Duka Menyelimuti Warga Pulau Halmahera Akibat Guncangan Gempa Magnitudo 7,2

Ratusan rumah rata dengan tanah dan warga masih berlindung di lokasi ketinggian.

oleh Hairil Hiar diperbarui 15 Jul 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2019, 16:00 WIB
ilustrasi gempa Maluku
Ilustrasi Gempa Maluku (Liputan6.com/Hairil Hiar/BMKG Stasiun Geofisika Ternate )

Liputan6.com, Halmahera - Ratusan rumah warga di Gane, daratan Pulau Halmahera dan Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara rusak berat. Banyak rumah rata dengan tanah setelah diguncang gempa Maluku magnitudo 7,2 pada Minggu sore (14/7/2019) 

Bangunan rumah dan infrastruktur yang rusak terdapat di   Desa Bisui, Luim, Tabahidayah, Ranga-Ranga, Gane Luar, Gane Dalam, Yomen, Jibubu, Tawa, Lemo-Lemo, Kurunga, dan Kamp PT GMM (Korindo Grup).

Fahmi Abdul Kahar, salah seorang korban yang rumahnya ambruk menceritakan, saat ini ada 1.000-an jiwa di desanya yang mengungsi ke dataran tinggi, kawasan Gunung Soi, belakang Desa Bisui, Gane Timur Tengah.

Desa Bisui dan Desa Luim menjadi lokasi terparah akibat gempa Maluku. Sebagian besar di desa itu rumah warga ambruk dan rata dengan tanah.

"Termasuk rumah saya yang baru dibangun. Rata dengan tanah," ucap Fahmi, Minggu (14/7/2019) malam.

Fahmi mengatakan ada sejumlah titik yang menjadi lokasi warga mengungsi. Ribuan warga di Kecamatan Gane Timur Selatan memilih dataran tinggi sebagai tempat yang teraman.

"Semua warga sudah berada di daerah ketinggian. Anak-anak sampai orang dewasa maupun para orang tua. Kami belum berani balik ke desa," katanya.

Kawasan Gane Timur Tengah, Gane Timur Selatan, dan Gane Barat Selatan, Pulau Halmahera merupakan daerah yang masih tertinggal, baik akses jalan darat, listrik dan jaringan telekomunikasi.

Sedangkan Inayah Ismail, warga Desa Wayatim, Bacan Timur Tengah, Halmahera Selatan menyebutkan sebagian besar rumah warga di desanya rusak dan roboh.

"Torang (kami) semua masih ada di gunung, di Puncak Tonasa, belakang Desa Wayatim," kata Inayah, begitu dihubungi.

Di Desa Wayatim terdapat 54 kepala keluarga. Seluruh Kepala Keluarga yang berasal dari desa itu memilih bermalam di Puncak Tonasa karena adanya isu tsunami yang akan melanda daerahnya pasca gempa terjadi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya