Kisah Kedai Kopi di Tarakan Tetap Gaji Karyawan Meski Sepi Pembeli

Sebuah kedai kopi di Tarakan tetap beroperasi di tengah penerapan PSBB agar bisa menggaji karyawan.

oleh Siti Hadiani diperbarui 30 Apr 2020, 15:04 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2020, 11:00 WIB
Kedai Kopi Sepi Pembeli
Di tengah penerapan PSBB di Kota Tarakan, banyak kedai kopi yang tetap buka agar bisa menggaji karyawan. (foto: Siti Hardiani)

Liputan6.com, Tarakan - Sejak merebaknya Covid-19, sektor ekonomi adalah sektor paling terpukul di seluruh Indonesia. Tak terkecuali di Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Sektor UMKM yang paling terdampak di kota itu adalah kedai kopi yang sepi dari pengunjung.

Salah satu contohnya adalah Kedai Kopi Lagaligo. Terletak di Jalan Kusuma Bangsa, Kelurahan Gunung Lingkas, kedai ini pada hari biasa ramai dikunjungi penikmat kopi. Kondisi itu berubah drastis seiring Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Tarakan.

Kerugian pun sangat dirasakan oleh pemiliknya, Herman, yang harus memutar otak agar operasional kedai tetap berjalan. Apalagi dia memiliki sejumlah karyawan.

"Kalau dari omzet penjualan itu pasti sangat berpengaruh ya, apa lagi masyarakat kebanyakan di rumah saat ada virus Corona ini, sehingga mengalami penurunan dan itu mencapai 50 persen," kata Herman saat ditemui di kedainya, Selasa (29/4/2020) malam.

Dia mengaku, pada hari normal mampu meraup rata-rata omzet penjualannya sampai Rp2,5 juta perhari. Namun kini, berjuang untuk menutupi biaya operasional saja sudah kelimpungan.

Kendati demikian, Herman terus berusaha dan pantang menyerah, agar pendapatan kedai kopi miliknya tetap ada untuk memenuhi gaji karyawan. Usaha harus tetap jalan, meski banyak pembatasan saat penerapan PSBB.

"Saya ada karyawan empat orang yang bekerja di sini, kalau tutup bagaimana nasib mereka sehingga kita berusaha untuk bertahan ditengah Covid-19 ini," tegasnya.

Simak juga video pilihan berikut :

Kedai Tutup Lebih Cepat

Kedai Kopi Sepi Pembeli
Tetap beroperasi saat penerapan PSBB di Kota Tarakan, kedai kopi berjuang agar karyawan bisa mendapatkan penghasilan. (foto: Siti Hardiani)

Kedai kopi yang kerap kali mengandalkan layanan di tempat itu kini harus gigit jari lantaran PSBB telah diterapkan. Pemerintah pun membatasi jam operasional baik pemilik restoran, rumah makan, pusat kuliner dan kafe yang harus tutup pukul 21.00 WITA.

Itupun hanya melayani pembelian melalui layanan pesan online, antar, atau pembelian bungkus hingga dilarang melayani pembelian di tempat. Pembatasan itu telah dilakukan sejak 8 April hingga 29 Mei 2020 mendatang.

Di hari biasa, Herman mengaku berjualan mulai dari pagi hingga tengah malam.

"Sekarang pukul 09.00 malam itu kita sudah tutup, petugas selalu patroli kan setiap malam kalau masih ada yang berkumpul dibubarkan," ungkapnya

Adanya pandemi Covid-19, membuat pergerakan masyarakat terbatas. Sebagai pelaku usaha, Herman harus pintar mensiasati agar bisnisnya tetap berjalan, salah satunya dengan mengubah pelayanan.

"Kita berupaya bagaimana caranya bisa menarik pelanggan, dengan gencar melakukan promosi melalui media sosial, kemudian juga kita buka layanan pengantaran gratis,” katanya.

Tidak ada lagi kursi dan meja di depan kedai kopi terbuat dari kontainer itu. Padahal biasanya, ada 10 pasang kursi dan meja disediakan untuk pembeli yang ingin minum di tempat.

Kini, hanya terlihat ada tiga orang yang datang memesan kopi dan membawanya pulang. Herman, berharap agar Covid-19 ini segera berakhir dan ekonomi kembali pulih.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya