6 Oleh-Oleh Khas Asli Raja Ampat

Dengan membeli produk lokal yang diproduksi oleh masyarakat setempat, kita telah membantu perekonomian masyarakat setempat secara langsung. Mari kita mengenali beberapa produk lokal dari Pulau Waigeo Raja Ampat

oleh Liputan6dotcom diperbarui 22 Jun 2019, 09:00 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2019, 09:00 WIB
Oleh-Oleh Asli Raja Ampat
Oleh-Oleh Asli Raja Ampat (Foto: Ana Septiana)

Liputan6.com, Raja Ampat - Berlibur, bagi sebagian besar wisatawan, wajib ditandai dengan membawa pulang oleh-oleh khas dari daerah yang dikunjungi. Apa oleh-oleh jika main ke Raja Ampat?

Waisai, sebagai ibu kota kabupaten, menjadi pusat toko-toko cinderamata Raja Ampat. Namun banyak sekali jenis cinderamata yang dijual adalah yang didatangkan dari luar Raja Ampat, misalnya dari daerah lain di Papua daratan.

Produk lokal khas Raja Ampat jadi kurang mendapatkan perhatian. Padahal, produk lokal diproduksi sendiri oleh masyarakat lokal di kampung-kampung.

Pulau Waigeo, merupakan salah satu pulau di Raja Ampat yang juga memproduksi produk lokal. Biasanya satu kampung menghasilkan satu jenis produk, yang merupakan pemanfaatan dari kelimpahan bahan baku yang ada di kampungnya.

Dengan membeli produk lokal yang diproduksi oleh masyarakat setempat, kita telah membantu perekonomian masyarakat setempat secara langsung. Mari kita mengenali beberapa produk lokal dari Pulau Waigeo yang bisa dijadikan oleh-oleh ketika kalian berkunjung Raja Ampat.

 

 

Kerajinan Anyaman dari Teluk Mayalibit

Oleh-Oleh Asli Raja Ampat (Foto: Ana Septiana)
Oleh-Oleh Asli Raja Ampat (Foto: Ana Septiana)

Kerajinan Anyaman dari Teluk Mayalibit

Menganyam adalah tradisi suku asli di Raja Ampat. Salah satu suku yang masih aktif memproduksi anyaman adalah Suku Maya yang tinggal di kampung-kampung di pesisir Teluk Mayalibit. Sementara banyak anyaman yang beredar dipasaran menggunakan pewarna tekstil yang mencolok, anyaman dari Teluk Mayalibit menggunakan pewarna alam.

Hidup bertetangga dengan kawasan konservasi, membuat masyarakat menyadari pentingnya turut serta menjaga lingkungan dan megabiodiversitas yang ada. Sehingga sebisa mungkin mereka melakukan proses yang ramah lingkungan dalam memproduksi anyaman, sebagai bentuk pelestarian tradisi.

Contoh anyaman yang umum dijual adalah kahene (tempat botol minuman), noken (tas selempang), bayai dan abob (wadah-wadah menyimpan pernak-pernik), dan lam (tikar pandan). Dengan membeli produk anyaman, berarti kita turut serta dalam upaya pelestarian tradisi menganyam.

Ikan Asin dari Kampung Wawiyai

Bagi penduduk Raja Ampat, sudah dikenal bahwa ikan asin yang paling enak berasal dari Kampung Wawiyai. Selain bersih, rasa asinnya juga pas. Perempuan di Wawiyai sebelumnya sudah memperoleh pelatihan dari dinas pemerintahan terkait untuk memproduksi ikan asin. Itu sebabnya produk ikan asinnya memiliki standar kualitas yang baik.

Uniknya, perempuan di Wawiyai melakukan hampir seratus persen proses produksi ikan asinnya. Mulai dari pergi memancing, membersihkan, memberi garam, menjemur, hingga mengirim produknya ke Waisai untuk dijual secara luas, dilakukan tanpa bantuan para lelaki.

 

Ebi Kampung Beo

Oleh-Oleh Asli Raja Ampat (Foto: Ana Septiana)
Oleh-Oleh Asli Raja Ampat (Foto: Ana Septiana)

Ebi dari Kampung Beo

Kampung Beo, berada di sebuah pulau terpisah di tengah Teluk Mayalibit. Perairan Kampung Beo sudah terkenal dilimpahi dengan udang kecil, yang umum disebut ebi. Ketika memasuki kampung Beo dan berjalan di tengah kampung, semerbak wangi udang segar tercium ke seluruh penjurunya. Kelimpahan ini dimanfatkan penduduk lokal untuk dijadikan produk, berupa ebi kering dan terasi.

Ebi diperoleh menggunakan saring sederhana lalu di jemur hingga kering. Selain dijual dalam bentuk ebi kering, sebagian juga digunakan sebagai bahan baku terasi. Proses pembuatan terasi sangat sederhana, yaitu dengan menumbuk ebi kering dan ebi basah hingga lumat, kemudian dibentuk. Pemerintah terkait pernah melalukan pelatihan pengemasan ebi menggunakan daun pandan. Selain lebih awet, daun pandan juga merupakan kemasan yang sangat ramah lingkungan.

Tas Sulam dari Kampung Waifoi

Keahlian menyulam diperoleh perempuan di Raja Ampat melalui pelatihan yang diadakan dinas pemerintahan terkait. Satu dua perempuan mengikuti latihan di Waisai, membawa keahlian tersebut ke kampungnya di Waifoi. Sehingga, ketika mengunjungi Waifoi, kita akan disuguhi pemandangan perempuan-perempuan sedang menyulam di sore hari secara berkelompok.

Sejak akhir tahun 2018, edukasi mengenai penggunaan pewarna alam kembali juga dilakukan di kampung ini. Sehingga, produk tas sulam dari Kampung Waifoi memiliki warna khas, yaitu warna-warna yang diperoleh dari bahan baku alam. Pengetahuan mengenai pewarna alam merupakan pengetahuan lokal yang patut dilestarikan dan didokumentasikan dengan baik, sebelum sepenuhnya punah dari ingatan masyarakatnya.

 

Stik Ikan

Oleh-Oleh Asli Raja Ampat (Foto: Ana Septiana)
Oleh-Oleh Asli Raja Ampat (Foto: Ana Septiana)

Stik Ikan dari Kampung Lopintol

Melimpahnya ikan di Kampung Lopintol membuat pemerintah terkait memberikan pelatihan pembuatan stik ikan (kerupuk ikan). Stik ikan di kampung Lopintol diproduksi oleh dua kelompok kerja, yaitu kelompok Fadarel dan Fatanon. Jenis ikan yang digunakan beragam, diantaranya tenggiri, bubara, kakap merah, dan ikan lema. Tiap jenis ikan menghasilkan rasa dan gurih yang berbeda-beda. Ikan yang digunakan hanya ikan segar, karena ikan yang tidak segar akan berdampak pada kerupuk yang dihasilkan.

VCO dari Kalitoko

Kampung Kalitoko adalah penghasil VCO dari Teluk Mayalibit. Minyak kelapa diproduksi dengan cara yang sangat sederhana tanpa melalui proses pemanasan. Sebelumnya, masyarakat setempat umum menggunakan minyak tersebut sebagai obat, baik obat gosok untuk luka, hingga diminum untuk kesehatan. Namun setelah diadakan pelatihan dari NGO dan pemerintah terkait, VCO dari Kalitoko menjadi produk yang siap dijual secara umum

(Ana Septiana / peneliti, kontributor Liputan6.com)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya