Harga Seikat Petai di Semarang Bersaing dengan Daging Sapi

Harga satu buah petai yang awalnya hanya Rp 3 ribuan menjadi Rp 5 ribu di Kota Semarang.

diperbarui 17 Jul 2018, 13:02 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2018, 13:02 WIB
Petai : Bau Namun Bermanfaat
Petai : Bau Namun Bermanfaat

Semarang - Harga petai di sejumlah pasar tradisional di Kota Semarang mencapai Rp 100 ribu per ikat. Harganya bahkan sempat melampaui harga daging sapi. Diduga kelangkaan persediaan membuat dua varietas polong-polongan khas Asia Tenggara, petai dan jengkol tersebut melambung tinggi.

Menurut pantauan JawaPos.com di dua pasar tradisional, yakni Johar dan Peterongan pada Minggu, 15 Juli 2018, banyak pedagang yang mengaku tak lagi berjualan petai dan jengkol. Kalau pun ada, harga yang dipatok cukuplah tinggi.

"Belum panen memang, jadi ya stok menipis. Wajar harga naik. Saya saja jengkol setelah lebaran sudah mulai tidak jual," ujar Satinah (64), pedagang petai dan jengkol di Pasar Induk Johar, Kota Semarang.

Dengan kian menipisnya kiriman petai yang ia terima dari pemasok langganannya asal Solo, Jawa Tengah, Satinah terpaksa menjual barang dagangannya dengan harga tinggi untuk bisa balik modal. Yakni, Rp 100 ribu per satu ikat.

"Satu ikat itu isinya bisa 20 puluh buah, satunya dijual Rp 5 ribu dari yang dulu cuma Rp 3 ribuan. Yang jual di sini (Pasar Johar) tinggal saya, ya jadi tetap laris. Tapi kalau jengkol, saya sudah nggak kebagian kiriman," katanya.

Situasi lebih parah ditemui di Pasar Tradisional Peterongan, Semarang Selatan. Di sini bahkan tak dapat didapati pedagang yang menjual menjual petai dan jengkol sama sekali.

"Memang petai setahu saya pasca-Idul Fitri kemarin sudah jarang yang jual di Peterongan. Jengkol yang saya dan kakak saya jual pun sekarang sudah tidak ada," ujar Wartini (43), pedagang sayur di Pasar Peterongan.

Baca berita menarik JawaPos.com lainnya di sini.

 

Belum Panen

Ini Dia Manfaat Petai bagi Kesehatan
Ini Dia Manfaat Petai bagi Kesehatan

Alasan yang sama juga disebutkannya terkait kelangkaan dua bahan pangan tersebut. Yakni, belum memasuki masa panen sehingga tak ada yang bisa dijual.

Wartini sebenarnya mengaku sempat ditawari berdagang jengkol oleh perantara. Namun karena harga yang dipatok terlalu tinggi, ia pun mengurungkan niatnya.

"Kalau pemasok itu dari Lampung, setelah itu dikirimkan ke pemasok bawahnya di Gunungpati. Dari Lampung saja jualnya sudah Rp 55 ribu per kilo, lha saya harus jual berapa?" katanya lagi.

Pedagang asli Peterongan, Semarang Selatan tak berani menjual jengkol yang dipatok Rp 60 ribuan oleh pemasok di Gunungpati sana. Padahal, menurutnya sebelum lebaran lalu, harganya hanya Rp 36 ribu per kilogramnya.

"Saya biasa pesan sepuluh kilogramnya tiap hari. Jelang lebaran kemarin mulai dibatasi lima kilogramnya tiap hari. Pasti habis, karena selain yang beli rumahan, juga warung gitu," tuturnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya