Liputan6.com, Kendari - Pulau Wawonii di Kabupaten Konawe Kepulauan belum benar-benar aman dari aktifitas pertambangan. Kerap dikawal polisi saat bentrok dengan warga, perusahaan tambang tetap memaksa beraktifitas.
Terbaru, protes kembali dilakukan warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Jumat (23/8/2019) dinihari. Protes yang ketiga kali sejak Juni 2019, menjadi aksi warga paling agresif.
Sebanyak 10 orang sopir excavator, menjadi sasaran kemarahan. Penyebabnya, 18 unit alat berat, tiba-tiba menyerobot masuk melewati lahan warga saat tengah malam.
Advertisement
Baca Juga
Tak terima lahannya diserobot, warga yang marah langsung menyerbu alat berat. Sempat terjadi keributan, properti perusahaan senilai puluhan miliar rupiah itu nyaris dibakar.
Tidak sampai merusak alat berat, warga Wawonii malah menggiring mereka di pinggir kebun. Sebanyak 10 orang sopir ini kemudian diikat tangannya dan diinterogasi dalam posisi duduk.
"Kami tak berniat melukai atau berurusan dengan para pekerja. Mereka diikat saja oleh warga sebagai bentuk kekesalan," ujar Mando Maskuri, koordinator lapangan, Jumat malam kepada Liputan6.com.
Mando melanjutkan, warga menolak karena kerap diintimidasi perusahaan. Menurutnya, tambang dinilai tak ada untungnya bagi petani.
"Beberapa kali perusahaan menawari membeli lahan warga, tapi warga menolak karena lahan mereka sumber kehidupan," tambah Mando.
Salah seorang pemilik lahan, La Baa, mengatakan tak mau lahannya dibeli dan dijadikan lokasi tambang. Sebab, belasan tahun dia sudah menghidupi hidup istri dan 8 orang anaknya dari bertani.
"Lahan saya ada pala, jambu mete, kakao, cengkeh. Saya tak mau, karena disitu saya hidup," ujar pria berusia 70 tahun itu.
Dia melanjutkan, meskipun PT Gema Kreasi Perdana (GKP) merayu, namun La Baa tak mau melepas lahannya. Berapapun harganya, bersama 2 orang warga lainnya, ketiganya kompak tak mau menjual.
"Saya, Pak Amin dan Wa Ana yang menjadi petani yang berdekatan dengan lokasi PT GKP sepakat menolak dibeli tanah kami," ujar pria yang mulai sakit-sakitan itu.
Penyerobotan di lahan warga di Roko-roko, bukan kejadian pertama kali. Berdasar keterangan warga, PT GKP tercatat sudah 2 kali berusaha masuk dan menyerobot.
Rentetannya terjadi pada Selasa, 9 Juli 2019, sekitar Pkl. 11.00 Wita di lahan milik Ibu Marwah. Kedua,Selasa 16 Juli 2019, sekitar Pkl. 15.00 di lahan milik Bapak Idris yang juga berada di Wawonii.
Siapa Backing Perusahaan
Saat masuk di lahan milik warga, pekerja PT GKP ternyata sudah mengetahui warga yang sudah bersiap. Sebelum insiden diikatnya sejumlah karyawan PT GKP, ternyata warga sudah berada di lokasi semalam sebelumnya.
"Warga berjaga hingga jam 11 malam. Pas warga turun gunung, saat itulah kami duga mereka masuk," ujar Mando.
Di lokasi kejadian, warga mendapati 10 orang karyawan PT GKP. Juga terdapat 18 bulldozer dan excavator yang tengah menggusur lahan masyarakat.
Akibatnya, tanaman warga seperti kelapa, pala, dan coklat tumbang dan hancur. Penyerobotan ini dilakukan PT GKP untuk membangun jalan tambang (hauling) menuju konsesi tambang milik perusahaan.
Selain aktivitas alat-alat berat itu, di lokasi kejadian, warga juga mendapati polisi yang jumlahnya lebih dari 10 orang, yang diketahui berasal dari Direktorat Polairud Polda Sulawesi Tenggara.
"Mereka pakai baju seragam coklat, ada juga biru," terang Mando.
Dalam beberapa video amatir, oknum polisi yang berjaga sempat direkam warga.Namun, beberapa polisi memilih menutup dan meyembunyikan nama mereka saat kamera diarahkan ke seragam mereka.
Kapolda Sultra, Brigjen Pol Iriyanto sebelumnya menolak disebut membekingi tambang di Wawonii. Menurutnya, apa yang dilakukan disana adalah langkah polisi mengamankan investasi.
"Kami paham, langkah kami akan dinilai negatif. Namun, kami juga bisa menjelaskan soal kasus PT Harita grup (PT GKP) di Pulau Wawonii," kata Iriyanto.
Dia meyakinkan, meskipun polisi hadir membela perusahaan, namun menolak ada tindakan sewenang-wenang. Seperti, aturan yang bisa dilanggar karena ada polisi yang berjaga.
"Kalau kita kuat-kuatan, maka tak akan selesai. Semuanya harus diselesaikan dengan komunikasi baik-baik, perusahaan juga punya alasan jelas. Di wawonii itu masuk penanaman modal asing jadi berat mencabut IUP, solusinya yaa komunikasi baik-baik," pungkasnya.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Advertisement