Liputan6.com, Konawe Utara - Sekitar seribu orang mahasiswa dan warga masyarakat Konawe Utara, ricuh saat berdemonstrasi di Polda Sulawesi Tenggara, Kamis, 1 November 2018. Demo itu menuntut penutupan izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan tambang karena izin bermasalah.
Diduga, ada tiga orang oknum perwira dan bintara di Polda Sulawesi Tenggara disebut mahasiwa terlibat dalam masalah ini.
Perusahaan yang diprotes soal Izin Usaha Pertambangan (IUP) itu yakni, PT KMJ dan PT SJM. Keduanya beroperasi di Konawe Utara pada 2011 dan 2018.
Advertisement
Baca Juga
Dalam keterangan resminya, mahasiswa menyebut ketiga oknum perwira Polda Sulawesi Tenggara yang diduga terlibat berinisial MS, RM, dan AR. Ketiganya diketahui berpangkat perwira tinggi, perwira menengah, dan bintara, disebut bekerja sama dengan perusahaan tambang bermasalah itu.
"Mereka kami duga ikut mem-back up perusahaan yang menurunkan alat berat di Konawe Utara, mereka menangkap warga yang membawa alat-alat pekerjaan seperti parang dan linggis, padahal alat-alat ini untuk melindungi diri," ujar koordinator aksi, Alfin Pola.
Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Agung Kurniawan mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti dugaan keterlibatan tiga orang anggota Polda soal kasus izin pertambangan ini.
"Soal mantan mereka perwira atau tidak, tidak ada masalah. Kita akan tindaklanjuti mereka tetapi berkoordinasi dengan Kapolda Sultra," ujar Agung Kurniawan.
Agung mengatakan, semua ada tahapannya. Sejauh ini, pihaknya menyerahkan soal dugaan tambang bermasalah kepada Dirkrimsus Polda Sultra. Terkait dugaan keterlibatan perwira dan bintara, akan ditindaklanjuti sesuai prosedur.
Dari laporan awal, dugaan keterlibatan ketiga anggota Polda Sultra ternyata berawal dari kemarahan warga karena adanya penangkapan tiga orang warga di Konawe Utara. Padahal, ketiganya ditangkap oleh tiga anggota Polda Sultra yang turun di lokasi tambang karena adanya dugaan premanisme.
Saat diamankan, tiga orang warga ini ditemukan membawa parang, linggis, dan palu. Ketiganya kini diamankan di Polda Sultra.
Salah seorang anggota Polda Sultra berinisial RM yang dituding massa terlibat bermain dengan perusahaan tambang bermasalah itu mengatakan, pihaknya hanya menangkap mereka yang membawa senjata tajam di lokasi pertambangan.
Saat itu, ada massa yang menghalangi jalan masuk di perusahaan dan warga mengadu ke pihak kepolisian. "Saat itu, kami ambil mereka dan bawa ke Polda Sultra warga yang tiga orang itu. Sumpah, ngapain terlibat dan ikut campur perusahaan, kita hanya sebatas mengamankan," ujar RM.
Awal Mula Izin Tambang Bermasalah
Aktivitas perusahaan tambang diprotes warga usai adanya keputusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar tahun 2014, menyatakan PTÂ SJM pailit dan tidak bisa melanjutkan IUP di wilayah Kabupaten Konawe Utara.
Kemudian, pengadilan menunjuk PT KMJ sebagai tenaga ahli kurator dan pemodal untuk melanjutkan kegiatan IUP PT SJM. Keputusan ini tertuang dalam penetapan hakim nomor 1/PKPU/2014/PN Niaga Makassar pada 21 Desember 2016.
Dua keputusan ini, kemudian mendapat protes warga dan mahasiswa. Menurut mereka, keputusan ini tidak sah dalam ranah hukum.
"Dinas ESDM Sultra, Kementerian ESDM RI dan Ombudsman telah menyatakan penghentian kerjasama pengelolaan lokasi IUP PT SJM oleh PT KMJ, kenapa masih dipaksakan oleh KMJ melakukan pengolahan tambang di Konawe Utara?" Kata Alfin.
Alfin melanjutkan belum ada undang-undang yang mengatur soal kurator. Sehingga, meminta kepada Polda Sultra untuk melakukan penindakan langsung terhadap perusahaan yang diduga melanggar hukum.
Dirintel Polda Sultra mengatakan kepada massa aksi, sejauh ini pihaknya sudah mengumpulkan laporan dan siap menindak. Meskipun demikian hal ini akan berproses.
"Kita akan periksa semua perusahaan yang dilaporkan. Namun, akan ditangani di Ditrkrimum dan Dit Krimsus Polda Sultra," ujar Kombes Pol Hartoyo.
Direktur PT SJM, Anton Timbang mengatakan sejauh ini perusahaannya sudah menjalankan IUP sesuai prosedur. Namun, PT KMJ diduga melakukan operasi IUP yang sudah tidak sesuai prosedural.
"IUP mereka sudah dihentikan pengadilan, kementerian ESDM dan Dinas SDM Sultra, tapi tetap memaksa menjalankan usaha. Terus, warga ditangkapi polisi, ini kan masalah baru bagi warga," Anton Timbang menandaskan.
Saksikan video pilihan berikut:
Advertisement