2 Teori Penuntasan Pandemi Corona Covid-19 ala UGM

Pertanyaan yang tak henti bermunculan di benak masyarakat Indonesia, bahkan dunia, adalah kapan pandemi Corona Covid-19 selesai. Simak pemaparan pakar UGM

oleh Switzy Sabandar diperbarui 23 Apr 2020, 14:30 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2020, 14:30 WIB
UGM
UGM (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta Pertanyaan yang tak henti bermunculan di benak masyarakat Indonesia, bahkan dunia, adalah kapan pandemi Corona Covid-19 selesai. Beragam teori dan perhitungan kemungkinan pun dipaparkan para ahli. Kebanyakan mereka mengukur pandemi Corona Covid-19 di Indonesia bisa berakhir pada pertengahan tahun.

Tim Respons Cepat Covid-19 UGM pun pernah mengemukakan skenario serupa. Peluang dan perkiraan puncak pandemi dipaparkan berakhir sekitar Juni atau Juli 2020.

Namun, sepertinya para pakar dari UGM mulai berubah pikiran. Pola penularan Corona Covid-19 di Yogyakarta yang lambat menjadi salah satu indikatornya. Penularan di DIY masih didominasi imported case atau disebut juga penularan generasi pertama.

Sebanyak 51 dari 75 kasus positif Corona Covid-19 di DIY merupakan kasus generasi pertama. Dari jumlah generasi pertama ditemukan 12 kasus penularan yang menjadi kasus positif generasi kedua, dan dari generasi kedua ada tiga kasus penularan Corona Covid-19 yang menjadi generasi ketiga yang disebut penularan atau transmisi lokal.

“Melihat data ini sudah ada transmisi lokal, mulai terlihat indikasi sustain atau berlanjut dan jika meluas ini menjadi masalah besar.,” ujar Riris Andono Ahmad, Koordinator Tim Respons Cepat Covid-19 UGM, Rabu (22/4/2020) petang.

Ia menuturkan, ada window period atau periode jendela yang bisa dimanfaatkan untuk memotong waktu transmisi sehingga virus tidak masuk ke dalam populasi. Sebuah kasus positif Corona Covid-19 berpotensi menularkan ke dua sampai tiga orang lainnya.

Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan penularan di DIY akan meluas seiring dengan bertambahkanya jumlah kasus positif Corona Covid-19.

“Kami berasumsi pola interaksi mempengaruhi kecepatan tersebut dan di awal kasus, penyakit ini datang dari masyarakat kelas ekonomi atas yang memiliki pola interaksi terbatas, ini juga perlu pendalaman lebih lanjut, sebab saya melihat penularan tidak secepat perkiraan sebelumnya,” ucap dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKM) UGM ini.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Social Distancing sampai 2022

Riris Andono Ahmad, Koordinator Tim Respons Cepat Covid-19 UGM
Riris Andono Ahmad, Koordinator Tim Respons Cepat Covid-19 UGM

Ia juga mulai meyakini, sekalipun Indonesia bisa memutus mata rantai penularan Corona Covid-19 dengan cepat (sekarang), bukan berarti sudah aman sebab sebagian besar populasi masih bisa tertular, mengingat virus sudah tersebar luas.

Menurut Riris, ada dua teori yang bisa dilakukan untuk menuntaskan pandemi Corona Covid-19. Pertama, vaksin sebagai antivirus Corona Covid-19 segera ditemukan.

Kedua, ia sepakat dengan ilmuwan dari Harvard yang mengatakan physical dan social distancing bisa dilakukan sampai 2022.

Mengapa butuh waktu selama itu? Ia menilai virus ini bisa menjadi herd immunity atau kekebalan kawanan dalam waktu lama sehingga akan menjadi seperti flu biasa. Meskipun demikian, yang perlu diperhatikan adalah herd immunity harus terkontrol. Artinya, tetap perlu social distancing sehingga korban yang berjatuhan tidak membludak dan bisa diatasi dengan angka kesembuhan tinggi.

“Dari sini kita harus berpikir, Corona Covid-19 membawa pada situasi baru dan harus beradaptasi dengan itu dan ini juga jadi bagian dari skenario yang perlu dilihat,” kata Riris.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya