Pemda Garut Minta Pengusaha Tiru Laporan Pajak KFC

Pemda Garut menilai sistem otomatis yang dilakukan KFC maka memudahkan penghitungan kewajiban pajak yang harus dibayarkan.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 17 Okt 2017, 09:30 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2017, 09:30 WIB
DJP Perpanjang Waktu E-fin, Kantor Pajak Tetap Diserbu
Hari terakhir pelaporan SPT pajak secara manual, kantor pajak diserbu wajib pajak.

Liputan6.com, Garut - Rencana pemerintah daerah (Pemda) Garut, Jawa Barat untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak hotel dan restoran mendapatkan batu sandungan.

Para pengusaha sektor wisata di kota dodol itu, saat ini sepakat mencabut dan menghentikan penggunaan tapping box atau alat perekam transaksi yang dipasang pada tempat usaha wajib pajak oleh Pemda Garut sebelumnya.

Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, pendapatan pajak wisata khususnya dari sektor hotel dan restoran terbilang rendah, sehingga dibutuhkan upaya pemda untuk meningkatkan pajak dari sektor itu.

"Saat ini kita tengah mengoptimalkan pola ekstensifikasi dan intensifikasi, jadi intinya mengefisienkan sumber pajak yang sudah ada," ujarnya selepas apel di halaman Sekretarian Daerah (Setda), Garut, Senin, 16 Oktober 2017.

Saat ini, penerimaan pajak dari sektor hotel dan restoran hanya berkisar Rp 12 miliar per tahun. Padahal, potensi pajak yang bisa dioptimalkan dari sektor tersebut bisa mencapai Rp 50 miliar per tahunnya.

"Masa ada perusahaan yang memiliki banyak cabang, pajaknya hanya Rp 6 juta per bulan, berarti hanya Rp 200 ribu per hari, kok kalah sama Kentucky (Kentucky Fried Chicken) yang hanya satu cabang di Garut," papar dia.

Rudy menyebutkan setoran pajak dari KFC mencapai Rp 2,7 juta per hari. Padahal, perusahaan waralaba asal Amerika itu hanya memiliki satu cabang di kabupaten Garut.

"Kalau mau dicabut (alat tapping) silahkan, asal standar pembayaran atau pencatatan pajaknya seperti KFC," pinta dia.

Dengan upaya itu (standardisasi penghitungan pajak), target optimalisasi pajak dari sektor restoran dan hotel bakal tercapai bahkan bisa melampaui target.

"Mereka saat kita tanya jam berapa pun tahu berapa pendapatannya, pajaknya sudah berapa, sekarang kalau kita mau cek gak tahu, sebab tidak standarnya," ujarnya.

Rudy membantah, jika pemasangan tapping box menghambat kinerja perusahaan, tetapi justru dengan alat itu, kewajiban pajak wajib pajak bisa diketahui dengan jelas dan mudah. "Ini malah justru mau dicabut alasannya belum sinkron sistem lah dan sebagainya," kata dia.

Sebagai percontohan awal, alat tapping box yang sudah terpasang saat ini mencapai 25 buah dari sekitar 147 restoran dan 134 hotel yang ada di kabupaten Garut. Alat itu dipasang di beberapa hotel dan restoran berdasarkan kinerja perusahaan.

Ketua Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Garut Asep Haelusna menyatakan lembaganya belum mendapatkan kesepakatan secara resmi terhadap rencana pencabutan alat penghitung kunjungan itu.

"Belum ada keputusan buat itu (pencabutan tapping box), justru kita mendukung pemerintah mengoptimalkan sektor lain yang berpotensi menghasilkan pajak," kata dia.

Menurut Asep standar penilaian pajak yang diterapkan bupati terlalu tinggi, padahal setiap perusahaan memiliki manajemen tersendiri yang mengurusi soal itu (pajak).

"Pak Bupati kan patokannya selalu dengan KFC, padahal kami juga punya sistem dan aturan sendiri, biarkan kami yang mengatur pembukuan kami," kata dia.

Namun, setelah berdiskusi dengan pihak pemda, PHRI mendukung peningkatan pendapatan pajak. Lembaga itu justru meminta pemasangan tapping box lebih luas dan merata bagi semua wajib pajak agar memberikan rasa keadilan.

"Dalam pertemuan tadi, tidak membicarakan dicabut atau tidak, sebagai wajib pajak kita meminta azas pemerataan, pelaku wajib pajak segera diseragamkan penggunaan tapping box baik besar atau menengah termasuk yang kecil sekali pun agar adil," Asep menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya