Liputan6.com, Kupang - Kesenian selalu mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Seperti tarian tradisional Likurai asal Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia memang menghasilkan berbagai corak kesenian. Mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks seperti tarian tradisional.
Lewat kesenian, budaya suatu kelompok masyarakat di daerah tertentu akan tergambar. Setiap karya seni yang diciptakan manusia tak jarang mengandung unsur filosofis dan mistis.
Advertisement
Baca Juga
Likurai merupakan sebuah tarian daerah asal Kabupaten Belu, yang cukup indah. Namun di balik ekspresi keindahan tersebut, tarian yang satu ini mengandung cerita mistis.
Untuk diketahui, Likurai sejenis tarian perang. Tarian ini biasanya dilakukan oleh beberapa penari pria dengan menggunakan pedang dan penari wanita dengan menggunakan tihar atau kendang kecil sebagai atribut menarinya.
Tarian Likurai ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di daerah Belu, Nusa Tenggara Timur. Bahkan, sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu penting, upacara adat, pertunjukan seni, dan festival budaya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sejarah Tari Likurai
Salah satu tetua adat Belu, Juliana Naibobne, menuturkan tarian Likurai awalnya merupakan tarian yang sering ditampilkan untuk menyambut para pahlawan yang pulang dari medan perang.
Konon, pada zaman dahulu di daerah Belu terdapat tradisi memenggal kepala musuh. Ketika mereka pulang dari medan perang selalu membawa kepala musuh yang dikalahkannya sebagai simbol keperkasaan.
Untuk merayakan kemenangan tersebut, biasanya ditampilkan Likurai sebagai tarian penyambutan. Tarian ini merupakan ungkapan rasa syukur dan kegembiraan masyarakat akan kemenangan yang mereka dapatkan dan kembalinya pahlawan dengan selamat.
Namun, setelah era kemerdekaan, tradisi penggal kepala tersebut dihapuskan. Walaupun begitu, tarian Likurai ini masih dipertahankan oleh masyarakat Belu dan sering ditampilkan untuk upacara adat.
"Biasa juga untuk penyambutan tamu penting, bahkan pertunjukan seni dan budaya," ujar Juliana kepada Liputan6.com, Rabu, 20 Juni 2018.
Advertisement
Fungsi dan Makna Tarian Likurai
Saat ini, Juliana menjelaskan, Likurai lebih difungsikan sebagai tarian penyambutan para tamu penting yang datang. Tarian ini dilakukan sebagai wujud penghormatan masyarakat dalam menyambut kedatangan tamu tersebut.
Selain itu, tarian ini menggambarkan ungkapan rasa syukur dan gembira masyarakat dalam menyambut tamu mereka.
Dalam pertunjukannya tari Likurai ditampilkan oleh para penari wanita dan penari pria. Jumlah penari biasanya terdiri dari 10 orang atau lebih penari wanita dan dua orang penari pria.
Dalam tari Likurai ini penari wanita menggunakan pakaian adat wanita dan membawa tihar (kendang kecil) untuk menari. Sedangkan penari laki-laki juga menggunakan pakaian adat pria dan membawa pedang sebagai atribut menarinya.
Dalam tari Likurai ini, Juliana memaparkan, gerakan penari pria dan penari wanita berbeda. Gerakan penari wanita biasanya didominasi oleh gerakan tangan memainkan kendang dengan cepat dan gerakan kaki mengentak secara bergantian.
Selain itu, penari menari dengan gerakan tubuh yang melenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan sesuai irama.
Gerakan penari wanita ini cukup sulit, selain harus bergerak menari penari juga harus berkonsentrasi memainkan kendang dan menjaga agar irama yang dimainkan tetap sama dengan penari lainnya.
Sedangkan gerakan penari pria biasanya didominasi oleh gerakan tangan memainkan pedang dan gerakan kaki mengentak sesuai irama. Penari pria juga sering melakukan gerakan seperti merunduk dan berputar-putar sambil memainkan pedang mereka.
Gerakan penari pria ini juga cukup sulit. Sebab, selain menari, penari juga harus menyesuaikan entakan kakinya dengan irama musik.
Pengiring Tari Likurai
Dalam pertunjukan tari Likurai biasanya nyaris tidak menggunakan musik pengiring apa pun. Suara musik yang digunakan biasanya berasal dari suara kendang kecil yang dimainkan oleh penari wanita dan suara giring-giring yang dipasang di kaki penari.
Suara teriakan para penari pria yang khas juga membuat tarian ini semakin meriah. Kesan tarian perang pun sangat terasa.
Kostum yang digunakan penari Likurai biasanya merupakan kostum adat. Para penari wanita biasanya dibalut dengan kain sarung panjang yang menutupi tubuh mereka dari dada sampai kaki.
Pada bagian rambut biasanya dikonde dan menggunakan ikat kepala khas Belu. Penari juga menggunakan berbagai aksesori seperti gelang serta kalung yang khas. Mereka membawa pula kendang kecil yang digunakan untuk menari.
Sedangkan penari pria biasanya menggunakan baju lengan panjang pada bagian atas dan memakai kain sarung pada bagian bawah. Pada bagian kepala, penari pria menggunakan ikat kepala yang khas dari Belu.
Untuk menari, biasanya penari pria membawa pedang pada tangan kanan. Sedangkan sarung pedang di tangan kiri.
Likurai merupakan salah satu tarian tradisional yang masih dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat Belu, NTT. Dalam perkembangannya, berbagai variasi dan kreasi juga sering ditambahkan, baik dalam segi gerak, kostum dan penyajian tariannya.
Hal ini dilakukan agar terlihat lebih menarik. Namun, tidak meninggalkan ciri khasnya.
Walaupun sudah tidak digunakan sebagai tarian perang, tarian ini masih sering ditampilkan dalam berbagai acara seperti penyambutan tamu penting, upacara adat, perayaan, pertunjukan seni, dan festival budaya.
Hal ini dilakukan sebagai usah melestarikan serta memperkenalkan kepada generasi muda dan masyarakat akan tradisi budaya yang mereka miliki.
Advertisement