Liputan6.com, Solo - Peternak ayam ras yang tergabung dalam wadah Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah membagikan ayam gratis sebanyak 36 ribu ekor kepada masyarakat. Aksi tersebut merupakan buntut dari kekecewaan para peternak ayam atas anjloknya harga ayam di pasaran.
Antrean masyarakat terlihat memanjang di Kantor Kecamatan Jebres, Solo, pada Rabu pagi, (26/6/2019). Mereka datang membawa kupon untuk ditukarkan dengan seekor ayam ras. Sejumlah petugas keamanan juga tampak sigap mengatur antrean supaya tertib.
Satu per satu ayam dikeluarkan dari kandangnya oleh petugas. Selanjutnya, warga yang telah memperoleh ayam secara gratis itu langsung berjalan keluar meninggalkan lokasi pembagian di basement Kantor Kecamatan Jebres, Solo.
Advertisement
Baca Juga
Sebanyak 2.000 ekor ayam disiapkan untuk pembagian di Jebres itu. Di Solo, hampir semua kantor kecamatan yang berjumlah lima itu melakukan kegiatan yang sama pada pagi itu, yakni bagi-bagi ayam gratis yang dilakukan sejumlah anggota Pinsar. Hanya saja, dari lima kecamatan itu jumlah ayam yang dibagikan saling berbeda satu dengan lainnya.
Ketua Pinsar Jawa Tengah, Parjuni mengatakan, pembagian ayam gratis sebanyak 36 ribu ekor meliputi wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Ayam tersebut dibagikan kepada masyarakat kurang mampu dengan membawa kupon. Sedangkan di Solo jumlah ayam yang dibagikan secara cuma-cuma itu sebanyak 8.000 ekor ayam.
"Kita bagikan secara serentak. Pembagian di Jawa Tengah di antaranya di Semarang, Solo, Klaten dan lainnya. Di Yogyakarta juga para peternak ayam melakukan pembagian ayam gratis," kata dia di Solo, Rabu (26/6/2019).
Simak juga video pilihan berikut ini:
Harga Ayam Anjlok Sejak Awal Tahun
Menurut Parjuni, pembagian ayam gratis sebanyak puluhan ribu ekor itu dilatarbelakang aksi keprihatinan dari para peternak yang mengalami kerugian sejak Januari hingga hari ini. Peternak merugi karena terjadinya kelebihan pasokan dari pembibitan ayam. Jumlah bibit yang beredar saat ini dibandingkan dengan kebutuhan pasar, jumlahnya jauh melebihi kapasitas.
"Jadi bagi-bagi ayam gratis ini sekaligus aksi protes untuk menyampaikan aspirasi kita supaya segera didengar oleh pemerintah. Kita sebagai peternak yang telah bertahun-tahun itu ingin dilindung pemerintah," katanya.
Parjuni pun menyayangkan sikap Kementerian Pertanian yang tak tanggap dengan aksi kekecewaan para peternak ayam. Padahal kementerian tersebut memiliki kewenangan kebijakan untuk mengurangi jumlah produksi pembibitan.
"Berkali-kali Kementan itu yang mempunyai policy untuk produksi ini supaya dikurangi tapi tidak perah dikurangi sehingga kita sebagai peternak kecil," ungkapnya.
Selain itu, ia berharap antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan saling bersinergi untuk melindungi para peternak ayam. Menurutnya, Kementerian Perdagangan jika juga melihat bahwa jika harga ayam rendah itu sangat resiko, sedangkan jika harga terlalu tinggi juga berisiko. Oleh sebab itu, dua kementerian tu diharapkan menjalin komunikasi yang efektif untuk menentukan kebijakan yang berpihak kepada nasib para peternak.
"Kalau tidak ada komunikasi yang positif selama ini terjalin maka akan mengakibatkan seperti ini terus. Setelah ada komunikasi itu bukan hanya sekedar ngomong tapi ada tindakan yang saling mendukung. Suplai kan memang dari Kementan sedangkan harga itu dari Kemendag," katanya.
Advertisement
Pemerintah Harus Turun Tangan
Saat ini Kementerian Perdagangan memang telah menentukan harga jual ayam di tingkat peternak dengan kisaran angka Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu per kilogram. Hanya saja hal tersebut tidak pernah diimbangi dengan suplai sehingga terjadi pasokan yang lebih, alhasil patokan harga tersebut tidak pernah tercapai.
"Saat ini harga jual di tingkat peternak hanya berkisar Rp 9.000 per kilogram, padahal HPP (harga pokok penjualan) Â mencapai Rp18 ribu lebih. Dengan kondisi seperti saat ini maka harga jualnya jauh dari harapan peternak," keluhnya.
Dampak dari anjloknya harga jual ayam di tingkat peternak, Parjuni mengaku jumlah peternak ayam yang tergabung dalam Pinsar Jawa tengah sudah banyak yang gulung tikar. Lantaran harga jual saat ini tidak seimbang dengan jumlah biaya produksi ternak ayam.
"Yang gulung tidak sudah banyak, tapi gulung tikarnya dalam arti terus berhenti perlihara saja. Jadi menunda sampai menunggu kondisi yang kodusif. Saya sendiri pun kalau saya turuti itu sudah habis. Aya itu sudah rugi mungkin sekitar Rp 2 miliar," kata dia.
Â
Â