Liputan6.com, Cirebon - Seluruh umat muslim di Indonesia merayakan hari kemenangan atau Lebaran, tak terkecuali di Cirebon.
Dalam perayaan hari kemenangan, umat muslim mengawali dengan ibadah Salat Idul Fitri. Termasuk Salat Idul Fitri yang dilaksanakan di kawasan Keraton Kasepuhan Cirebon.
Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrar mengatakan, bulan suci Ramadan merupakan momen tepat untuk lebih gencar menyampaikan perdamaian. Dia mengatakan, tidak lama lagi masyarakat Jawa Barat akan menggelar pemilihan kepala daerah baik tingkat provinsi maupun Kota dan Kabupaten.
Advertisement
Baca Juga
"Apa yang sudah kita lakukan selama bulan Ramadan menahan nafsu, mudah-mudahan di dalam pemilihan kepala daerah bisa menjaga kedamaian," kata Sultan Arief usai mengikuti Salat Id, Jumat, 15 Juni 2018.
Dia meminta masyarakat khususnya Cirebon bisa menjaga Pilkada serentak dengan damai, meskipun berbeda pilihan dan pandangan politik. Menurit Arief, perhelatan Pilkada yang terjadi lima tahun sekali itu jangan sampai menjadi ajang memecah belah bangsa.
Dia juga meminta agar pendukung parpol maupun salah satu kandidat yang melaksanakan Pilkada serentak agar tidak mengorbankan masyarakat untuk kepentingan golongan.
"Tetapi untuk kedamaian di daerah dan kedamaian di seluruh Indonesia khususnya Cirebon," ujar dia.
Tongkat Khotbah Sunan Gunung Jati
Pada pelaksanaan Salat Id tahun ini, Keraton Kasepuhan mengeluarkan tongkat khotbah (Cis) milik Sunan Gunung Jati. Tongkat tersebut dikeluarkan Sultan Arief dan diserahkan kepada penghulu keraton.
Dia menuturkan, tongkat tersebut menjadi salah satu ciri khas Sunan Gunung Jati saat berkhotbah. Tongkat tersebut digunakan Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Cirebon dan sejumlah daerah yang lain.
"Menyebarkan Islam sebagai agama yang mengajarkan kedamaian. Sekarang tongkatnya hanya keluar satu tahun dua kali, yaitu Salat Idul Fitri dan Idul Adha saja," sebut Sultan Arief.
Ada yang unik dari pelaksanaan ibadah salat Id yang dilaksanakan di Keraton Kasepuhan Cirebon. Keraton ini melaksanakan dua kali salat Id. Salat Id pertama di Langgar Agung Kerarton Kasepuhan dan kedua di Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
"Perbedaannya, kalau di Langgar Agung usai salat Id dilanjutkan khotbah dengan menggunakan bahasa Arab kalau di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, khotbahnya menggunakan bahasa Indonesia dan pengkhotbahnya memakai tongkat khotbah peninggalan Sunan Gunung Jati," kata Sultan Arief.
Dia menjelaskan, pelaksanaan Salat Id dua kali itu berawal dari anjuran pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru agar setiap khotbah menggunakan Bahasa Indonesia. Sementara, tradisi yang masih berjalan di Keraton Kasepuhan saat itu adalah khotbah menggunakan Bahasa Arab.
Arief melanjutkan, keraton pun memutuskan untuk tetap berkhotbah menggunakan bahasa Arab. Namun, pelaksanaannya dipindah ke dalam keraton.
"Kalau dulu, di Mesjid Agung Sang Cipta Rasa, khotbahnya pakai Bahasa Arab. Itu dilakukan setiap Idul Fitri, Idul Adha, dan Salat Jumat," tutur dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement