Liputan6.com, Langkat - Salah satu jejak perjuangan melawan penjajah Belanda di daerah Sumatera Utara terpatri pada 13 Agustus. Sebuah momen bersejarah yang dikenal dengan Brandan Bumi Hangus pada 13 Agustus 1947, menandai aksi para pejuang melawan penjajah.
Dilansir Antara, sebanyak 1.150 pelajar dan warga Kabupaten Langkat menapak tilas Brandan Bumi Hangus (BBH), menyusuri pada masa lalu guna memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia.
"Napak tilas ini menggugah semangat kaum muda untuk menjadi anak-anak bangsa yang unggul dan berprestasi di tengah persaingan zaman ini yang semakin kompetitif," kata Bupati Langkat Ngogesa Sitepu, Senin (13/8/2018), saat melepas peserta dari Desa Sei Siur, Kecamatan Pangkalan Susu, menuju kota minyak Pangkalan Brandan, guna memperingati hari bersejarah Brandan Bumi Hangus.
Advertisement
Baca Juga
Ia berharap kegiatan napak tilas ini bisa menumbuhkan semangat kepahlawanan serta rasa cinta pada Tanah Air, khususnya di kalangan generasi muda. Kegiatan napak tilas juga diharapkan bisa menumbuhkan samangat kebersamaan dan kekompakan serta rasa senasib sepenanggungan yang akan menguatkan nasionalisme dan kecintaan pada bangsa.
Bupati lalu menuturkan peristiwa Brandan Bumi Hangus pada 13 Agustus 1947. Peristiwa 71 tahun silam itu, menurut dia, menunjukkan semangat perjuangan rakyat dan pejuang Langkat untuk bersatu padu menghalangi penjajah Belanda menguasai tambang minyak milik bangsa.
"Kita semua sebagai masyarakat Kabupaten Langkat harus memiliki kebanggaan atas peristiwa perjuangan para pahlawan pada waktu itu mempertahankan ibu pertiwi," katanya.
Musa Pasaribu selaku Ketua Pelaksana Napak Tilas mengapresiasi dukungan pemerintah daerah pada pelaksanaan kegiatan tahunan ini.
Selain menyusuri jejak para pejuang, kegiatan ini juga mencakup acara sarasehan, pawai karnaval, dan peringatan Brandan Bumi Hangus Kabupaten Langkat tahun 2018.
Â
Pembakaran Tambang Minyak Brandan
Referensi sejarah menyebutkan Brandan Bumi Hangus diawali dengan invasi pasukan Sekutu bersama Belanda yang dikenal dengan sebutan Agresi Militer 21 Juli 1947 ke wilayah Sumatera Utara. Pasukan sekutu yang dikenal dengan nama Komando Batalion 4-2, mengerahkan pasukan infanteri didukung satu peleton Carrier, panser, serta satu detasemen binaan Poh An Tui.
Setelah berhasil melumpuhkan pasukan pejuang di Stabat, 5 Agustus 1947 pasukan sekutu berhasil melintasi Tanjungpura dan tertahan di Gebang.
Di Pangkalanbrandan, para pejuang mengetahui sasaran pasukan sekutu berupaya merebut tambang minyak tersebut. Panglima Devisi X TRI yang berkedudukan di Banda Aceh memerintahkan agar tambang minyak itu dimusnahkan.
Pada 8 Agustus 1947, Komando Sektor Barat/Utara (KSBO) mendapat kabar pasukan Belanda sedang mempersiapkan serangan besar-besaran, guna merebut tambang minyak. Bahkan, Radio Hilversum Belanda di Jakarta telah menyiarkan berita propoganda yang menyatakan Pangkalanbrandan telah dikuasai sekutu.
Pada 11 Agustus 947, Mayor Nazaruddin selaku Komandan Batalion Pengawal Kereta Api dan Tambang Minyak (TPKA dan TM) dan Plaastslijk Militer Comandant (PMC) bersama satu kompi dari batalion pimpinan Letnan Ahyar dan laskar rakyat gabungan pimpinan Ahib Lubis, mengeluarkan maklumat yang ditujukan kepada seluruh penduduk untuk meninggalkan Kota Pangkalanbrandan dan sekitarnya selambat-lambatnya 12 Agustus 1947.
Pada hari yang sama, jembatan Securai diledakkan untuk menghambat lajunya pasukan sekutu. Sementara PMC Pangkalanbrandan juga mempersiapkan badan untuk mengurusi pengungsian yang dipimpin Patih Sutan Naposo Parlindungan.
Pembumihangusan tambang minyak Pangkalanbrandan diawali dengan meledakkan tanki-tanki besar, fondasi penyulingan, dan gedung-gedung perusahaan tambang minyak, sekitar pukul 03.00 dini hari, 13 Agustus 1947. Api berkobar di Pangkalanbrandan.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement