Liputan6.com, Bandung - Siang itu, Irfan Amalee, Taufik Nurhidayatulloh, Arijal Hadiyan dan Linda Sumpena duduk saling berhadapan sambil memegang beberapa lembar kartu mirip kartu remi. Kemudian mereka membuka lembar demi lembar kartu yang ditaruh di atas meja. Namun, tampak ada aturan khusus jika harus memainkan permainan kartu ini.
Ya, ini adalah salah satu kegiatan board game for peace yang digagas Peace Generation. Liputan6.com berkesempatan melihat bagaimana Peace Generation memainkan Galaxy Obscurio. Sebuah permainan yang dilakukan berkelompok dengan menggunakan papan (board) sebagai media.
Galaxy Obscurio bercerita tentang lima makhluk luar angkasa yang hidup di enam planet: Moyo, Rinca, Selio, Battoa, Weda dan Rimunja. Hari itu, Irfan dan kawan-kawan menggunakan kartu mirip kartu remi terdiri dari 46 kartu utama, 33 kartu alien, tujuh virus asteroid visco, dan enam kartu kristal.
Advertisement
Baca Juga
Mereka berperan sebagai pemain yang bertugas melindungi planet beserta isinya. Tujuannya, mengumpulkan kartu berisi poin-poin supaya warga planet sejahtera.
Awalnya, semua peserta permainan kartu itu diberi kesempatan yang sama, yaitu mengambil tiga kartu rencana dan memilih salah satu untuk menentukan langkah yang diambil. Praktis, pemain dengan poin terbanyak keluar jadi pemenang.
Akan tetapi mereka dihadapkan dengan kartu virus yang bisa didapat ketika dibagikan. Akibatnya, planet yang semula damai, tenteram dan sejahtera hancur karena virus meracuni pemikiran makhluk di sana.
Tak hanya itu, virus juga membuat warga satu planet dengan planet lain tak bisa saling berkomunikasi karena ketika seseorang memegang dua kartu virus, dia sudah tidak bisa bertukar kartu atau mengambil kartu lain.
Usai bermain, Irfan menjelaskan terdapat nilai dan pesan tersembunyi dari permainan Galaxy Obscurio. Pendiri Peace Generation menyebutkan, bahwa untuk menjaga kedamaian, kadang kita perlu berkorban dan membiarkan orang lain menang.
"Sebenarnya permainan ini konsepnya sederhana saja. Ketika permainan gagal itu karena pemainnya fokus untuk mengumpulkan poin bagi diri sendiri. Bukan melihat kolaborasi dengan pemain lain," ucap Irfan di Kantor Peace Generation, Jalan Cijarga, Kota Bandung, Rabu, 23 Mei 2018.
Program Manager Peace Generation, Taufik Nurhidayatulloh menuturkan, permainan kartu Galaxy Obscurio terletak pada pola komunikasi yang dibangun oleh para pemainnya.
"Jadi fokus utamanya selain nilai-nilai perdamaian juga ada sosialisasinya. Selama bermain terjalin komunikasi atau dialog," ucapnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pencegahan terhadap Bibit Intoleransi dan Radikalisme
Sejak Oktober 2017 lalu, lembaga nonprofit yang mengampanyekan perdamaian yang didirikan Irfan bersama Eric Lincoln, seorang kristen dari Amerika, ini menggelar program board game for peace untuk menebar perdamaian melalui permainan. Sasarannya adalah muda-mudi yang dinilai mulai banyak terjangkit virus radikalisme.
"Karena mereka sering menjadi sasaran rekrutmen kelompok radikalisme. Tapi, sebagai pencegahannya, kita ingin menyebarkan caranya ke orang lain dengan alat yang menarik dan cepat menyebar," ungkap Irfan.
Menurut Irfan, konsep permainan Galaxy Obscurio digagas untuk kebutuhan anak-anak zaman sekarang yang tak suka diajari dengan sesuatu yang bentuknya eksplisit.
"Galaxy ini dulu bikinnya karena kita mau mengajari kepada anak-anak agar sadar tentang konflik. Konflik ini ada karena di dalamnya ada kolaborasi. Sementara virus adalah salah satu yang mewujudkan konflik itu. Waktu itu sempat terpikir memakai simbol masyarakat Indonesia, cuma kalau terlalu eksplisit takutnya jadi stigma. Akhirnya kita pakai Galaxy Obscurio," papar Irfan.
Sementara ini, board game tidak dijual kepada umum. Namun, Peace Generation membuka bagi siapa saja yang ingin mendapatkan permainan ini dengan beberapa persyaratan.
"Kita buka beberapa kali beasiswa board game, jadi siapa pun yang mau pakai board game bisa ajukan proposal, tapi dengan rencana kegiatan yang jelas," ujarnya.
Advertisement
Menyebarkan Virus Perdamaian
Melalui program yang dilakukan selama enam bulan itu, Peace Generation telah berhasil meningkatkan kesadaran 358 pemuda di lima kota, yaitu Bandung, Solo, Surabaya, Padang, dan Makassar mengenai isu kekerasan ekstrem.
Selain itu, permainan tersebut telah mendorong mereka yang terlibat aktif dalam upaya penyebaran nilai-nilai perdamaian kepada 2.881 orang. Artinya, setiap orang yang ikut program telah menyebarkan minimal kepada 10 orang lainnya.
"Program ini juga telah mengubah berbagai persepsi siswa SMA dan mahasiswa mengenai fenomena kekerasan ekstrem. Misalnya, peserta yang tidak setuju pada pernyataan 'kekerasan ekstrem, terorisme, dan radikalisme itu sengaja diciptakan oleh negara dan isu itu sengaja dibesar-besarkan' meningkat dari 53 persen menjadi 81 persen," ucap Irfan.
Ia menceritakan, ketika adanya pengalaman perubahan persepsi yang dilakukan guru pesantren di Solo, bernama Ninin Karlina. Salah seorang murid yang pada awalnya menganggap segala jenis kartu itu haram karena tasyabuh atau menyerupai produk orang kafir, berbalik menyukai board game karena muatan nilai-nilai kerjasama yang sejalan dengan nilai ukhuwah Islamiyah.
Irfan menambahkan, sebagai bagian dari program penguatan nilai-nilai keagamaan damai, program ini juga melibatkan peserta nonmuslim dan menghadirkan perspektif nilai damai dari agama lain. Dengan demikian, para peserta memiliki pengalaman langsung tentang keberagaman yang dapat mencegah pemahaman keagamaan yang sempit.
Berangkat dari Modul
Sejak 2007, Irfan dan Lincoln merintis Peace Generation. Selama 12 tahun sebelumnya, aktivitas Irfan adalah bergelut di bidang buku anak-anak. Namun sejak pertemuannya dengan Lincoln, keduanya mulai membuat modul pendidikan yang terdiri dari 12 seri buku Nilai Dasar Perdamaian.
Modul-modul ini kemudian dilatihkan kepada lebih dari dua ribu guru dan diajarkan kepada 30 ribu siswa di berbagai kota di Indonesia. Bahkan, modul-modul tersebut telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan diterapkan di Filipina, Malaysia, Australia, hingga Amerika. Tujuannya tak lain untuk menyemai bibit perdamaian pada anak-anak muda.
"Semuanya termasuk board game berangkat dari modul 12 nilai perdamaian. Dalam setiap pelatihan yang kita gelar diajarkan 12 nilai ini. Fokus utamanya adalah mencegah radikalisme," kata pria berusia 41 tahun itu.
Sejak memfokuskan diri pada bidangnya, pria lulusan S2 bidang studi perdamaian Universitas Brandeis Boston Amerika Serikat itu mempelajari banyak hal. Termasuk, soal cikal bakal kelompok radikal.
"Kebanyakan kelompok radikalisme punya citra diri yang buruk, mereka asosial, penuh dengan prasangka, tidak bisa menerima perbedaan dan tidak bisa menyelesaikan konflik pribadi," papar Irfan.
Karena itu, nilai-nilai perdamaian harus disebarluarkan dengan tujuan memberikan pemahaman dan menumbuhkan sikap damai di antara sesama manusia.
"Kita melakukan hal ini ibaratnya ingin memberikan imunisasi. Ketika ada yang terpapar oleh gagasan radikalisme yang menarik dan kelihatan benar itu setidaknya dia tahu nilai-nilai perdamaian ini," ujarnya.
Alih-alih berkampanye lewat ceramah atau talkshow, Irfan mengatakan, kampanye efektif ialah dengan pendekatan dengan alat-alat yang mudah dikenali dan menarik perhatian terutama bagi para pemuda.
"Yang mesti dicatat kita tidak menangani radikalisme karena urusannya sama anak-anak supaya tidak terpapar paham tersebut. Namun, lebih ke arah pencegahan. Meski begitu kita tetap terbuka bekerja sama dengan lembaga yang ahli dalam menangani radikalisme,” kata dia.
Rencananya, tahun ini Peace Generation akan kembali memberikan pelatihan kepada pelajar dan mahasiswa. Ia pun menargetkan jumlah penyebar pesan perdamaian lebih banyak dari sebelumnya.
"Tahun ini kita akan gelar di 12 Kota pada Juli nanti. Kita masih seleksi kota-kotanya dengan target 600 orang yang dilatih dengan jangkauan 6.000 orang," tuturnya.
Advertisement