Terobosan Anak SMP, Tongkat Ber-GPS bagi Tuna Netra

Dengan tongkat ber-GPS keluarga bisa memantau keluarganya yang menyandang tuna netra

diperbarui 10 Nov 2019, 11:02 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2019, 11:02 WIB
masayu
Masayu Nur Kautsar, murid SMP Nasima Semarang tengah menguji coba tongkat tuna netra ber-GPS kepada salah seorang penyandang tunanetra. (foto: Liputan6.com / suaramerdeka.com)

Semarang - Masayu Nur Kautsar Zaida Nafia Setyani, murid kelas 9 SMP Nasima Semarang menjadi juara Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) tingkat SMP se-Kota Semarang 2019. Karyanya berjudul "Tongkat Tuna Netra Elektronik dengan Pemandu GPS".

"Masayu bukan kali pertama menjadi juara, sebelumnya dalam Kompetisi Penelitian Siswa tingkat Asia di Bali, Masayu juga menjadi juara," kata Kepala SMP Nasima Dwi Astuti.

Dilansir suaramerdeka.com, Masayu percaya diri tampil sendirian. Tidak seperti teman-temanya yang tampil berdua atau bertiga. Ia berharap, tongkat ber-GPS iti bermanfaat bagi tunanetra.

"Sehingga tidak mengalami kesulitan dalam beraktifitas sehari-hari," kata Masayu.

Didampingi pembimbing karya ilmiah remaja (KIR) yang juga guru SMP Nasima, Abdul Rohim, SPd, Masayu menuturkan bagaimana awal mula merancang tongkat tersebut. Berawal rasa iba kepada tetangga yang tuna netra. Ia kemudian berkomunikasi dengan guru pembimbing karya ilmiah remaja (KIR).

Tongkat Tuna Netra Elektronik dengan kendali Global Positioning System (GPS) merupakan perpaduan antara tongkat alumunium dengan rangkaian elektronika, sehingga dapat dijadikan alat bantu bagi tuna netra.

Hasil penelitian siswa berprestasi ini menyimpulkan agar sensor ultrasonik ditempatkan pada bagian ujung tongkat sebagai pendeteksi lingkungan perjalanan. Kemudian hasil analisis sensor akan diteruskan ke bagian mikrokontroler.

Simak berita menarik lain dari suaramerdeka.com.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Cara Kerja Tongkat

masayu
Masayu Nur Kautsar, murid SMP Nasima Semarang. (foto: Liputan6.com / suaramerdeka.com)

Pada saat digunakan, ujung tongkat yang dilengkapi dengan sensor ultrasonik jika mengenai suatu halangan akan memberikan tanda ke mikrokontroler, kemudian speaker akan mengeluarkan bunyi. Jarak antara tongkat dengan titik halangan bisa diatur atau diset dengan program yang telah disediakan.

"Di tongkat tuna netra ini telah diset jarak halangan yang dibuat yakni 40 cm. Sehingga jika penyandang cacat tuna netra menggunakan tongkat kemudian ada halangan di depannya sejauh 40 cm, maka tongkat akan berbunyi," kata Masayu.

Kelebihan dari tongkat ini selain memuahkan perjalanan penyandang cacat tuna netra, juga dilengkapi dengan peralatan GPS yang difungsikan untuk memantau keberadaan pemakai. Manfaat penting dari fasilitas ini adalah segi keamanan penyandang cacat dapat terus dipantau oleh pihak keluarga.

Selain dilengkapi GPS yang dapat memantau keberadaan pemakai, tongkat tuna netra elektronik diberi fasilitas think speak, yaitu suara yang bisa menentukan kondisi dan keberadaan pemakai tepatnya pada posisi di mana.

Abdul Rohim, SPd, guru pembimbingnya menyebut sebagian besar kaum tuna netra butuh tongkat sebagai alat bantu. Kelebihan tongkat ini bisa mendeteksi halangan di depannya. Sehingga penyandang cacat tidak akan menabrak suatu halangan yang ada di depannya.

"Kelebihan lain, keberadaan pengguna mudah diketahui keluarga, dengan bantuan GPS," katanya.

Pada saat digunakan oleh para penyandang cacat tuna netra, hasilnya juga ditanggapi sangat positif oleh mereka. Sebagian besar penyandang cacat tuna netra yang sudah mencobanya sangat antusias. Bahkan tidak sedikit yang berkeinginan untuk memiliki.

Simak video pilihan berikut:

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya