Warisan Sunan Gunung Jati dan Tiga Etnis Penopang Keberagaman Cirebon

Semangat menjunjung tinggi toleransi dan keberagaman sudah mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Cirebon sejak jaman Sunan Gunung Jati

oleh Panji Prayitno diperbarui 23 Agu 2019, 03:00 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2019, 03:00 WIB
Warisan Toleransi dan Keberagaman Ala Warga Pantura Cirebon
Suasana keberagaman dan toleransi dalam perayaan Imlek di Cirebon. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Cirebon tak hanya dikenal sebagai daerah yang kaya akan warisan seni dan budaya. Kehidupan masyarakat yang beragam membuat Cirebon dikenal sangat menjunjung tinggi semangat toleransi.

Semangat toleransi dan keberagaman Cirebon sudah dilakukan sejak jaman leluhur. Pada perkembangannya, tokoh Cirebon Sunan Gunung Jati menikahi putri Ong Tien dari Tiongkok.

"Ya Cirebon sejak dulu dipengaruhi tiga etnis Tionghoa, Arab dan India. Mereka dulu hidup berdampingan rukun dan damai," kata Filolog Cirebon Opan Rachman Hasyim, Kamis (22/8/2019).

Dia mengatakan, pada perkembangannya pembangunannya Cirebon dipengaruhi ketiga etnis tersebut. Produk seni dan budaya Cirebon lahir dari pengaruh tiga etnis ini.

Seperti Kereta Singa Barong dan Paksi Nagaliman milik Keraton Kasepuhan dan Kanoman Cirebon. Pada perkembangan modern ini, toleransi juga masih melekat dalam kehidupan sehari-hari.

"Warga Cirebon sama-sama menyadari leluhur mereka memiliki peran penting dalam membangun peradaban Cirebon. Jadi ya keturunannya secara otomatis harus melestarikannya," ujar dia.

Dia menyebutkan, kuliner tradisional Cirebon secara tidak langsung hasil dari perpaduan etnis. Kuliner khas Cirebon terbagi menjadi dua nabati dan hewani.

Untuk pengaruh nabati didominasi peran warga Tiongkok membangun Cirebon. Seperti Nasi Lengko, Tahu Gejrot bahkan Nasi Jamblang yang menjadi salah satu ikon Cirebon dibuat oleh seorang Tionghoa.

"Untuk yang hewani ada pengaruhnya dari etnis Arab dan India seperti Empal Gentong bahkan nasi kebuli juga banyak ragamnya," ujar dia.

Hari Besar Keagamaan

Warisan Toleransi dan Keberagaman Ala Warga Pantura Cirebon
Nuansa keberagaman dan toleransi di open house Keraton Kasepuhan Cirebon. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Toleransi masyarakat Cirebon terlihat jelas saat memperingati hari besar keagamaan. Pada perayaan Idulfitri, warga Cirebon yang non muslim turut serta dalam setiap open house yang digelar pejabat daerah maupun Sultan Cirebon.

"Karena Sunan Gunung Jati itu datang menyebarkan Islam dengan jalur diplomasi kebudayaan salah satunya open house," sebut Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat.

Sultan Arief mengatakan, open house atau silaturahmi Lebaran ini sudah dilakukan sejak masa Sunan Gunung Jati. Saat itu, seluruh komponen masyarakat berkumpul.

Semangat hidup rukun dan guyub tersebut hingga saat ini masih terus terjaga. Saat itu, Sunan Gunung Jati tidak pernah membedakan agama, etnis dan budaya.

Dia mengatakan, saat itu, warga yang datang mengikuti open house bersama Sunan Gunung Jati bukan hanya pribumi. Etnis China, Arab dan India turut hadir bertemu Sunan Gunung Jati.

"Sampai sekarang tiap Lebaran hari kedua kami buka open house semua masyarakat datang dari berbagai kalangan latar belakang suku dan etnis," kata dia.

Saksikan video pilihan berikut ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya