Burung-Burung Kiriman Tuhan di Desa Petulu Bali

Ribuan burung kokokan rutin datang dan menetap di Desa Petulu di Ubud, Bali. Mereka bertelur, mengerami sampai menetas, dan mendidik anak-anaknya hingga siap menerbangi kehidupan.

oleh Harun Mahbub diperbarui 09 Jul 2018, 12:00 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2018, 12:00 WIB
Burung Kokokan Bali
Burung Kokokan di Bali (Foto: Dok Desa Petulu)

Liputan6.com, Gianyar - Warga Desa Petulu, Ubud, Bali, kedatangan ribuan tamu rutin setiap tahun mulai Oktober hingga empat bulanan ke depan. Bukan tamu dari bangsa manusia, tapi burung. Ya, burung kokokan atau bangau putih.

Dalam kurun Oktober-Maret, ribuan burung kokokan balik ke Desa Petulu. Burung-burung bertelur dan berbiak. Warga pun berbagi tempat dengan burung.

Kawanan burung membuat sarang di pohon-pohon. Di saat-saat itu keheningan desa diwarnai dengan suara ciap-ciap anak burung yang baru menetas dan belajar menjalani hidup.

"Cakcakcakcak suara anak burung, seperti suara orang menari," kata Kepala Desa Petulu Tjokorda Agung Satriyo Dharmo, saat menerima kunjungan perwakilan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Sabtu, 7 Juli 2018.

Dari bertelur hingga menetas, dia menjelaskan, burung butuh waktu sekitar tiga bulan. Setelah menetas, burung-burung kecil belajar terbang dan mencari makan. Tak jarang anak-anak burung terjatuh dari pohon. Bukan hanya anak burung yang jatuh dari pohon, sering juga kotoran burung.

Burung juga berkeliaran di atap rumah, halaman, pura, juga di jalanan. Memang jadi agak merepotkan, tapi warga tak menganggapnya masalah, malah berkah.

"Sudah maunya Beliau yang di atas (Tuhan) kalau kita hidup berdampingan dengan burung-burung," kata Tjokorda Agung.

Sebagai antipasi potensi penyakit yang bisa jadi terbawa burung, pihak desa juga berkonsultasi dengan Dinas Kesehatan setempat. "Soalnya kami berinteraksi setiap hari berbulan-bulan. Padahal, dengar-dengar ada penyakit kayak flu burung," ujar Tjokorda Agung.

Selebihnya warga menyambut hangat kedatangan burung-burung. Istilah si kepala desa, relasi warga dan burung berlangsung saling menguntungkan. Burung mendapat tempat bernaung dan membesarkan anak, warga mendapat pasukan bantuan mengurangi hama di sawah, dan menjadi daya tarik wisatawan berkunjung.

Pemerintah sudah memberi penghargaan atas aksi warga Desa Petulu dalam menjaga harmoni dengan burung dan habitatnya berupa hutan di sekitar. Penghargaan lingkungan Kalpataru diberikan pada 1990 di era Presiden Soeharto dan pada 2005 era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Saat ini Pemerintah Desa Petulu sedang membangun penangkaran burung kokokan. Tujuan utamanya untuk konservasi burung, dan menolong burung-burung kecil yang terjatuh.

"Anak burung yang jatuh dari pohon dibiarkan oleh induknya," kata Tjokorda Agung.

Tujuan lain adalah menjadikan destinasi wisata. Para turis yang berkunjung ke desa di luar musim burung berdatangan bisa melihat burung dalam penangkaran.

Pembangunan penangkaran itu menggunakan dana desa. "Dana desa salah satunya untuk ini agar terus bergulir dan memaju kemajuan serta perekonomian desa," katanya.

Dalam tanggapannya, Direktur Jenderal Pengembangan Kawasan Tertentu Kemendes PDTT Johozua Markus Yoltuwu mengapresiasi rencana tersebut. "Dana desa itu sifatnya open menu, apa yang dikehendaki masyarakat itu yang terbaik," ujarnya.

Dia mengaku menanyakan apakah warga secara khusus memberi makan ke burung-burung itu. "Ternyata tidak, jadi burung memang memilih di sini. Potensi ini harus dijaga dan dikembangkan," kata dia.

 

15 Burung Pembuka Jalan

Burung Kokokan
Desa Petulu tempat bernanung burung-burung kokokan (Liputan6.com / HMB)

Kawanan burung kokokan tidak seketika datang dalam jumpah ribuan seperti saat ini. Menurut para sesepuh desa, burung mulai datang pada 1965, ditandai dengan kedatangan 12 burung. Warga menyambutnya dengan hangat.

"Sebelumnya datang di desa lain tapi diusir. Si sini kami sambut bahkan dengan upacara penyambutan khusus di pura desa," kata Kepala Adat Desa Petulu Tjokorda Gede Sukowati.

Dari 15 burung itu, lambat laun jumlah burung yang ke Petulu terus bertambah. Meningkat jadi puluhan, ratusan, hingga ribuan sampai saat ini.

Menurut pendamping desa setempat, Nyoman Nuraga, hubungan harmonis warga dan burung di desa itu terjalin karena energi cinta. "Burung juga bisa merasakan kalau jiwanya diasihi," kata instruktur yoga tersebut.

Ketika burung-burung tidak diganggu di desa itu, niscaya mereka betah berumah di dalamnya.

Ikhwal perilaku burung, pegiat perlindungan satwa Fransisca Noni menjelaskan, burung sering melakukan pergerakan atau berpindah tempat. Pergerakan yang terjadi biasanya berhubungan dengan pakan.

"Sebagai salah satu strategi tetap bertahan hidup, beradaptasi, dan mengurangi kematian yang tinggi dalam menghadapi musim dingin atau berkurangnya pakan di suatu lokasi," jelasnya.

Pergerakan dari daerah dingin (utara) ke daerah panas (selatan) disebut migrasi musiman, terjadi pada setiap tahun pada bulan Oktober hingga April. Ribuan burung, seperti burung pantai, burung elang, hingga burung kecil menuju ke negara tropis untuk mencari makan.

Pada awal hingga pertengahan Mei, burung dewasa yang berada di daerah selatan akan kembali ke negara asal untuk berkembang biak. Sedangkan burung yang masih muda bisa menghabiskan waktu muda hingga dewasa di negara tropis.

Perpindahan yang dilakukan setiap hari juga dilakukan pada beberapa jenis burung. Burung akan melakukan perpindahan dalam mencari makan pada pagi hari atau sore hari dan akan kembali ke tempat istirahat pada sore hari atau pagi hari. Perpindahan ini biasanya banyak dilakukan pada jenis burung kowak-malam abu (Nycticorax nycticorax) atau jenis kuntul (Egretta sp).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya