Kebijakan IAIN Bukittinggi untuk Dosen Bercadar

Seorang dosen Bahasa Inggris IAIN Bukittinggi diistirahatkan pihak kampus karena menggunakan cadar. Sebenarnya bagaimana aturan bercadar bagi dosen di IAIN Bukittinggi?

oleh Ramdania El Hida diperbarui 19 Mar 2018, 12:32 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2018, 12:32 WIB
Ilustrasi Cadar
Ilustrasi Cadar (iStockPhoto)

Padangkita.com, Bukittinggi - Pekan lalu tersiar kabar adanya seorang dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi dinonaktifkan karena menggunakan cadar. Rektor IAIN Bukittinggi Ridha Ahida pun angkat bicara.

Dia menegaskan, pihak kampus hanya mengistirahatkan dosen Bahasa Inggris Hayati Syafri, terkait persoalannya memakai cadar. Menurutnya, cara berpakaian itu tidak masuk dalam kategori pakaian resmi di Kampus, sesuai yang telah disepakati civitas akademik.

"Hal ini sekaligus untuk meluruskan persoalan, karena dari informasi yang banyak beredar, dosen bersangkutan dinonaktifkan, dan hal itu tidak benar adanya, karena dalam persoalan ini, pihak kampus hanya meminta dosen untuk kembali berpakaian seperti biasa atau tanpa memakai cadar," jelasnya kepada Padangkita.com, Sabtu, 17 Maret 2018.

Menurut Ridha Ahida, sesuai hasil diskusi dengan Hayati Syafri saat pertemuan dengan Dewan Kehormatan Kampus dan dosen bersangkutan pada 15 Januari 2018 lalu, diminta dosen ini diminta untuk berpakaian formal sesuai syariat Islam, yang telah disepakati bersama.

"Teguran pada seorang dosen karena menggunakan cadar ini sebelumnya sudah dibahas bersama, dan dari jawabannya si dosen meminta waktu untuk istikharah atau meminta petunjuk pada Allah SWT," terangnya.

Ridha Ahida menambahkan, sampai saat ini seluruh hak Hayati Syafri yang masih berstatus dosen di IAIN Bukittinggi tetap diberikan, baik itu gaji, uang makan, serta Sertifikasi Dosen (Serdos).

"Hal ini menandakan bahwa pihak kampus tidak menonaktifkan dosen bersangkutan, maka dari itu diminta pada Hayati Syafri untuk dapat kembali mematuhi kode etik berpakaian yang telah disepakati bersama," ungkapnya.

Sesuai hal itu sambung Ridha Ahida, pihak IAIN Bukittinggi memberikan waktu kepada yang bersangkutan tentang komitmen tersebut, dengan mengistirahatkan yang bersangkutan untuk mengajar.

"Saat ini, dosen tersebut telah meminta waktu untuk menentukan langkah yang akan diambilnya, berkaitan dengan penegakan kode etik berpakaian selama berada di lingkungan kampus, dan saat proses belajar mengajar di dalam kelas. Pihak kampus akan menunggu jawaban Hayati Syafri, dengan harapan dapat kembali berpakaian seperti apa kode etik di kampus ini," dia menegaskan.

 

Baca berita menarik lainnya dari Padangkita.com di sini.

Terganggunya Kegiatan Belajar Mengajar

Ilustrasi cadar. (AP)
Ilustrasi cadar. (AP)

Rektor IAIN Bukittinggi, Ridha Ahida menegaskan larangan menggunakan cadar di dalam kampus merupakan kode etik yang telah disepakati. Menurutnya, civitas akademika menyatakan melarang pemakaian cadar bagi dosen dan mahasiswi saat berada di lingkungan kampus, terutama saat proses belajar mengajar di ruang kelas.

Menurut Ridha Ahida, pihak Kampus tetap berpegang teguh pada komitmen yang telah disepakati melalui surat edaran per tanggal 20 Februari 2018, sehingga aturan ini wajib dipatuhi oleh seluruh dosen dan mahasiswa/mahasiswi, dan hingga sekarang imbauan itu terus diingatkan pihak kampus untuk dipatuhi dan dijalankan.

Penegasan ini disampaikan Ridha Ahida kepada awak media, Jumat, 16 Maret 2018, berkaitan dengan teguran yang diberikan kepada seorang dosen PNS dengan mata kuliah Bahasa Inggris bernama Hayati Syafri, yang memakai cadar di lingkungan kampus, dan saat mengajar di kelas.

"Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang pengelolaan perguruan tinggi, perguruan tinggi punya otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi, termasuk dalam hal tata cara berpakaian yang melarang memakai cadar atau penutup wajah," jelasnya.

Ridha Ahida menambahkan, Hayati Syafri merupakan dosen yang mengajar speaking atau berbicara, yang dalam proses mengajar membutuhkan ekspresi wajah, mimik dan intonasi, dan kondisi selama ini yang bersangkutan mengajar memakai cadar, sehingga timbul keluhan oleh mahasiswa dan mahasiwinya, karena saat penyampaian materi menjadi kurang maksimal.

"Sebagai tindak lanjut dari penegasan aturan berpakaian itu, untuk sementara Hayati Syafri dinonaktifkan dari kegiatan belajar mengajar, pihak Kampus IAIN memberikan tenggat waktu kepada yang bersangkutan, guna memikirkan kembali kode etik berpakaian yang telah disepakati sebelumnya, sehingga nanti diharapkan tidak lagi memakai cadar di lingkungan Kampus dan dalam proses mengajar," ujarnya.

Pakaian yang dikenakannya itu, sambung Ridha Ahida, tidak termasuk pakaian formal yang disepakati IAIN, karena menggunakan cadar atau penutup wajah, maka dari itu IAIN Bukittinggi memberikan waktu untuk memikirkan kembali komitmennya pada aturan yang berlaku di Kampus ini.

"Teguran pada seorang dosen karena menggunakan cadar ini sebelumnya sudah dibahas bersama dengan dewan kehormatan Kampus dan dosen bersangkutan pada 15 Januari 2018. Sesuai hasil diskusi, keterangan dari dosen bersangkutan dan peraturan yang berlaku di kampus, dewan kehormatan menyatakan dosen harus berpakaian formal dan sesuai syariat Islam," ungkapnya.

Pakaian yang digunakan dosen bersangkutan, tukas Ridha Ahida, tidak termasuk pakaian formal di Kampus IAIN Bukittinggi. Di samping itu, dosen harus punya kemampuan pedagogi atau ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru dan profesional dalam bidang tugasnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya