebih. Peminat batu akik adalah orang tertentu," kata pria asal Sukabumi itu.

Rifky mengaku pendapatannya sempat menurun drastis pada tiga bulan lalu. Namun, kini pemasukan dari penjualan batu akik sudah kembali stabil.

Senada dengan Bambang, Rifky menilai para pencari batu akik saat ini masih mencari batu akik pada jenis tertentu. Seperti, Pancawarna dari Garut yang harganya mencapai Rp 20 juta.

"Untuk pecinta akik biasanya mereka cari barang super. Jenis akiknya yang susah didapatkan, yang bentuknya aneh," ucapnya.

Uji Kesetiaan Penggemar

Kisah Mereka yang Setia pada Batu Akik
Setelah demam batu akik mereda, masih ada yang setia berburu batu alam dengan karakteristik yang makin spesifik. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Seiring meredupnya demam batu akik, batu alam itu tak kehilangan penggemar setia. Mereka bisa dibilang sebagai pecinta akik yang tak terpengaruh dengan tren.

Salah satunya Frino Barus (37). Menurut dia, hobi mengoleksi batu akik tak berbeda dari hobi lainnya. Meski sedang tidak tren, ada rasa rindu untuk memakainya.

"Ini hobi ada tenggelamnya, lalu ada rasa kangen. Apa yang dilakukan orang kangen, salah satunya mengubah batu yang sudah ada atau membuat dari lonjong jadi bundar," tutur Frino.

Puluhan koleksi batu akik yang dimilikinya saat ini masih terawat. Adapun perburuan terhadap batu akik masih dilakukannya guna menambah koleksi.

"Sekarang carinya yang memang menarik secara visual. Misal, cocok sama warna kulit," ujarnya.

Beberapa jenis batu akik, seperti rubi dan safir, menurutnya, masih jadi incaran para kolektor. Hal itu disebabkan kekhasan yang dimiliki batu akik tersebut.

"Sekarang trennya lebih mengejar estetik. Harganya mahal karena secara visual menarik," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya