Puluhan Macan Tutul Berkeliaran di Lereng Semeru

Habitat macan tutul tersebar di beberapa titik di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

oleh Zainul Arifin diperbarui 30 Nov 2017, 07:01 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2017, 07:01 WIB
Puluhan Macan Tutul Berkeliaran di Lereng Semeru
Kawasan lereng Semeru menjadi habitat yang baik bagi Macan tutul

Liputan6.com, Malang - Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) masih menjadi habitat yang baik bagi macan tutul Jawa (Panthera pardus melas). Populasi satwa dilindungi itu di taman nasional tersebut diperkirakan ada sekitar 30–60 ekor.

Petugas Pengendali Ekosistem Hutan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Agung Siswoyo mengatakan, pengamatan terhadap macan tutul berlangsung sejak 2013 hingga tahun ini.

"Identifikasi macan tutul berdasarkan laporan masyarakat dan petugas yang pernah berjumpa langsung, sampai terekam di kamera penjebak," ucap Agung di Malang, Jawa Timur, Rabu (29/11/2017).

BB TNBTS sejak 2015 sampai saat ini sudah memasang 45 kamera penjebak yang digunakan untuk merekam macan tutul dan satwa lain. Habitat macan tutul tersebar di beberapa titik mulai dari Blok Ireng–Ireng dan Kali Cilik dekat Ranupani, serta di Watu Pecah dan Gunung Kukusan di wilayah Poncokusumo, Malang.

Agung mengatakan, saat ini masih berupaya mendokumentasikan macan tutul berdasarkan usia dan jenis kelamin. Perilaku pemalu dan soliter serta ketat menjaga teritorial atau ruang geraknya menjadi penyebab sulitnya langsung bisa mengenali macan tutul lewat kamera penjebak.

Seekor macan tutul jantan memiliki daya jelajah sekaligus teritorialnya seluas 30 kilometer. Macan tutul jantan akan menyerang jantan lain yang masuk kawasannya. Sedangkan macan betina bisa bercampur dengan lainnya.

"Keberadaan macan tutul ini menunjukkan pakan mereka di taman nasional masih berlimpah. Kebutuhan makanan, air, ruang gerak dan tempat berlindung tercukupi," tutur Agung.

Meski demikian, bukan berarti satwa langka ini tak menghadapi ancaman. Alih fungsi hutan sampai perburuan ilegal terhadap babi hutan sampai kijang yang menjadi pakan macan tutul menjadi ancaman nyata.

“Mengganggu keseimbangan ekosistem. Kalau hutan berkurang dan pakan habis, tentu akan jadi masalah,” kata Agung.

Macan tutul masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada 2007. Kucing besar ini juga dilindungi UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Serta dilindungi PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Elang jawa
Garuda atau elang jawa di lereng Gunung Merapi, Magelang, Jawa Tengah. (Irwan Yuniatmoko/Balai TNGM)

Elang Jawa Terbang di atas Semeru

Selain macan tutul, di kawasan TNBTS juga menjadi habitat bagi elang jawa (Spizaetus bartelsi). Populasi elang jawa diperkirakan mencapai 14 ekor yang tersebar di beberapa titik. Antara lain di Coban Trisula, Bendolawang, Pronojiwo, Pasrujambe, Senduro, dan Ranupani sampai Taman Satriyan.

Elham Purnowo, petugas Pengendali Ekosistem Hutan BB TNBTS menambahkan, pengamatan terhadap elang Jawa berlangsung sejak 2015 silam dan selama itu diyakini tak ada penambahan populasinya.

"Daya jelajah elang Jawa ini sekitar 10 kilometer. Secara jumlah, kami memperkirakan hanya sekitar 14 ekor individu," tutur Elham.

Karena kelangkaan dan kemiripan dengan maskot nasional "burung garuda", membuat elang Jawa ditetapkan sebagai satwa langka. Keputusan itu ditetapkan melalui Keppres Nomor 4 Tahun 1993. Elang Jawa juga termasuk satwa yang hanya dapat dipertukarkan dengan izin presiden.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya