Liputan6.com, Jambi - Awal November 2017 lalu, warga Desa Kandang, Kecamatan Tebo Tengah, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi dihebohkan dengan penemuan jasad manusia yang sudah rusak. Potongan jenazah berserakan di sebuah perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di daerah itu. Warga pun gempar.
Dari hasil penyelidikan Polres Tebo akhirnya diketahui jasad manusia itu adalah ibu dan anak. Mereka adalah Dona Sitorus (30) dan anak laki-lakinya yang baru berumur empat tahun bernama Noconius Iraldo Simbolon.
Advertisement
Baca Juga
Dari kondisi kedua jasad itu, polisi menyimpulkan adalah korban pembunuhan. Apalagi sekitar satu pekan sebelumnya atau pada akhir Oktober 2017, seorang warga Tebo bernama Ridwan Simbolon melapor telah kehilangan istri dan anaknya. Jajaran Reskrim Polres Tebo bergerak melakukan penyelidikan.
Hasilnya, beberapa pekan usai penemuan dua jasad itu, polisi menangkap seorang perempuan muda berumum 25 tahun bernama Wirani Laia alias Mamak Febri alias WL. Perempuan berambut sebahu ini ditangkap di lokasi persembunyiannya di suatu daerah di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pada Kamis, 24 November 2017. Ia diduga kuat menjadi otak pembunuhan tersebut.
Kepada polisi, Wirani bahkan mengaku tidak hanya membunuh ibu dan anak saja, namun juga satu orang lain yakni perempuan bernama Ita Susanti (44). Jasad Ita kemudian ditemukan tidak jauh dari lokasi penemuan korban ibu dan anak.
Aksi keji Wirani ternyata dibantu oleh dua orang tersangka lain. Keduanya adalah Arman Laila (AL) dan Fandi Giawa (FG). Arman dan Fandi sempat menjadi buronan polisi sebelum akhirnya menyerahkan diri karena tidak tahan sembunyi di hutan. Ketiga tersangka ini diketahui masih ada hubungan saudara.
"Berkas ketiga tersangka sudah pelimpahan tahap II dan dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum (JPU), Kejaksaan Negeri Tebo. Jadi sebentar lagi bisa disidangkan di pengadilan," ujar Kapolres Tebo AKBP Budi Rachmat melalui Kasat Reskrim AKP Hendra Wijaya di Muaratebo, ibu kota Kabupaten Tebo, Sabtu 3 Februari 2018.
Â
Terancam Hukuman Mati
Salah satu JPU di Kejaksaan Negeri Tebo, Zainal mengatakan, pihaknya akan segera mempersiapkan diri untuk mengajukan ketiga tersangka itu ke meja hijau. Di mana proses pelimpahan tahap II dari penyidik kepolisian ke kejaksaan dilakukan pada Jumat 2 Februari 2018 lalu.
"Nanti kita koordinasikan dengan pengadilan agar bisa segera disidangkan," ujar Zainal.
Menurut dia, ketiga tersangka yang masih ada hubungan saudara itu dijerat dengan Pasal 340 KUH Pidana, subsider Pasal 338 KUH Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 88 KUH Pidana dengan ancaman hukuman mati.
Ancaman pasal maksimal hingga hukuman mati karna para tersangka diduga sudah merencanakan aksi pembunuhan tersebut. Hal itu diketahui dari proses penyelidikan hingga rekontruksi yang dilakukan polisi beberapa waktu sebelumnya.
Â
Advertisement
Motif Dendam
Dari penyelidikan kepolisian terungkap aksi keji para tersangka didasari motif dendam. Dari pengakuan WL, ia mengaku kerap dikasari oleh korban Dona yang diketahui adalah istri dari salah satu petinggi perusahaan perkebunan sawit tempatnya bekerja.
"Karenanya ia (WL) merasa sakit hati," ujar Kasat Reskrim Polres Tebo, AKP Maruli, beberapa saat usai penangkapan WL.
WL yang dendam kemudian membujuk AL dan FG dengan iming-iming uang agar mau menjadi eksekutor rencana jahatnya. Setelah sepakat, AL dan FG kemudian menghabisi ketiga korban serta membuangnya di dalam kawasan perkebunan sawit.
Dari pengakuan WL pula terungkap, pembunuhan itu terjadi pada 26 Oktober 2017. WL bersama AL dan FG sebelumnya sudah merencanakan dengan matang pembunuhan tersebut. Di mana target utama pembunuhan awalnya adalah korban Dona Sitorus.
Kronologinya, siang hari itu sekitar pukul 13.00 WIB, WL menelepon Dona dengan alasan akan membayar utang. Mereka pun sepakat bertemu di sebuah tempat di Desa Kandang.
Dona awalnya berencana jalan-jalan ke pasar bersama anaknya dan temannya, Ita Susanti. Ketiganya datang menemui WL menggunakan sepeda motor. Saat bertemu WL, tiba-tiba datang dari belakang AL dan PG yang langsung membekap Dona.
Ketiga korban satu per satu dianiaya dan dibunuh menggunakan senjata yang biasa digunakan untuk memanen sawit yang oleh warga setempat biasa yang disebut egrek. Bentuknya mirip sabit panjang dengan gagang yang juga memanjang.
Jasad ketiga korban lalu diangkut menggunakan gerobak sawit lalu dibuang ke perkebunan sawit. Para pelaku yang juga sama-sama pekerja di perkebunan sawit lantas berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan kembali bekerja seperti biasa.
Hingga akhirnya, kasus ini mulai terungkap saat seorang warga Desa Kandang yang juga pekerja perkebunan sawit bernama M Situmorang blusukan untuk memanen sawit pada 6 November 2017. Saat itu, Situmorang mendapati dua sosok mayat yang sudah rusak dan sudah menjadi tengkorak. Warga pun heboh.
Saksikan video pilihan berikut ini:Â